SuaraKawan.com
Bab 8 Tanah Larangan

Tanah Larangan 3

“Kau dapat berkata apa saja. Aku hanya seorang prajurit yang tidak akan mempunyai harapan apabila Tumapel dapat dikalahkan oleh Kediri,” Toh Kuning berkata terus terang sambil menegaskan, ”aku akan memberimu hukuman atas dua perbuatan.”

“Bergabunglah bersama orang-orang kalah,” tukas Ken Arok.

“Ken Arok! Aku telah melupakan segala sesuatu yang menjadi ikatan kita berdua,” kata Toh Kuning.

“Aku tidak pernah kecewa dengan pendirianmu. Pertempuran ini tidak akan melibatkan orang lain,” kata Ken Arok lalu ia berpaling pada pengikutnya, “aku melarang kalian untuk turut campur dalam pertarungan kali ini. Ini adalah urusanku sepenuhnya dengan saudara seperguruanku. Kalian dapat menganggap perkelahian ini adalah perang saudara.”

Sedangkan Toh Kuning memberi perintah pasukannya untuk mundur. Lalu ia berkata,”Terlepas dari siapa pun yang menjadi pemenangnya, aku perintahkan kalian untuk menjaga pertarungan ini agar tetap adil dan jujur. Kalian boleh membunuh siapa saja yang mencoba membantuku atau membantu Ken Arok.”

Seusai Toh Kuning mengatupkan bibirnya, Ken Arok telah datang dengan serangan membadai. Setiap ayunan kaki tangannya menimbulkan suara berdesing yang mengiris dada. Meski demikian ia sadar bahwa Toh Kuning bukan lawan yang mudah ditundukkan. Ia tidak mengejar Toh Kuning yang meloncat surut dua langkah.

Seruan terkejut dari pengikut Ken Arok ketika Toh Kuning melompat sambil menebaskan sisi luar telapak tangannya pada pelipis Ken Arok. Ken Arok menghindar dengan cara yang mengagumkan. Selanjutnya mereka terlibat dalam penjajagan yang lambat. Gerakan-gerakan mereka seolah orang yang baru mengenal olah kanuragan sedang berlatih bersama namun di balik itu desir angin selalu mengiringi setiap ayunan tangan dan kaki mereka.

Orang-orang di sekitar lingkaran perkelahian kemudian menjauhi Toh Kuning dan Ken Arok. Angin pukulan yang keluar setiap kali lengan dan kaki mereka terayun menyambar dan menyakitikan bagi yang berada di dekat mereka.

Ken Arok menjalani pertarungan itu dengan sadar bahwa lawannya adalah seorang prajurit yang memiliki ketinggian ilmu yang sulit dibayangkan. Tidak mudah memainkan perasaan Toh Kuning yang menempa diri menjaga endapan perasaan bertahun-tahun lamanya. Itulah awal kesulitan yang akan dihadapi Ken Arok. Seorang berkepandaian tinggi dan tidak mudah dipancing agar lepas penguasaan diri.

Dua pasang kaki dan tangan Ken Arok dan Toh Kuning menimbulkan warna warni yang luar biasa. Di bawah cahaya matahari siang itu, pertarungan mereka begitu dahsyat. Keduanya sama-sama mengetahui kelebihan dan kekurangan lawan, maka perkelahian berlangsung sedemikian ketat. Walau begitu, Ken Arok dapat melihat bahwa perkembangan Toh Kuning jauh berada di atas perkiraannya. Meskipun mereka mempunyai unsur dasar gerak yang sama, tetapi Toh Kuning mampu mengembangkan tata geraknya menjadi lebih rumit dan sering membingungkan Ken Arok.

Serangan-serangan Toh Kuning yang berasal dari gerak kakinya benar-benar berbahaya. Bahkan, Ken Arok merasa asing dengan segala bentuk tendangan yang dilepaskan oleh saudara seperguruannya itu. “Meski kami berguru pada orang yang sama, mengapa ia menjadi berbeda?” tanya Ken Arok dalam hatinya.

Toh Kuning secara tepat dapat menggunakan dua lututnya dalam pertarungan jarak pendek, begitu pun dua sikunya. Meski sempat keteteran pada awal bentrokan, Ken Arok dapat mengembalikan keseimbangan melalui tata gerak yang dikembangkannya sendiri.

Dalam waktu itu, Toh Kuning segera merasakan kemajuan ilmu Ken Arok meskipun begitu ia belum mengurangi tekanan. Bahkan setahap demi setahap, Toh Kuning meningkatkan kecepatan geraknya. Demikian pula Ken Arok yang tetap berusaha mengimbangi senapati Kediri dengan mengikuti perubahan-perubahan yang dilakukan Toh Kuning.

Sekalipun perkelahian itu berlangsung dengan lambat, dua saudara seperguruan itu dapat merasakan bahaya maut yang mengintai di balik setiap ayunan kaki dan tangan.

Waktu terasa berjalan layaknya seekor siput yang merambat. Matahari yang belum terlalu condong ke barat seperti enggan bergulir melihat jalannya pertarungan di tengah-tengah hutan yang diapit dua tebing curam di lereng Kelud. Ken Arok serasa membentur dinding tebal yang dilapisi kekuatan kasat mata. Ia mengalami kesulitan untuk menembusnya. Maka kemudian ia meningkatkan kecepatannya melampaui Toh Kuning dan pertempuran pun menjadi lebih seru.

Related posts

Kiai Plered 31 – Pedukuhan Janti

Ki Banjar Asman

Lembah Merbabu 25

Ki Banjar Asman

Pertempuran Hari Kedua – 15

Ki Banjar Asman