SuaraKawan.com
Bab 1 Menuju Kotaraja

Menuju Kotaraja 6

“Ah, apalagi ini? Bukankah Wringin Anom itu jauh dari sini?”

“Itulah yang masih diselidiki oleh para perwira termasuk paman Ken Banawa.” Gumilang berbisik, ia mengatakan akan memberi tahu pada seorang perwira bawahan Ken Banawa setelah mereka memeriksa rumah Rukmasara.

Bondan mengangguk setuju.

Tak lama kemudian keduanya telah tiba di depan gerbang rumah Rukmasara. Dua orang bersaudara ini dengan cepat menyeberangi jalan lalu melompati dinding dan segera berada di dalam rumah Rukmasara. Lalu mereka berkelebat cepat memasuki tiap ruangan secepat dua ekor burung walet. Dalam kehati-hatian mereka bergerak begitu cepat dan tanpa kegaduhan.

Mata tajam Gumilang Prakoso melihat kemilau dibawah terpaan matahari. Benda ini berada di luar ruangan. Gumilang keluar melewati jendela yang terbuka, dalam sekejap sudah mencabut benda berkilau tadi.

Bondan yang mengetahui pergerakan Gumilang segera menyusul.

”Sepintas benda ini serupa dengan yang aku jumpai di Watu Kenongo.”

“Oh, benarkah?”

Bondan menganggukkan kepala tanpa menyahut pertanyaan Gumilang.

”Kita tidak dapat sembarangan menuduh. Hanya dua orang yang lihai menggunakan senjata ini. Lihatlah, benda ini nyaris seluruhnya tertancap ke dinding batu. Kekuatan yang mengagumkan,” gumam Gumilang. Keduanya lantas meninggalkan rumah Rukmasara yang sudah tak berpenghuni karena penerapan jam malam dari kepala pengawal khusus kotaraja.

Setelah melewatkan malam bersama keluarga Nyi Retna Ayu Indrawati, Bondan melakukan pembicaraan kembali tentang temuan mereka di rumah Rukmasara. Sela Anggara tidak banyak berbicara, ia hanya mendengar pembicaraan Bondan dengan Gumilang.

Sementara bibi Bondan, Nyi Retna, sedang dalam lawatan ke daerah utara untuk sebuah urusan. Menurut Sela Anggara, ibunya akan tiba esok pagi. Bondan yang ingin sekali bertemu dengan bibinya agaknya harus menahan diri lebih lama untuk dapat melepas rasa rindu kepada kakak dari ayahnya.

Ketika malam telah menginjak bagian pertengahan, Bondan memasuki bilik yang disediakan khusus untuknya.  Ia mencoba menerka arah perjalanan Prana Sampar berdasarkan keterangan Gumilang.

“Mungkin aku memang harus bertanya pada paman Benawa. Baiklah, aku akan mengajak serta Gumilang untuk urusan ini,” bisiknya dalam hati.

Dan memang Bondan melakukan rencananya bersama Gumilang. Mereka berdua menghabiskan waktu di pagi hari dengan mencari keterangan di rumah Ken Banawa, seorang senapati yang merupakan orang kepercayaan bibinya, Retna Ayu Indrawati.

“Memang ada rencana dari kami, terutama prajurit yang bertanggung jawab atas keselamatan para pejabat, untuk melakukan pengejaran. Kami telah mematangkan rencana itu.” Tegas Ken Banawa menjawab pertanyaan Bondan.

“Saya ingin turut serta dalam pengejaran itu, Paman.” Bondan menyatakan keinginan dengan wajah lekat melihat ke bawah.

“Aku tidak dapat memberi persetujuan, Bondan. Aku tidak sedang berada dalam kedudukan untuk memberi keputusan. Tetapi aku dapat memberimu ruang untuk bergerak jika kau inginkan. Satu hal yang semestinya kamu ketahui, anak muda, meski aku yakin Resi Gajahyana telah memercayai kemampuanmu tetapi aku tidak dapat melewati kehendak bibimu.”

“Baiklah, saya akan mengatakan ini pada bibi.”

Setiba di rumah, dua lelaki muda ini segera mengungkap rencana pada Nyi Retna Ayu Indrawati. Sekali-kali Nyi Retna mengerutkan keningnya lalu ia menyatakan keberatan jika keponakannya ini harus menempuh bahaya untuk menangkap Prana Sampar.

Masih terlihat kelelahan di banyak bagian wajahnya, namun kedatangan Bondan telah menjadi udara ajaib yang tiba-tiba membuatnya merasa bugar kembali.  Saat itu Bondan berkata tentang banyak hal di Pajang dan kejadian yang ia temui selama perjalanan menuju kotaraja. Ketika ia tiba di bagian perkelahian yang melibatkan prajurit Majapahit, Bondan menurunkan suaranya.

Sebagai seorang yang belum banyak pengalaman, Bondan tahu diri, ia memberitahukan temuannya di rumah Rukmasara.

“Apakah engkau yakin jika itu adalah senjata yang sama dengan yang kau lihat di Watu Kenongo?”

“Saya mempunyai keyakinan yang kuat, Bibi.”

“Tetapi senjata itu telah kalian cabut dari dinding. Dan itu akan menjadi penghalang gerakmu apabila kau laporkan pada prajurit. Bukan tidak mungkin, tuduhan akan beralih padamu karena engkau tidak mempunyai saksi. Menjadi saksi kematian prajurit yang terbunuh dan temuan senjata justru akan menjeratmu ke persoalan yang sulit terurai.”

Related posts

Kiai Plered 17 -Pedukuhan Janti

Ki Banjar Asman

Perwira 1

Ki Banjar Asman

Kiai Plered 40 – Pedukuhan Janti

Ki Banjar Asman