
Surabaya-SUARAKAWAN.COM: Panas, situasi sidang PHI (Perselisihan Hubungan Industrial) antara tergugat PT Sreeya Sewu Indonesia Tbk dengan penggugat yang diwakili pengacaranya Agung Silo Widodo Basuki SH., MH. dan Suntoro SH., MH.
Pasalnya, dalam sidang tersebut pengacara PT Sreeya terlibat debat dengan kuasa hukum Zaenal Mukaffi Makki ST, yakni Agung Silo Widodo Basuki SH., MH. Pengacara PT Sreeya keberatan atas pertanyaan kuasa hukum penggugat, hingga Ketua Majelis Hakim Nyoman Ayu Wulandari SH.,MH. memberi teguran dengan mengetuk palu dengan keras di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Memanasnya sidang PHI ini terjadi ketika Manager HRD PT Sreeya Sewu Indonesia bernama Dwi dihadirkan sebagai saksi. Dalam keterangannya, Dwi mengaku bahwa PHK terhadap Zaenal Mukaffi Makki ST., lantaran adanya kesalahan berat saat bekerja. Sehingga sesuai Peraturan Perusahaan harus di PHK.
Keterangan Dwi ini memantik reaksi dari Kuasa Hukum Zaenal Mukaffi, Agung Silo Widodo Basuki SH., MH. Spontan praktisi hukum kelahiran Banyuwangi ini bertanya kepada Dwi, kriteria kesalahan berat yang berkaitan dengan Peraturan Perusahaan yang bagaimana persyaratannya? Mendengar pertanyaan tajam tersebut kuasa hukum dari PT Sreeya langsung mengajukan keberatan, dengan dalih yang berhak menjelaskan itu ialah ahli. Mendengar sanggahan dari kuasa hukum tergugat, Agung pun kembali menjelaskan jika pertanyaan yang diajukan kepada saksi Dwi tersebut berdasarkan fakta yang dikaitkan dengan Peraturan Perusahaan. Sehingga layak untuk dijawab dan dijelaskan oleh saksi, yang saat ini menjabat Manager HRD PT Sreeya Sewu Indonesia.
Aksi keberatan kuasa hukum PT Sreeya Sewu Indonesia akhirnya menimbulkan perdebatan di ruang sidang hingga Ketua Majelis Hakim Nyoman Ayu Wulandari SH., MH. memberi teguran. “Tidak ada perdebatan di ruang sidang,” teriak Nyoman seraya mengetuk palu dengan keras.
Sementara usai sidang, kuasa hukum penggugat Agung Silo Widodo Basuki SH., MH. kepada awak media menyatakan, bahwa sesuai UU Cipta Kerja, karyawan yang di PHK dengan alasan melanggar atau melakukan kesalahan berat harus memenuhi beberapa syarat. Diantaranya, adanya pengakuan dari karyawan atas kesalahan tersebut, selain itu pihak perusahaan harus mempunyai bukti kuat atas kesalahan yang dilakukan oleh karyawan yang di PHK tersebut. “Dan yang ketiga, harus ada proses yang adil. Jadi proses PHK harus dilakukan dengan adil dan transparan. Dengan memberikan kesempatan kepada karyawan untuk membela diri, tapi dalam hal ini tidak dilakukan oleh perusahaan,” jelas Dewan Penasehat IKADIN Sidoarjo ini.
Ketika disinggung jika kesalahan kerja oleh karyawan apakah juga menjadi tanggungjawab atasanya? “Pada saat sidang sudah saya tanyakan, khan penggugat ini sebagai Manager yang punya atasan Plant Manager, tapi saksi (Manager HRD) malah menyampaikan bahwa ada tiga Manager di PT Sreeya. Seharusnya, Plant Manager harus bertanggungjawab jika ada kesalahan kerja karena atasan dari para Manager,” terang Agung.

Agung juga memaparkan, jika sebelumnya terkait hak-hak pekerja, termasuk hak pesangon dan lainnya sudah ia sampaikan saat sidang mediasi. Dan hak-hak pekerja tersebut sudah sesuai dengan UU. Namun, hak pekerja yang disampaikan itu ditolak oleh PT Sreeya, sehingga tidak ada kesepakatan kedua belah pihak.
“Perusahaan memang mau memberikan pesangon, tetapi tidak sesuai. Sehingga dapat dikategorikan melanggar hukum,” pungkas Agung. (AH)