SuaraKawan.com
Bab 9 Pertempuran Panarukan

Panarukan 27

Sementara itu, di bawah permukaan air laut yang bergolak, lumpur dan pasir laut melayang  berhamburan akibat dentum hebat benturan dua tenaga raksasa. Air laut menjadi seolah lebih pekat dan padat karena rapatnya benda-benda padat yang melayang. Pada saat itu, Ki Jala Sayuta telah memperhitungkan bahwa kesulitan yang menderanya akan membawa kemungkinan buruk bagi pasukan Demak. Maka dengan demikian ia memutuskan untuk muncul ke permukaan. Tetapi kegigihan Semambung yang tidak ingin lawannya lepas dari pandang matanya telah membawa bencana baru bagi Ki Jala Sayuta.

Pemuda yang menyerap ilmu di lembah Sungai Brantas itu memang menyimpan kekuatan yang belum sepenuhnya dapat diukur oleh Ki Jala Sayuta. Semambung kembali melancarkan serangan demi serangan untuk menahan kemunculan lawannya di permukaan. Sekali lagi Ki Jala Sayuta harus mengakui kekayaan unsur ilmu Lindu Segara. Semambung bergerak dengan kecepatan melebihi seekor ikan  yang berenang sangat cepat. Kaki tangan Semambung yang mengayun dengan lambaran tenaga yang besar benar-benar mengurung Ki Jala Sayuta yang mulai terganggu dengan luka pada bagian dalam tubuhnya.

Dengan demikian, maka Ki Jala Sayuta benar-benar tidak memiliki kesempatan untuk memulihkan daya tahannya yang perlahan mulai digedor secara hebat oleh Semambung. Putaran lengan Semambung begitu dahsyat mengurung seseorang yang disegani di tlatah Demak. Ia dengan dahsyat melibat lawannya dalam pertempuran yang semakin cepat dan kuat. Berulang kali kedua orang itu saling mengadu lengan dan kaki dan secara terus berulang-ulang pula gelombang menyeruak hingga permukaan meski tak lagi sebesar ledakan yang pertama.

Dalam benturan-benturan berikutnya yang dahsyat, maka kemampuan tinggi Ki Jala Sayuta yang membuatnya menjadi orang yang disegani di Demak tak lagi memberi perlawanan yang berarti bagi Semambung. Sedikit sekali upaya Ki Jala Sayuta yang mampu menembus pertahanan Semambung. Ia menjadi lebih banyak berkelit, menghindar jauh bahkan sesekali bersembunyi di balik gugus cadas bebatuan yang kokoh.

Namun Semambung telah berulang mampu melakukan sentuhan pada lawannya. Ujung kepalan Semambung yang berhasil menyusup telah mengguncang Ki Jala Sayuta. Sekali lagi, Semambung tidak melepaskan lawannya yang sebenarnya cukup tangguh. Keadaan perkelahian semakin berat sebelah. Ki Jala Sayuta terdorong surut. Semambung masih berusaha menanamkan taringnya, namun Ki Jala Sayuta mampu menjauh lantas memperbaiki keseimbangan. Ia berputar seperti gasing dan pusaran air datang menggulung Semambung yang akhirnya harus mengambil jarak aman dari belitan Ki Jala Sayuta.

Sekejap Semambung tersentak dengan lontaran ilmu dari senapati pilihan dari Demak. Dalam waktu kurang dari sekejap, Semambung melontarkan tubuh menuju permukaan. Ki Jala Sayuta yang tertegun melihat perubahan dari Semambung pun mengikuti Semambung. Ia juga membutuhkan itu untuk membiarkan rongga dadanya terisi kembali oleh udara segar.

Sebenarnya Ki Jala Sayuta telah merasa semakin lemah apabila tak kunjung mencapai permukaan hingga kemudian Semambung meninggalkannya ke permukaan. Walau begitu, tekad Ki Jala Sayuta masih membara sehingga merasa yakin apabila ia akan dapat menahan Semambung.

