SuaraKawan.com
Bab 9 Pertempuran Panarukan

Panarukan 12

Beberapa senapati yang merasa pantas untuk menjadi panglima pun akhirnya hanya dapat menatap Gagak Panji dengan sorot mata geram. Mereka semula mengira bahwa Hyang Menak Gudra akan memimpin sendiri pasukan Blambangan, dan atas alasan itulah kemudian mereka berharap akan menjadi senopati utama yang dapat mengendalikan peperangan. Tetapi Hyang Menak membuat sebuah kejutan pada saat terakhir dan itu benar-benar di luar dugaan mereka. Meskipun dengan berat hati mereka menerima keputusan pemimpinnya, para senapati itu akhirnya merasa lega bahwa persaingan yang terjadi di antara mereka untuk menjadi panglima perang telah selesai.

Gagak Panji melangkah dengan keanggunan dan wibawa yang luar biasa meskipun tidak mengenakan pakaian perang yang lengkap dengan tanda kebesaran prajurit. Semangat dan keberanian terpancar dari seluruh bagian tubuhnya.  Pakaian prajurit yang dalam keseharian ia kenakan justru memberi kesan yang mendalam bagi para prajurit. Gagak Panji seolah menunjukkan bahwa kesederhanaan tidak akan mampu mengecilkan nilai seseorang.

Sejenak ia menebar pandangan ke seluruh bagian yang dipenuhi para prajurit. Ia ingin melarutkan hatinya dalam semangat laskar  Blambangan yang membara.

Sepatah dua patah kata ia ucapkan untuk menyapa barisan prajurit yang kokoh berdiri di hadapannya, kemudian Gagak Panji berkata lantang, ”Aku tidak ingin mengatakan Demak sebagai musuh yang harus dimusnahkan. Aku ingin kalian menyambut Demak sebagai orang-orang yang lupa. Untuk itulah, kita akan memberi mereka sebuah perlawanan yang keras. Beritahukan pada mereka bahwa Blambangan adalah sekumpulan orang yang tidak pernah gentar menghadapi badai topan.”

Riuh suara para prajurit menyambut kata-kata Gagak Panji.

Sementara ia menarik napas panjang, kemudian Gagak Panji melanjutkan, ”Boleh jadi, ada di antara kalian yang menganggapku sebagai orang seorang penyusup. Karena kalian mungkin telah mendengar kabar bahwa aku dapat meninggalkan kapal Raden Trenggana dengan selamat. Dan mungkin saja kalian akan melihatku berlari meninggalkan medan perang. Itu adalah alasan yang mungkin akan kalian nyatakan. Boleh jadi ada di antara kalian yang akan menjadi saksi tentang diriku sebenarnya.” Ia berhenti sebentar ketika melihat seseorang yang ia kenal berada di salah satu barisan depan para prajurit Blambangan. Lantas Gagak Panji berkata lagi, ”Setidaknya kalian dapat berpegang pada kedudukan Mpu Badandan di hati kalian.”

“Aku tidak pernah meragukanmu, Pangeran!” teriak seseorang dari baris depan.

“Semambung!” gumam Gagak Panji.

Orang yang bernama Semambung kemudian melayang ringan dan mendaratkan kaki dengan ringan di panggungan, lalu berdiri di samping kiri Gagak Panji. Katanya, ”Blambangan, kalian telah mengenalku sebelum hari ini. Aku bukan seorang prajurit tetapi aku banyak berkelana bersama kalian dalam tugas perondaan. Aku beri kesaksian pada hari ini tentang Gagak Panji.”

Usai berkata, Semambung menghadap Gagak Panji lalu memberinya hormat, ”Pangeran!”

“Aku bukanlah pangeran, Semambung,” tukas Gagak Panji.

“Saya selalu menganggap Anda sebagai pangeran karena Anda memang seorang pangeran dan kawan terbaik yang saya miliki,” kata Semambung sambil memegang lengan Gagak Panji. Tak lama kemudian ia melompat turun, kemudian menghampiri Mpu Badandan yang berdiri bersebelahan dengan Hyang Menak Gudra.

Gagak Panji meneruskan kata-kata yang seharusnya didengar oleh orang-orang Blambangan. Tidak begitu lama dan bukan pula ucapan yang panjang, maka Gagak Panji segera mengakhiri kalimat-kalimatnya yang dinyatakan terbuka.

Dalam waktu itu, kesaksian Semambung semakin membuat prajurit Blambangan membara dan seolah-olah akan terjadi suatu ledakan besar dari semangat mereka yang semakin bergelora. Butiran putih pasir laut berkilau memantulkan sinat matahari pagi. Percik-percik harapan seperti tergambar dalam kemilau yang sungguh indah dipandang mata. Sementara udara pun bersih dari awan yang biasa bergelayut tipis dan masih mengembara tanpa lelah.

Gagak Panji memutar tubuh dan melihat kapal-kapal Demak berukuran lebih kecil sedang mendekati garis pantai. Dengan perintah yang hanya dipahami oleh petugas penghubung, Gagak Panji meminta pasukannya untuk mulai menyusun pertahanan. Sejurus kemudian, Ki Tambak Langon beserta Banyak Kitri dan pasukannya telah membenamkan diri di balik perahu-perahu kecil yang telah disamarkan sehingga tidak terlihat seperti kapal yang tak terpakai. Perlahan-lahan mereka mendorong hingga air mencapai batas pinggang mereka.

Related posts

Merebut Mataram 42

Redaksi Surabaya

Penculikan 20

Ki Banjar Asman

Merebut Mataram 57

Redaksi Surabaya