SuaraKawan.com
Bab 8 Tanah Larangan

Tanah Larangan 4

Bila sebelumnya pertarungan kedua orang yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata itu seolah membosankan, namun sekarang teriakan-teriakan dari pengikut masing-masing membuat riuh daerah sepi yang berada di tengah alam liar.

Kedua orang muda yang berbeda pandangan hidup itu memiliki pengalaman yang luas di medan yang sulit. Mereka pernah bertarung di tengah sawah dengan lumpur setinggi lutut. Mereka pernah berlatih bersama di sebuah tebing dekat air terjun yang terletak di Tumapel bagian selatan. Maka dengan demikian dapat dibayangkan betapa hebat pertarungan yang terjadi di antara mereka. Ken Arok sesekali mengeluarkan kata-kata kasar untuk merobek ketenangan jiwa Toh Kuning yang sekian lama telah mengendap. Ia tahu yang harus dilakukan untuk menundukkan Toh Kuning tanpa membunuhnya. Jauh di dalam hatinya, Ken Arok merasa sayang pada  orang yang telah banyak melewati suka dan duka bersamanya. Namun Toh Kuning tidak ingin kehilangan pengendalian diri, bahkan ia mencari akal untuk dapat mengalahkan Ken Arok lebih singkat dari waktu yang ia perkirakan.

Dalam waktu itu, medan pertarungan mereka mulai menyebarkan angin panas. Pakaian orang-orang yang mengitari mereka mulai basah oleh keringat meskipun mereka tidak turut mengerahkan ilmunya. Namun udara sekitar yang menjadi lebih panas memaksa orang-orang yang melihat pertarungan meningkatkan daya tahan tubuhnya. Sejumlah orang memilih untuk bergeser sedikit jauh menghindari sambaran udara panas yang seringkali menghantam daya tahan mereka.

“Pertarungan ini akan selesai tiga hari lagi, Ken Arok,” kata Toh Kuning sambil meloncat ke samping menghindari pukulan Ken Arok.

Ken Arok tertawa pendek, lalu ia berkata,”Ya, dan itu adalah waktu yang mengerikan bagimu karena  selalu dibayangi kematian selama tiga hari tiga malam.” Ia meloncat surut saat sisi luar tendangan samping Toh Kuning nyaris menggapai keningnya.

Toh Kuning kemudian tertawa lepas sambil berkata, ”Aku tidak tahu yang sebenarnya aku rasakan sekarang. Tetapi aku seperti melakukan pekerjaan yang menyenangkan. Mari kita lihat kemampuanmu sekarang sebagai penguasa Tumapel!”

Sedikit banyak Ken Arok merasa terganggu dengan ucapan Toh Kuning, namun ia harus dapat memaksa dirinya supaya tidak lepas dari pengamatan. Maka yang terjadi kemudian adalah kedua orang itu bertempur setingkat lebih tinggi. Toh Kuning mengerahkan tenaga inti disertai hawa dingin yang membuat kulit terasa perih. Ken Arok ternyata juga melakukan perbuatan yang sama, ia bergantian mengeluarkan hawa dingin dan panas yang keluar dari kedua telapak tangannya.

Maka perkelahian itu seperti ajang unjuk gelar kekuatan yang tidak terlihat oleh mata biasa. Dedaunan bergoyang-goyang ketika sambaran angin yang sangat kuat menerpa ranting dan sekitarnya. Sejumlah daun terlihat mulai layu dan mengering karena diterpa hawa panas yang sebenarnya dapat membakar daun kering.

Sekali-kali terdengar bunyi ledakan saat dua tenaga inti berkekuatan besar saling berbenturan. Tidak jarang percikan api meloncat ketika kedua pukulan beradu kulit. Namun belum ada seorang pun dari keduanya mengalami goncangan hebat.

Ken Arok pada dasarnya terheran-heran dengan perkembangan ilmu Toh Kuning. Ia tidak mengira kemajuan yang sangat pesat dapat diraih oleh lawannya yang kini menjadi senapati tangguh pasukan khusus.

“Toh Kuning,” kata Ken Arok, ”sebenarnya aku mengira kau berada dua lapis dari tingkatanku. Bagaimana kau akhirnya mampu berbuat seperti ini?”

“Karena aku mengerti siapa diriku, Ken Arok. Aku tidak pernah berhenti untuk berusaha agar mencapai puncak.” Toh Kuning lantas meningkatkan serangannya yang kini seperti badai yang ganas di lautan.

“Bagus,” Ken Arok berseru nyaring seraya memiringkan tubuhnya ke samping kemudian kakinya menjejak tanah lalu meluncur sambil melepaskan tendangan beruntun. Serangan Ken Arok datang sangat deras seperti air bah yang menghancurkan tanggul. Serangan Ken Arok yang mengandung getaran yang dapat merusak gendang telinga. Toh Kuning meloncat surut kemudian ia memutuskan untuk menggeser tempat berkelahi mendekati tebing yang tegak lurus menjulang ke angkasa. Sementara di bawah tebing cadas itu terdapat tanah lapang yang tidak begitu luas dan pohon-pohon tumbuh dalam jarak yang agak jauh.

Related posts

Kiai Plered 88 – Randulanang

Ki Banjar Asman

Penculikan 6

Ki Banjar Asman

Merebut Mataram 17

Redaksi Surabaya