SuaraKawan.com
Bab 7 Gerbang Pasukan Khusus

Gerbang Pasukan Khusus 1

Dalam waktu yang sempit, para perwira sudah tidak lagi mempunyai kesempatan untuk berpikir lebih lama. Mereka telah mendengar kedahsyatan ilmu Toh Kuning dan ia menjadi satu-satunya harapan untuk menyelamatkan Sri Baginda Kertajaya pada saat terakhir.

Gubah Baleman kemudian membubarkan pertemuan itu setelah mendengarkan saran dan pendapat sejumlah perwira untuk memperbaiki siasat.

Malam yang mencekam setiap prajurit saat terbayang pertempuran yang segera meletus. Langit yang cerah sudah tidak dapat menjadi penawar bagi hati yang telah mengobarkan api perjuangan. Pada waktu itu, sepasang kaki melangkah keluar dari barak pasukan khusus. Ia menyelinap di antara pepohonan yang tumbuh tidak terlalu rapat.

Kemudian tibalah ia di sebuah tempat yang lapang. Ia seperti menunggu kedatangan seseorang. Tak lama setelah kedatangannya, sebuah bayangan meluncur deras ke arahnya.

“Toh Kuning,” kata orang yang baru datang.

“Ki Tumenggung,” jawab Toh Kuning setelah membungkuk hormat. Keduanya lantas berdiri berhadapan dan kata Gubah Baleman kemudian, ”Aku heran dengan permintaanmu untuk berbicara di tempat yang sunyi ini. Rasanya kau tidak percaya pada keamanan dalam bilikku.”

“Ampuni saya. Bukan seperti itu, Ki Tumenggung,” kata Toh Kuning. Lalu, ”Saya  tidak ingin satu orang pun mempunyai keraguan seperti yang saya alami sekarang.”

Dahi Gubah Baleman berkerut, kemudian, ”Apa yang kau pikirkan?”

“Saya ingin mengetahui alasan Sri Baginda mengirim pasukan perang ke Tumapel.” Toh Kuning menatap Gubah Baleman dengan sorot mata berkilat.

Gubah Baleman menghela napas panjang. “Sebenarnya aku tidak ingin pertemuan ini terjadi tetapi aku sangat mengenalmu,” ia mendesah lirih. “Kenapa kau bertanya seperti itu? Seorang raja tidak dapat dimintai tanggung jawab atas keputusan yang telah dijatuhkan.”

“Seorang raja adalah orang yang mempunyai hak untuk dipatuhi. Lalu saya mematuhi semua perintah raja karena itu adalah kewajiban. Namun seorang raja juga mempunyai kewajiban meskipun tidak dapat dinilai atau dimintai tanggung jawab. Sebagai orang yang mengangkat diri sebagai wakil dewa, tidak sepantasnya seorang raja memaksa orang lain untuk bergabung bersamanya dalam satu ikatan yang sama. Apalagi, bila  akhirnya raja itu memaksa orang lain untuk menanggalkan keyakinan yang paling dasar,” kata Toh Kuning.

“Apakah kau mempunyai anggapan bahwa Sri Baginda berbuat salah dengan keputusannya untuk menyerang Tumapel?” tanya Gubah Baleman.

“Saya tidak pernah bermaksud mengabaikan perintah raja. Ampuni saya, Ki Tumenggung. Saya selalu beranggapan bahwa raja selalu berbuat benar dan ia ada untuk kebenaran. Tetapi, dalam waktu ini, saya  melihat segala sesuatu yang kemudian menjungkirbalikkan semua anggapan. Nilai kebenaran yang saya yakini selama ini pun pupus dengan kenyataan yang saya saksikan,” desah Toh Kuning kemudian ia duduk diatas sebatang pohon yang tumbang.

Lalu ia berkata, ”Dan saya merasakan bahwa wibawa seorang raja akan tumbang saat memaksakan diri untuk memberi beban yang tidak mungkin sanggup dipikul oleh rakyatnya. Maksud saya adalah tidak layak bagi seorang raja memerintah rakyatnya untuk bekerja melampaui batasan jasmaninya. Akhirnya mustahil bagi raja memaksa rakyatnya untuk mengikuti kemauannya dari segi rohani.”

“Inti persoalan adalah Ken Arok,” kata Gubah Baleman. “Ia melupakan kehormatan dan pengampunan yang berasal dari Tunggul Ametung. Seseorang yang telah terangkat naik maka tidak semestinya mengabaikan pihak-pihak yang terkait dengan pengangkatan itu.”

“Ken Arok bukanlah masalah yang besar,” Toh Kuning mencoba menjelaskan. “Ia melihat keadaan Tumapel yang serba timpang di banyak segi kehidupan. Kesejahteraan yang tidak merata dan keadilan yang tidak dapat diraih oleh rakyat biasa. Saya tahu Ken Arok tetap bersalah. Ia bukan apa-apa ketika memasuki istana Tumapel. Bagi saya, Ken Arok adalah seseorang yang sama sekali tidak mengenal terima kasih. Namun menghukum Tumapel karena kesalahan satu orang adalah tindakan yang jauh dari kata adil.”

Gubah Baleman mengangguk-anggukkan kepala. Katanya, ”Tentu kau akan berkata seperti itu. Banyak peristiwa yang menghubungkan kalian berdua untuk selalu dapat merasa tetap saling melindungi dan saling membutuhkan. Namun sejatinya hubungan antar peristiwa yang menggores kesan mendalam di jantung kalian akan tumbuh seperti duri dalam daging.“

Related posts

Merebut Mataram 28

Ki Banjar Asman

Tanah Larangan 3

Ki Banjar Asman

Pertempuran Hari Pertama 1

Ki Banjar Asman