Sebagai pemuda yang belajar olah kanuragan dan mempunyai wawasan cukup, Ken Arok telah sedikit banyak tahu mengenai aliran-aliran besar kanuragan yang tersebar di Kediri maka ia mempunyai keyakinan dapat mengatasinya. Tetapi melawan Ki Gading Seta, Ken Arok terlihat seperti seorang anak kecil yang baru belajar berkelahi. Ia kebingungan mengenali aliran perguruan Ki Gading Seta. Semakin jauh perkelahian itu menjejak waktu, Ken Arok semakin sulit menebak arah serangan atau perkembangan dari unsur tata gerak Ki Gading Seta.
Diam-diam Ken Arok meningkatkan daya gedor dengan mengalirkan tenaga inti pada kedua lengannya, tetapi itu pun belum mampu menggoyahkan kedudukan Ki Gading Seta. “Tentu saja aku tidak boleh mati dalam perkelahian ini!” tekad kuat menggelora. Sinar mata Ken Arok menyala terang!
Oleh karena itu, Ken Arok tidak lagi berpikir panjang, ia segera menghunus kerisnya yang berwarna coklat tua maka terjadilah perubahan yang mencolok dalam olah geraknya. Ken Arok kini tidak banyak berubah tempat untuk melakukan serangan, ia mengikuti gerakan Ki Gading Seta yang sekilas seperti lambat dalam bergeser tempat.
Pada saat itu, Ken Arok telah tersudut di ujung tikungan.
Beberapa langkah lagi, Ken Arok tidak akan mempunyai jalan keluar. Maka ia pun berusaha lebih keras dengan putaran keris yang makin cepat dan seperti badai menerjang lautan. Namun perubahan itu datang terlambat. Ken Arok yang seringkali mengandalkan kecepatannya kini berhadapan dengan lawan tangguh yang kaya pengalaman dan mempunyai ilmu sangat tinggi. Maka pertempuran itu hampir tiba pada titik akhir.
Ki Gading Seta melepaskan rantainya berujung bola besi.Ia mengurung Ken Arok dalam sebuah serangan yang dahsyat. Tidak ada kesempatan bagi Ken Arok untuk menyerang, ia berada dalam keadaan sulit tetapi masih berjuang sekuat tenaga. Namun Ki Gading Seta telah berulang kali dapat menggapai tubuh Ken Arok dengan bola besi yang dilecutkannya seperti cambuk. Ken Arok makin meningkatkan daya tahan tubuhnya tetapi pukulan yang diterimanya semakin banyak dan menggapai sendi tulangnya. Walaupun ia dihajar habis-habisan oleh Ki Gading Seta, Ken Arok masih berusaha melepaskan dirinya dari serangan yang mengalir bagaikan air bah.
Pada satu kesempatan, Ken Arok berjungkir balik melompat ke atas seonggok bebatuan. Ia menjauh dan KI Gading Seta sepertinya sengaja melonggarkan ikatan. Napas Ken Arok terengah-engah dengan darah mengalir keluar melalui ujung bibirnya. Dahinya berkerut, ia melihat perkembangan yang terjadi di depannya. Sedikit tidak percaya ia melihat beberapa pengikut Ki Ranu Welang telah duduk dalam keadaan terikat. Sebagian kawannya masih berupaya melawan pengawal Mahendra, namun ada juga yang lari ke bagian hutan yang lain.
Dalam keadaan demikian, Ki Gading Seta penuh percaya diri melangkah maju sambil berkata, ”Anak Muda, kau telah melihat keadaan terakhir dalam usahamu merampas harta benda Ki Mahendra. Berikutnya apabila kau masih mempunyai nyali tentu kau akan bertempur seorang diri melawan kami semua. Dan tentu saja kau akan memilih untuk menyerah pada kami.”
“Akan ada anggapan jika aku dan kawan-kawanku termasuk orang yang tidak beruntung jika menjadi tangkapan orang-orang Kediri. Dan akan muncul tanggapan yang berlawanan, mereka akan mengatakan jika kami adalah kumpulan pemberani. Engkau adalah saksi hidup keberanian kami,” ucap Ken Arok dengan bibir bergetar. “Tidak ada orang yang dilahirkan lalu dengan sengaja memilih jalan hidup sebagai penjahat, tidak pula aku dan kawan-kawanku. Tetapi jika kau berkata bahwa kami adalah sekelompok orang jahat, itu urusanmu! Aku dan mereka, begitu pula kalian seluruhnya, masing-masing mempunyai batasan dalam memenuhi isi perut dan keinginan.