SuaraKawan.com
Bab 9 Pertempuran Panarukan

Panarukan – 2

Lantas Ki Tumenggung Kayumas pun memalingkan wajah, lekat menatap wajah tenang Mpu Badandan, kemudian katanya, ”Lalu apa yang akan kita tempuh, Mpu? Petugas sandi telah memberi laporan tentang keberangkatan orang-orang Demak. Aku perkirakan mereka akan tiba di perairan Panarukan sekitar dua atau tiga hari lagi.”

Sebagai orang yang lebih sering dianggap sebagai pengganti Pangeran Tawang Balun yang lebih banyak mengambil jalan tepi di lereng Gunung Raung, Mpu Badandan akhirnya banyak terlibat dalam kegiatan pemerintahan Blambangan. Hyang Menak Gudra seringkali mengajaknya berunding untuk memecahkan satu atau beberapa persoalan. Bahkan Ki Patih Tanu Senduro acapkali mengajak Mpu Badandan melakukan pengawasan di garis pantai Panarukan. Kemudian atas pertanyaan Ki Tumenggung Kayumas, Mpu Badandan berkata, ”Aku minta kalian semua dapat bekerja sama. Karena siasat yang kita lakukan adalah perang tanding.”

Orang-orang berseru kaget, kecuali Ki Rangga Gagak Panji. Mereka mengulang kembali ucapan Mpu Badandan. Sejenak kegaduhan terjadi dalam ruangan yang berukuran sekitar lima puluh langkah kaki pada setiap sisinya itu. Lalu Mpu Badandan meneruskan ucapannya, ”Gagak Panji akan mendatangi mereka setelah mereka terlihat telah membuang sauh. Ia akan menemui Raden Trenggana. Karena tidak mungkin bagi Demak untuk menarik mundur prajuritnya, maka kita harus menantang mereka agar bersedia melakukan perang tanding antar pemimpin kelompok prajurit.”

“Bagaimana sikap kita apabila mereka menolak tawaran itu?” bertanya Ki Kayumas dengan dua alis yang terangkat.

Mpu Badandan mengangguk pelan, sekejap ia melirik Gagak Panji yang telah tegak berdiri di dekat sebuah tiang kayu penyanggah. Kemudian kata Mpu Badandan, ”Hyang Menak Gudra telah menyiapkan satu rencana yang aku pandang baik. Mereka akan berpikir ulang untuk melanjutkan pertempuran.”

Ki Tumenggung Kayumas sekali-kali melihat Mpu Badandan dan Gagak Panji bergantian. Katanya, ”Mpu, Anda begitu yakin bahwa siasat ini akan berjalan sesuai harapan. Begitu pun engkau.“ Ia berpaling pada senopati yang lain kemudian lanjutnya, ”Aku tidak tahu apakah kita harus menempuh jalan yang akan mereka ungkapkan, tetapi aku tidak mempunyai keberatan yang masuk akal untuk melarang mereka berdua berbicara di hadapan kita semua.”

Serentak seluruh senopati yang hadir menyatakan tidak keberatan untuk mendengar gagasan yang akan disampaikan oleh Mpu Badandan.

“Ini gagasan yang luar biasa meskipun dapat dikatakan sebagai penyimpangan bentuk siasat perang,” ucap seseorang bertubuh kurus dengan suara keras.

“Tetapi bukankah kau juga mengharapkan itu terjadi?” sahut orang yang lain.

“Tentu saja. Aku adalah senopati tanpa pasukan jadi aku pikir dapat menerima siasat ini,” jawabnya lalu disambut gelak tawa para senopati yang lain. Mereka terdengar begitu gembira, seolah tidak sedang menghadapi bahaya sedangkan kapal-kapal perang Demak telah mendekati perairan mereka. Suasana terasa menyenangkan dan sangat indah seperti warna biru di permukaan laut bertimpa cahaya.

Gagak Panji mengangkat sebelah tangan, meminta mereka meredakan gejolak. Sekejap kemudian ruangan menjadi sunyi.

Mpu Badandan lantas menguraikan dengan terukur tentang siasat yang akan mereka tempuh. Dalam waktu itu, terbukalah wawasan para senopati yang pada mulanya memandang rendah kemampuan Gagak Panji. Mereka pun paham alasan Pangeran Tawang Balun menghindari perang secara terbuka. Pada akhirnya mereka semua sepakat dengan penjelasan Mpu Badandan bahwa perang yang akan terjadi, meskipun digelar di atas samudera, hanya membawa bencana bagi mereka yang berada di darat. Kerusakan memang akan dapat dibatasi tetapi lawan yang mereka hadapi sebenarnya masih terhitung keluarga sendiri.

Oleh karena itu, perang tanding antar senopati benar-benar pilihan yang terbaik bagi mereka. Ditambah keinginan Hyang Menak Gudra untuk berbicara sendiri dengan Raden Trenggana maka para senopati Blambangan semakin bergairah untuk memberi yang terbaik bagi negeri mereka. Kini mereka tak lagi gundah gulana apabila dikatakan sebagai pengecut.

Pada malam itu, para senopati Blambangan telah berada dalam sebuah wawasan yang baru tentang menempuh jalan pulang. Ucapan Mpu Badandan mampu menambah semangat mereka berlipat ganda.

“Yang dilakukan Raden Trenggana sebenarnya bukan tentang siapa kita yang berada di Blambangan, tetapi mengenai Demak baik sebagai wilayah berdaulat maupun sebagai wujud keinginan pemimpinnya. Bagi kita, upaya yang dilakukan Demak adalah cara kita dalam menempuh jalan untuk pulang. Kita berperang tidak bertujuan untuk mati tenggelam. Kita berperang dengan perhitungan dan dalam perencanaan yang matang. Bersama keluarga dan kawan kita pasti mampu mempertahankan Panarukan.”

Related posts

Gunung Semar 3

Ki Banjar Asman

Kiai Plered 5 – Pedukuhan Janti

Ki Banjar Asman

Jati Anom Obong 17

Ki Banjar Asman