
Sidoarjo-SUARAKAWAN.COM: Putusan berupa Anjuran dari sidang Bipartit kasus PHK sepihak terhadap Zaenal Mukaffi Makki hingga kini tak kunjung keluar. Selain kecewa, kuasa hukum Zaenal mulai mempertanyakan Disnaker (Dinas Tenaga Kerja) Sidoarjo.
Kuasa Hukum Zaenal, Agung Silo Widodo Basuki SH MH mengatakan, sudah lebih dari satu bulan (30 hari) sejak kasus tersebut di daftarkan di Disnaker. Namun, hingga kini belum ada kepastian kapan anjuran dari Disnaker akan keluar.
Menurut Agung, sidang mediasi pertama di Disnaker pada 25 November 2024. Kemudian, sidang mediasi kedua yang dihadiri oleh para pihak kembali digelar pada 6 Desember 2024. Namun, sejak mediasi yang terakhir hingga sekarang, Disnaker tak kunjung mengeluarkan Anjuran.
“Sesuai aturan, seharusnya Anjuran akan keluar 10 hari setelah mediasi terakhir. Kalau mediasi terakhir tanggal 6 Desembee, seharusnya Anjuran akan keluar maksimal 16 Desember. Tapi sampai sekarang Anjuran dari Disnaker juga belum keluar, ini ada apa?,” tanya Agung.
Padahal, kata Agung, Anjuran dari Disnaker sangat ditunggu-tunggu oleh klien-nya. “Klien saya ini masyarakat korban PHK yang sedang mencari keadilan. Dan, sudah dua kali sidang mediasi, tidak ada titik temu. Malah sekarang, Anjuran yang seharusnya sudah keluar ternyata sampai hari ini pun tidak ada kejelasan. Kami berharap semua pihak tidak menghambat klien kami sebagai masyarakat pencari keadilan,” ujar Agung.
Sesuai UU No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) disebutkan bahwa penyelesaian perselisihan secara Bipartit wajib dilaksanakan. Penyelesaian ini harus diselesaikan paling lama 30 hari sejak tanggal dimulainya perundingan. Dan, maksimal 10 hari setelah perundingan Bipartit, Disnaker harus mengeluarkan Anjuran.
Sementara dalam kasus ini, hingga sekarang tidak ada kejelasan kapan Anjuran dari Disnaker akan dikeluarkan. “Kami berharap klien kami, sebagai korban PHK ada kepastian hukum, jangan ada tarik ulur di kasus ini,” jelas Agung.
Selain itu, Agung juga berharap kepada PT Sreeya agar memberikan hak-hak perkerja yang sudah di PHK sesuai dengan UU Tenaga Kerja yang berlaku. “Kalau memang klien kami tidak diperbolehkan bekerja lagi, maka berikan hak-hak pekerja berupa pesangon dan lain-lain, sesuai dengan Undang-undang,” tegasnya.
Sedangkan, Nuraini, mediator Bipartit Disnaker Sidoarjo ketika dikonfirmasi awak media enggan memberikan komentar banyak. Dia mengatakan, bahwa kasus tersebut masih dalam proses di Disnaker. “Konfirmasi ini tujuannya untuk apa ya pak? Karena (perkara PHK) masih proses. Untuk lebih jelasnya bapak konfirmasi ke pimpinan aja. Tapi hari ini kantor kosong karena ada giat dari kementerian,” tandas Nuraini, Jumat (20/12/2024).
Seperti diketahui sebelumnya, PT Sreeya Sewu Indonesia Tbk disebut-sebut telah melakukan PHK sepihak kepada karyawan, yakni Zaenal Mukaffi Makki, yang sudah bekerja puluhan tahun.
Zaenal Mukaffi Makki diangkat sebagai karyawan tetap PT Sreeya Sewu sejak pada 21 Juni 2000, sesuai dengan Surat Penegasan No: 005/SK/HRD/SG/VII/2000.
Hingga kini, sudah lebih 24 tahun Zaenal bekerja di tempat tersebut. Namun, pada 28 Oktober 2024 Akun Email Zaenal mendadak di non aktifkan oleh perusahaan. Padahal, dia harus menyampaikan laporan mutasi Silo, Checking stock Jagung, juga input Schedule Shift Tim Silo. Bahkan, Zaenal juga diberitahu rekan kerjanya bernama Tika, bahwa dia telah mengirim email tetapi tidak nyampai ke alamat email Zaenal.
