SuaraKawan.com
Bab 5 Berhitung

Berhitung 10

“Ki Gurasan!” bentak Pangeran Benawa dengan suara yang terdengar mengerikan. Namun ia sama sekali tidak mengurangi kecepatan dan kekuatannya.

“Kau benar-benar layak menjadi anak Mas Karebet,” seru Kiai Rontek yang terkesima dengan tandang hebat Pangeran Benawa. Namun ia mengkhawatirkan kan keselamatan bocah lelaki yang berkelahi seperti harimau lapar. “Ki Gurasan dapat saja bertingkah bodoh dan akhirnya membunuh anak Jaka Tingkir, sedangkan anak itu mempunyai harga yang tidak akan dapat dijangkau sekalipun ditukar dengan seisi Kesultanan Demak,” gumam Kiai Rontek dalam hatinya.

Kedengkian yang telah berakar kuat dalam hati Kiai Rontek hampir mendorongnya untuk turun tangan melumpuhkan Pangeran Benawa. Kiai Rontek telah berpikir tentang harga yang akan ia katakan pada Adipati Pajang. Tetapi Kiai Rontek adalah lelaki yang penuh perhitungan. Ia tidak ingin mengotori tangannya untuk menghadapi Pangeran Benawa. Oleh karena itu, ia berteriak memberi perintah pada Ki Gurasan, ”Cepat kau lumpuhkan anak iblis itu! Tentu kau tidak ingin bertemu dengan Kebo Kenanga.”

Ki Gurasan mengangguk.

Dalam satu tarikan napas, ia meluncur deras melebihi kecepatan Pangeran Benawa sementara kaki dan tangannya seolah datang dari berbagai arah. Pangeran Benawa yang masih sedikit menjalani perkelahian sempat kehilangan ketenangan, ia merasa gugup melihat terjangan dahsyat orang yang berpengalaman jauh di atasnya. Seperti tidak mempunyai jalan yang berbeda, Pangeran Benawa memutar tubuhnya seperti gasing lalu  membenturkan tongkatnya pada tangan Ki Gurasan yang terkepal.

Demikianlah kemudian tubuh Pangeran Benawa terlontar jauh dan jatuh bergulingan diatas rumput halaman. Seruan tertahan terdengar dari para cantrik yang menyaksikan perkelahian yang sengit itu. Lalu suara lega terdengar ketika para cantrik melihat Pangeran Benawa bergerak meski kesulitan untuk bangkit berdiri.

Pancaran cahaya dari obor-obor yang mengelilingi halaman mampu menggapai wajah halus Pangeran Benawa. Para cantrik  padepokan Ki Buyut Mimbasara memandang wajah putra lelaki Adipati Pajang itu dengan hati gentar. Betapa raut wajah cantrik termuda di padepokan itu terlihat seperti memancarkan kekuatan dahsyat yang sanggup membuat lereng Merapi menjadi longsor.

“Aku belajar untuk tidak menyerah!” desis Pangeran Benawa, lalu ia menunjuk pada para cantrik padepokan. Dalam waktu itu Pangeran Benawa berdiri dengan kaki bergetar. Kaki dan lengannya tampak mengeluarkan darah karena kerikil yang  menggores kulitnya saat jatuh terguling di atas tanah. Tetapi sorot mata Pangeran Benawa semakin berkilat-kilat penuh amarah. Ia mengerling pada Kang Tanur yang agaknya mendapat perawatan dari beberapa cantrik yang masih dapat menggeser tubuh mendekatinya.

“Kau tidak akan pernah dapat membawaku keluar dari padepokan ini!” desis Pangeran Benawa.

“Kau memang bocah pemberani, anak Mas Karebet!” kata Kiai Rontek sambil melangkah maju. Ia berhenti dalam jarak yang sangat dekat. Kiai Rontek menatap bintang-bintang yang melekat erat pada dinding langit, udara dingin yang mengalir dari lereng Merapi membuat suasana padepokan seperti tidak terjadi sesuatu apapun.

“Biar aku selesaikan, Kiai!” kata Ki Gurasan dengan tatap mata seolah-olah ingin melahap Pangeran Benawa.

Tetapi sebelum sempurna ia menyelesaikan kalimat, Pangeran Benawa telah datang menggebrak sepenuh tenaga. Tongkat yang seperti lekat dalam genggamannya datang menyengat Ki Gurasan dari segala penjuru arah. Pangeran Benawa yang telah mempelajari dasar-dasar ilmu tingkat tinggi dari Ki Buyut Mimbasara benar-benar gesit dan cakap dalam menata segala olah geraknya. Tubuhnya yang kecil sama sekali tidak menjadi rintangan baginya untuk memaksa Ki Gurasan terhanyut dalam pusaran gerak ilmu Jendra Bhirawa.

Bahwa lawan Pangeran Benawa sebenarnya adalah seorang yang disegani di tlatah Demak hingga Blambangan. Sehingga dalam waktu itu, Ki Gurasan dengan cepat membuat kedudukan menjadi seimbang. Meski ia telah meningkatkan kemampuannya untuk mengembaikan kedudukannya, namun agaknya ia masih membutuhkan waktu untuk benar-benar dapat melumpuhkan Pangeran Benawa.

Related posts

Kiai Plered 58 – Gondang Wates

Ki Banjar Asman

Sampai Jumpa, Ken Arok! 7

Ki Banjar Asman

Kiai Plered 88 – Randulanang

Ki Banjar Asman