Ken Arok tidak menghentikan gelombang serangnya. Ia memburu Toh Kuning yang melesat menjauh darinya. Dalam jarak yang rawan dengan intaian maut, Toh Kuning mampu mengelak tendangan Ken Arok dengan mencondongkan tubuhnya lebih rendah. Namun angin panas yang mengiringi tendangan itu menimbulkan rasa panas yang menyengat bagian leher Toh Kuning. Ia terhuyung mundur oleh dorongan angin tenaga inti.
Toh Kuning tidak mempunyai kesempatan mengukur kekuatan angin tendangan lawannya karena Ken Arok kembali menghujaninya dengan hantaman-hantaman yang mengandung hawa dingin. Toh Kuning tidak lagi mengelak serangan Ken Arok, kini ia menyambut setiap pukulan Ken Arok dengan tangkisan-tangkisan yang diselubungi hawa panas. Ketika ia melihat kesempatan terbuka pada celah pertahanan Ken Arok, Toh Kuning meloncat ke samping lalu menggebrak dengan menggunakan tumitnya. Tetapi Ken Arok mampu menghindarinya dengan bertumpu pada ujung kaki lalu memutar tubuh seperti pusaran air. Toh Kuning merasa seperti terhisap oleh angin yang ditimbulkan oleh tubuh Ken Arok yang berputar sangat cepat. Ia melejit lalu menukik bagaikan elang menyambar mangsanya. Toh Kuning yang mendapat kesempatan untuk membalas serangan kini mengalirkan kekuatannya bagaikan ombak yang bergulung-gulung tiada henti.
“Pamekas!” seorang prajurit bergeser mendekati Pamekas.
Pamekas berpaling padanya, lalu prajurit itu bertanya, ”Bagaimana jika lurah mengalami kekalahan pada perang tanding ini?”
Pamekas tersenyum dan membesarkan hati kawannya. Ia berkata kemudian, ”Kita akan bergabung dengan Ken Arok di Tumapel.”
Prajurit itu terperanjat dengan jawaban Pamekas. Lalu Pamekas menambahkan, ”Ki Lurah kalah atau menang, sebenarnya itu tidak akan dapat membelokkan akibat dari keputusan kita. Kita tidak akan dapat memasuki barak pasukan khusus sebagai prajurit dan kita juga tidak akan dapat diterima kembali sebagai prajurit Kediri.”
Kawannya mengangguk-angguk lalu bertanya lagi, ”Apakah kita akan bertempur melawan pengikut Ken Arok?”
“Pertempuran itu tidak akan terjadi. Percayalah bahwa Ken Arok akan menghormati keputusan sahabatnya meskipun mereka sedang bertarung mati-matian,” jawab Pamekas tanpa menanggalkan senyum. Pamekas seperti mempunyai kepercayaan dan keyakinan yang kuat pada kedua orang yang sedang bertempur dengan ilmu tingkat tinggi.
“Apakah itu berarti kita bergabung dengan Tumapel sebagai prajurit?”
Pamekas menggeleng-geleng kemudian, ”Itu terserah keputusan Ken Arok. Tetapi aku yakin jika Ken Arok tidak akan pernah mengecewakan Ki Lurah.” Sejenak kemudian mereka kembali memalingkan pandangan pada pertarungan luar biasa yang belum pernah mereka saksikan sebelumnya.
Temannya menggeleng kepala berulang sambil bergumam, “Membingungkan.”
Ken Arok sesungguhnya mengerti apabila Toh Kuning menyimpan kekuatan laksana dewa, karena itu pemimpin baru Tumapel ini kemudian menghimpun segenap tenaga inti dan disalurkan pada dua telapak tangannya. Ia menguatkan kedudukan dengan bertumpu pada lututnya, tiba-tiba ia mendorong dua tangannya dengan telapak tangan mengembang. Toh Kuning menyambut angin pukulan Ken Arok. Dua tenaga inti pun berbenturan. Dua kekuatan yang sanggup meruntuhkan gunung itu menimbulkan getaran hebat pada tanah di sekitar mereka. Orang-orang mulanya menyangka telah terjadi gempa, namun sekejap kemudian mereka sadar bahwa goncangan hebat itu adalah getaran sangat kuat akibat benturan tenaga yang sulit dicari bandingannya.
Ken Arok terkejut dengan kekuatan Toh Kuning meski telah mempunyai dugaan namun ia tidak mengira lawannya menyimpan kekuatan yang sulit diraba. Sebaliknya, Toh Kuning terperanjat melihat Ken Arok masih tegak berdiri setelah benturan hebat itu terjadi.
Keduanya telah terdorong surut beberapa langkah. Dua murid Begawan Bidaran itu merasakan gemetar pada masing-masing lututnya.
Namun itu tidak lama.
Ken Arok menarik keris yang terselip di balik pinggangnya, demikian pula yang dilakukan Toh Kuning. Keduanya beradu pandang. Asap tipis mengepul keluar dari kedua ujung senjata mereka berdua.
Tiba-tiba terdengar teriakan bernada terkejut dari orang-orang di sekitar mereka betapa senjata-senjata mereka terhisap oleh kekuatan yang tak kasat mata. Para pengikut Ken Arok dengan mulut ternganga hanya dapat melihat senjata mereka melayang mendekati Ken Arok. Sekejap kemudian senjata-senjata itu melayang di depan Ken Arok seolah membentuk barisan pertahanan. Pemandangan yang mengerikan sedang berlangsung di depan mata mereka.