Tetapi di luar dugaan Ki Jala Sayuta, ternyata Semambung telah membuat keputusan bulat untuk mengakhiri perlawanan senapati Demak itu untuk selamanya. Ia mengerti bahwa lawannya telah menjadi semakin lemah. Dan menurut perhitungannya, Gagak Panji pun tentu telah memasuki garis lingkar jangkauan kapal yang dinaiki Raden Trenggana.

Dengan demikian, dalam pergerakannya yang sangat cepat menembus dinding air mencapai permukaan, Semambung sedang mempersiapkan diri untuk melepaskan puncak ilmu Lindu Segara. Ia menggalang niat kuat untuk mengakhiri perang tanding itu dengan segala akibat yang akan terjadi karena pelepasan ilmu Lindu Segara tingkat puncak.

Raut wajah Raden Trenggana berubah meski dalam sekejap. Daya jelajahnya yang tinggi dalam mengarungi jagat kanuragan mendorongnya untuk menjatuhkan keputusan penting. Getar kekuatan dari puncak ilmu Lindu Segara telah ia terima melalui jaringan saraf yang berada di bawah kulit tubuhnya.

“Gending Pamungkas!”

“Saya, Yang Mulia.”

“Perintahkan kapal perangmu untuk membidik sebanyak mungkin tepat pada lingkaran itu!” Raden Trenggana melempar sebatang tombak ke arah yang ia maksudkan. Gending Pamungkas bergegas meneruskan perintah penguasa Demak. Terompet melengking nyaring bersahutan, kibar bendera dengan  warna tertentu cepat menaiki puncak tiang utama kapal-kapal perang yang menjadi tanggung jawab Gending Pamungkas.

Lengking terompet dari barisan kapal perang Demak secara tak langsung telah menyadarkan Gagak Panji tentang bahaya yang akan menimpa pasukannya. Kelebat cepat bayangan yang keluar dari bilik kemudi kapal Raden Trenggana tak luput dari sudut mata Gagak Panji. Bayangan yang lincah berlompatan dengan menggunakan tali layar itu menunjukkan ketinggian ilmunya. Betapa tubuh tinggi besar itu dengan ringan melayang di udara dan lincah berpindah dari satu kapal ke kapal yang lain. Kecepatan Gagak Panji dalam berpikir telah membawanya ke dalam satu kesimpulan yang sangat penting untuk diubah menjadi sebuah keputusan besar.

“Semambung!” Rahang Gagak Panji mengeras ketika ia melihat perubahan yang sangat cepat dilakukan oleh kapal-kapal perang Demak. Ujung meriam yang terlihat keluar dari lambung banyak kapal nyaris seluruhnya mengarah pada sebuah tempat yang telah ditandai oleh Raden Trenggana.

Sementara itu, Mpu Badandan lekat mengawasi jalannya pertempuran sengit yang terjadi di lepas pantai Panarukan. Rambutnya yang memutih tampak berkibar-kibar ketika angin laut datang mendera tubuh guru dari Gagak Panji. Rambat tenaga yang memancar dari ilmu Lindu Segara yang dikerahkan oleh Semambung hingga titik puncak telah sampai pada setiap bagian indra saudara seperjalanan Ki Buyut Mimbasara ini. Beberapa kali tampak Mpu Badandan menggelengkan kepala, meskipun dalam mata wadag tidak terlihat sesuatu yang menggetarkan di permukaan laut, selain lontaran-lontaran besi bulat dari kedua pihak yang berbeda kepentingan. Sesaat kemudian ia mengerutkan kening saat terpa gelombang kekuatan yang sangat dikenalnya telah sampai di bibir pantai.

 

Bersambung Bab 10 : Lamun Parastra Ing Pungkasan

Related posts

Membidik 51

Ki Banjar Asman

Penculikan 28

Ki Banjar Asman

Perwira 7

Ki Banjar Asman