Sebentar kemudian Pandan Wangi menghentak kuda menuju persimpangan, tetapi setibanya di tempat itu, dua lingkaran perkelahian telah sirna dari pedukuhan. Kesimpulan yang sama pun kembali menempati ruang pikirannya. Keningnya berkerut dengan dua mata terpicing. Ia berpikir bahwa memang seperti inilah siasat yang digunakan oleh Raden Atmandaru. Membuat kekacauan secara mendadak dengan tetap menyembunyikan kekuatan yang sebenarnya. Pandan memutar tubuh, lalu bertanya pada pengawal Jagaprayan, “Apakah perkelahian ini tiba-tiba selesai begitu saja?”
“Benar, Nyi Pandan Wangi. Keduanya diawali dengan suitan nyaring. Lalu tiba-tiba mereka membubarkan diri lalu menuju sungai,” jawab seorang dari pengawal.
“Lalu, Sukro dan Sayoga?”
“Mereka berdua tidak mengejar gerombolan itu. Justru saya mendengar bahwa mereka bergegas menuju pedukuhan induk.”
Pandan Wangi menengadahkan wajah ke arah matahari terbit. Berkata lirih kemudian, “Hari tak kunjung berganti. Semoga kawan-kawan kita belum berputus asa.” Sejenak ia mengedarkan pandangan ke sekumpulan pengawal Jagaprayan, lalu katanya, “Aku akan tinggal di sini bersama kalian. Dan sekarang, aku minta kalian segera memeriksa akibat dari dentuman yang berturut-turut menggelegar. Aku menunggu Ki Sanak sekalian di banjar pedukuhan. Secepatnya Ki Sanak sekalian membuat tinjauan dengan cermat lalu laporkan padaku.”
Sejumlah orang membubarkan diri untuk menjalankan perintah Pandan Wangi. Lima orang mengiringi perjalanan Pandan Wangi yang mengarahkan langkah ke banjar pedukuhan.
Tiga orang telah kembali menghadap Pandan Wangi. Mereka memberi keterangan-keterangan sesuai pertanyaan Pandan Wangi.
“Hmm, sekarang, kita dapat memperkirakan bahwa serangan-serangan musuh tidak akan selesai begitu saja. Selalu ada kemungkinan mereka akan kembali menyerang secara mendadak untuk meruntuhkan semangat Ki Sanak seluruhnya. Musuh mungkin tidak akan membuka serangan ulang melalui wilayah yang sama. Tetapi mereka akan berpindah-pindah. Meski demikian, perpindahan itu sangat mungkin untuk tidak dilakukan berkali-kali. Bagaimanapun, mengalihkan perhatian juga membutuhkan persiapan dan tenaga yang sangat besar.”
Ki Bekel mengangkat tangannya, lalu bertanya, “Nyi Wangi, apakah dengan begitu kita juga harus selalu bergerak supaya dapat menghalangi mereka setiap saat?”
“Kita akan pikirkan itu bersama-sama.” Pandan Wangi melempar pandangannya keluar halaman banjar. Lalu berkata pada Ki Bekel, “Ki Bekel tentu dapat membuat bagan tentang pedukuhan ini. Terutama daerah atau wilayah yang mungkin akan dijadikan jalan masuk, seperti halnya sungai tadi.”
Beberapa orang menatapnya dengan tanya.
Menyadari pertanyaan yang tidak terucap dari orang-orang di dekatnya, lantas Pandan Wangi berucap, “Perintang yang dipasang berdasar perintah Ki Rangga ternyata tidak mendatangkan kesulitan bagi mereka, itu berarti kita harus menambah halangan. Setidaknya kita dapat melapisi perintang dengan penambahan jumlah pengawal atau meningkatkan perondaan.”
“Oooh..”
Pada malam itu juga di bawah arahan Pandan Wangi, para pengawal memperkuat perintang yang sebelumnya telah terpasang. Dengan bergayut pada harapan dan kekuatan yang masih tersimpan, Ki Bekel dan orang-orang pedukuhan kembali bekerja dan berteguh pada keyakinan yang ditanamkan oleh Pandan Wangi.
Pada malam itu pula, orag-orang kembali terlihat hilir mudik di sungai dan pategalan yang mungkin menjadi titik lemah pertahanan mereka. Pedukuhan Jagaprayan semakin dikuatkan dengan bebatuan serta kayu-kayu yang disusun lebih rapi dan lebih mirip lorong menuju jebakan.
Sengau suara katak dan lengking jangkrik seolah menjadi irama yang memompa semangat Pedukuhan Jagaprayan. HIngga lintang-lintang mulai bergeser, mereka akan menuntaskan pekerjaan. Sedikit waktu lagi!
Sebelumnya harapan berkembang di hati mereka sewaktu Pandan Wangi menyatakan keputusannya untuk berada di Pedukuhan Jagaprayan. Dan kini, kemampuan Pandan Wangi mengatur siasat semakin membesarkan semangat orang-orang pedukuhan. Maka dengan begitu, ketakutan pada serangan lanjutan mulai terkikis dari sanubari para pengawal pedukuhan.