Dengan diblokirnya alamat email itu, Zaenal kemudian menanyakan ke bagian IT (Informasi Teknologi). Dan pihak IT mengatakan bahwa alamat email Zaenal sengaja di non aktifkan atas perintah pimpinan. Mendapati hal itu, Zaenal pun berusaha mengkonfirmasi masalah tersebut ke pimpinan, namun tidak ada jawaban.

Tak lama kemudian, Zaenal mendapati pesan via WhatsApp dari Dwi L, bagian HRGA dan Alfian, bagian Plan, yang mengajak meeting untuk membahas masalah tersebut. Dalam pertemuan itu yang juga dihadiri oleh Novarotus bagian HRBP itu terungkap bahwa Zaenal telah di PHK dengan dalih ada efisiensi (pengurangan karyawan). Mendengar kebijakan PT Sreeya Sewu yang terkesan dipaksakan itu, Zaenal pun menolak. Dan pada hari-hari berikutnya Zaenal tetap berusaha masuk kerja seperti biasa. Hingga pada 4 November 2024 pihak HRD mengeluarkan surat PHK (pemutusan hubungan kerja). Ironisnya lagi, alasan PHK yang dipakai PT Sreeya Sewu bukan lagi pengurangan karyawan seperti yang disampaikan sebelumnya, tetapi dituduh melakukan kesalahan kerja dan harus bertanggung jawab sendiri atas kesalahan yang dituduhkan itu. Selain itu, Zaenal juga tidak diberikan pesangon, seperti yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan.
Merasa didholimi oleh PT Sreeya Sewu, Zaenal didampingi Kuasa Hukumnya Agung Silo Widodo Basuki SH MH dan Suntoro SH, melaporkan kasus tersebut ke Disnaker (Dinas Tenaga Kerja) Sidoarjo.
Sudah dua kali sidang mediasi di Disnaker, yang terletak Jalan Raya Jati No.4. Namun dalam sidang mediasi sesuai dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 dan
Perkara Perselisihan Hubungan Industrial No. Agenda: 55/PHK/11/2024, mediasi tersebut tetap deadlock.
Dalam keteranganya, Kuasa Hukum Zaenal, Agung Silo Widodo Basuki SH MH mengatakan, bahwa selama ini kliennya (Zaenal) bekerja sekitar 25 tahun tidak punya kesalahan. Namun jika PT SG menganggap Zaenal punya kesalahan kerja, maka yang diminta bertanggungjawab tidak hanya Zaenal saja, melainkan juga pimpinan diatas.
Selain itu, kata Agung, jika ada kesalahan kerja, proses PHK itu ternyata tanpa ada Surat Peringatan (SP) terlebih dahulu. “Seharusnya kalau ada kesalahan harus ada SP1, SP2 hingga SP3. Itu membuktikan bahwa karyawan memang ada kesalahan, tapi ini tidak ada (Surat Peringatan),” jelas Agung.
Tidak hanya itu, lanjut Agung, dalam surat PHK dari PT Sreeya Sewu tidak disebutkan adanya uang pesangon, sesuai dengan UU Tenaga Kerja. Yang tertera hanya akan diberikan uang pisah dan uang hak masa kerja. “Hal ini kita tolak secara tegas. Karena tidak sesuai dengan Undang-Undang. Kalau pun perusahaan tidak menginginkan karyawan bekerja dan ngotot PHK, ya hak-hak pekerja harus diberikan semua,” terang Agung.
Agung juga menjelaskan, bahwa ada tiga komponen yang harus dipenuhi oleh PT Sreeya Sewu jika mem-PHK karyawan. Yakni, memberikan uang pisah, memberikan uang penghargaan masa kerja dan uang pesangon yang besarnya 2 kali ketentuan UU.
“Karena masa kerjanya sekitar 25 tahun maka klien saya berhak atas uang pesangon 9 X 2, uang penghargaan masa kerja 10 X gaji. “Jadi kalau dihitung yang harus diterima klien saya 28 X gaji. Dan, gaji sebagai dasar perhitungan gaji perbulan sebesar Rp. 10.790.565. Jika tidak di penuhi maka kami akan terus melakukan upaya hukum atas perkara ini,” tambah praktisi hukum kelahiran Banyuwangi ini.
Sedangkan, Dwi L bagian HRGA PT Sreeya Sewu ketika dikonfirmasi awak media melalui WhatsApp-nya, Sabtu (7/12/2024), tidak memberikan balasan. (Hr)