Ra Kayumas serta tiga orang lainnya pun meminta diri lalu meninggalkan barak prajurit Blambangan. Bagi mereka bertiga, Hyang Menak belum memberikan jawaban atau gambaran yang dapat diperkirakan. Maka mereka pun menyatakan pendapat masing-masing sambil melangkah cepat menuju kelompok prajurit yang telah bersiap.
Gaung terompet yang terbuat dari tanduk kerbau yang panjang segera merebak memenuhi angkasa. Suara kentongan bambu yang dipukul dengan nada titir segera bersahutan. Tanah lapang yang di atasnya bertebaran beberapa bangunan pun kemudian ramai dipenuhi oleh prajurit. Umbul-umbul, kelebet dan bendera yang terikat pada tombak panjang — sebagai gambaran mengenai kekuatan Blambangan yang sebenarnya –tiba-tiba memenuhi pantai.
Sebelumnya lambang-lambang yang menggambarkan kemampuan Blambangan sama sekali tidak tampak berkibar di udara, tetapi kini, atas perintah Mpu Badandan dan perkenan dari Hyang Menak Gudra, Blambangan menunjukkan jati diri. Ratusan prajurit berbaris rapi berderet sepanjang garis pantai. Beberapa kelompok pasukan menarik besi panjang berukuran sama dengan lingkar batang pohon kelapa dengan sebuah lubang pada bagian tengah. Dengan menggunakan batang kelapa sebagai pengganti roda, pergerakan besi besar itu tampak begitu lincah.
Di belakang kelompok itu, ada sejumlah orang yang bekerja sama memindahkan bola-bola yang terbuat dari besi. Agaknya Blambangan ingin menata diri secara kuat pada baris pertama pertahanan mereka. Kegagahan laskar prajurit Blambangan tampak dari gambar-gambar yang terlukis pada bendera dan umbul-umbul. Ketangguhan mereka sebagai penjaga perairan sangat jelas terlihat sekalipun mereka tidak berada di atas kapal. Beban berat persenjataan — yang bukan hanya terdiri dari panah dan lembing — tidak mengurangi kegesitan mereka untuk berbaris sesuai perintah pimpinan kelompok.
Kendang berbagai ukuran telah ditabuh oleh sekelompok prajurit turut membakar semangat para prajurit Blambangan. Sementara mereka pun tak henti bersuara dengan bait-bait syair yang menggelorakan semangat menghadapi Demak yang mulai menggerakkan pasukan dalam puluhan perahu berukuran lumayan besar.
Sementara, dalam waktu itu, Hyang Menak Gudra didampingi Mpu Badandan telah berjalan menuju panggungan kecil di tepi pantai. Hyang Menak melambaian tangan ke arah Gagak Panji agar mendekat padanya. Sejurus kemudian, ia berkata pelan pada Gagak Panji tentang keputusannya.
“Katakanlah sesuatu untuk mereka!” kata Hyang Menak Gudra pada Gagak Panji.
Gagak Panji menggelengkan kepala pelan, katanya, ”Saya bukan orang Blambangan dan Hyang Menak menempatkanku terlalu tinggi di hadapan mereka. Saya hanya seorang rangga.”
“Mereka telah mendengar nama dan sepak terjangmu. Keberanianmu menentang rencana pemimpinmu telah mengambil hati kami semua. Para pemimpin mereka yang membawa namamu kepadaku,” kata Hyang Menak kemudian, ”mereka tidak melihat pangkat yang kau kenakan saat ini. Mereka lebih percaya pada yang mereka dengar. Kami, orang Blambangan, mempunyai cara rsendiri untuk menilai seseorang. Lakukanlah karena mereka memintamu melakukan, Gagak Panji.”
“Atas perkenan Hyang Menak.” Gagak Panji membungkuk hormat pada orang yang telah mencapai usia yang kira-kira sama dengan usia ayahnya.
Hyang Menak Gudra mengangguk lalu ucapnya, ”Berilah mereka harapan dan penuhilah keinginan mereka.” Lengan kanan Hyang Menak menunjuk pada para prajurit yang telah berbaris siap menunggu perintah. Serentak ratusan prajurit itu mengangkat senjata mereka sambil bersorak mengangkat nama Blambangan. Hyang Menak telah tetap dalam keputusannya. Ia menunjuk Ki Rangga Gagak Panji sebagai panglima utama. Mpu Badandan tetap berkedudukan sebagai senapati pendamping. Kemampuan Mpu Badandan dalam menyusun dan mengolah setiap keterangan dari petugas penghubung masih belum mendapat tandingannya.
Angin kencang menerpa mereka dari sisi timur, sementara matahari telah berada di ujung pohon kelapa. Hyang Menak melangkah tegap menuju panggung kecil yang menjadi batas antara air laut dan baris prajurit.
“Tidak banyak yang akan aku katakan, kalian telah memintaku untuk menjadikan Ki Rangga Gagak Panji sebagai panglima. Dan untuk itulah, kehormatan ini aku limpahkan padanya.” Usai Hyang Menak membuka gelar pasukan, prajurit Blambangan makin gempita meneriakkan nama Gagak Panji. Apalagi berita bahwa Gagak Panji telah mendatangi kapal Demak seorang diri dengan cara yang luar biasa telah sampai pada pendengaran mereka. Oleh karena itu, prajurit Blambangan semakin percaya diri dan yakin bahwa Blambangan tidak akan jatuh ke tangan Demak.