SuaraKawan.com
Bab 6 Wringin Anom

Wringin Anom 3

“Jika begitu,” kata Patraman melanjutkan sambil mengelus dagunya, ”agar dua pekerjaan dapat terlampaui, Ki Cendhala Geni mungkin dapat menjadi jawaban terbaik.”

“Bagus.”

“Dan, aku segera membinasakan gerombolan penculik itu setelah Arum Sari berada di tanganku.” Patraman berkata seraya memicingkan mata dan menatap tajam Laksa Jaya.

“Apakah itu berarti engkau akan menggunakan para pengawal kademangan dan ditambah wewenangmu sebagai lurah prajurit?”

“Tidak seluruhnya akan seperti itu,” ucap Patraman kemudian meneruskan, ”aku dengar dari pembicaraan beberapa lurah prajurit, bahwa Ki Cendhala Geni telah melarikan diri ketika disergap pasukan Ki Rangga Ken Banawa di Alas Cangkring.”

“Aku pun mendengar berita itu,“ sahut cepat Laksa Jaya.

“Dari beberapa petugas sandi,” kata Patraman kemudian, ”Ki Cendhala Geni sebenarnya mengikuti perkembangan yang terjadi di kotaraja. Tentu kau juga sudah mendengar bagaimana sikap Ki Nagapati pada Sri Jayanegara. Dan tentu saja untuk orang-orang seperti Ki Cendhala Geni akan mengambil keuntungan dari ceruk yang dalam. Apabila apa yang aku lakukan ini dapat menggapai keberhasilan, sudah barang tentu orang seperti itu akan dapat menjadi penghalang. Maka itu aku kira lebih cepat kita menyingkirkan Ki Cendhala Geni akan lebih baik.

“Untuk itulah aku akan menyuruh Rajapaksi menemui Ki Banawa untuk menuntaskan kawanan Ki Cendhala Geni. Dengan begitu, kita tidak perlu susah payah memburu orang itu. Karena jika Ki Banawa telah memburunya maka satu pekerjaan kita telah diselesaikan oleh senapati itu.”

“Aku dapat menerima rencanamu tanpa keraguan,” kata Laksa Jaya. Ia berhenti sejenak seolah satu lintasan kuat tengah memasuki benaknya. Bagus! Tidak terpikir olehku untuk menggunakan Ki Banawa dalam menggulung Ki Cendhala Geni, gumam Laksa Jaya. Kemudian ia berkata, “Dengan begitu kita telah mengurangi lagi satu penghalang dengan tangan yang bersih. Apakah engkau terpikir untuk menggabungkan diri dengan kekuatan yang ada di pantai timur?”

“Ki Sentot Tohjaya?”

“Tentu saja,” dengan nada datar Laksa Jaya menjawabnya lalu, “Siapa yang berani berdiri tegak kemudian melayangkan tantangan pada raja Majapahit untuk saat ini?”

Patraman tidak segera menyahut ucapan Laksa Jaya. Sejumlah waktu ia gunakan untuk merenungi kata-kata kawan dekatnya itu. Mungkin bergabung dengan Ki Sentot adalah jalan terakhir ketika segala permainan telah terbongkar, pikirnya.

“Tentu saja bergabung dengan mereka akan menjadi hal yang sulit kamu lakukan bila mereka tahu permainan ini. Penculikan.ini sudah pasti tidak akan dapat diterima oleh Ki Sentot Tohjaya. Bagaimanapun juga kita harus mengingatnya sebagai seorang perwira yang mempunyai martabat cukup tinggi,” ucap kata Laksa Jaya mengigatkan Patraman agar tidak gegabah.

Patraman terdengar bergumam sendiri, lalu ia menggerakkan lidahnya, “Baiklah Laksa Jaya, kita dapat pikirkan itu setelah pekerjaan pertama, menculik Arum Sari, telah tuntas.

“Siang ini aku segera kirimkan beberapa orang untuk mencari tahu keberadaan Ki Cendhala Geni. Dan tugasmu adalah menemui Ki Cendhala Geni setelah diketahui di mana ia berada.”

“Aku setuju.”

Kecamuk pikiran Patraman segera meruncing dan bayangan wajah Pang Randu tiba di pelupuk matanya. Ia merasa telah berbuat banyak bagi Pang Randu, terlebih lagi rencana penculikan juga berasal darinya, maka Patraman merasa lebih ringan bila ia melangkah masuk ke lingkaran Ki Sentot Tohjaya. Sejenak ia mengamati dari luar pandangannya sebagai perwira Majapahit, lalu didapatinya bahwa kedudukan yang ia peroleh akan terancam. Hukuman mati menjelang dalam benaknya. “Digantung di depan banyak orang tentu bukan keinginan orang tuaku. Namun, aku telah dewasa dan sekiranya aku tertangkap hidup-hidup maka sudah pasti Pang Randu akan membersihkan namaku. Ia telah berjanji,” hati Patraman berkata-kata.

Siang itu juga beberapa orang segera berangkat menelusuri jejak Ki Cendhala Geni. Sementara Laksa Jaya mengadakan beberapa persiapan untuk berbagai kemungkinan yang akan terjadi bila suatu ketika bertemu dengan Ki Cendhala Geni.

Beberapa hari kemudian, Patraman mendapat kabar bahwa Ki Cendhala Geni dan Ubandhana berada di Kahuripan setelah berhasil lolos dari sergapan prajurit  yang dipimpin oleh Ken Banawa.

 

(bersambung “Pemberontakan Senyap”)

Related posts

Kiai Plered 14 – Pedukuhan Janti

Ki Banjar Asman

Kiai Plered 56 -Gondang Wates

Ki Banjar Asman

Merebut Mataram 32

Ki Banjar Asman