SuaraKawan.com
Bab 14 Pertempuran Hari Pertama

Pertempuran Hari Pertama 5

Mpu Tandri bertempur sangat sengit dan tombaknya berputar-putar menyengat setiap prajurit Sumur Welut yang berada di dekatnya.  Mpu Tandri telah membuka jalan darah untuk memberikan celah bagi pasukan di belakangnya  agar dapat memukul mundur pasukan Sumur Welut yang mencoba menutup celah yang sempat terbuka oleh amuk gajah.

Mpu Tandri memutar-mutar tombaknya dan berloncatan lincah kesana kemari seperti seekor rajawali. Badai prahara yang ditimbulkan  Mpu Tandri benar-benar membuat barisan depan Sumur Welut nyaris luluh lantak. Seekor gajah yang roboh ternyata tidak memberikan keuntungan bagi pasukan Sumur Welut karena Mpu Tandri bertarung melebihi seekor gajah. Dan setiap kali tombaknya mematuk selalu dapat merobohkan selingkaran prajurit di sekitarnya.

“Orang tua itu harus dihentikan agar pasukan Sumur Welut tidak semakin terdesak mundur,” kata Gumilang dalam hati dan sejurus kemudian kudanya melesat membelah kerumunan para prajurit yang sudah saling berhadapan.

“Prajurit di sekitarmu bukanlah orang yang bersalah dan pantas dihukum mati!” seru Gumilang ketika berhadapan dengan Mpu Tandri. Pedang tipis Gumilang terjulur menyentuh tanah.

“Persetan! Memang mereka bukan berbuat satu kesalahan. Tetapi ini adalah peperangan. Sebut namamu agar engkau tak menyesal jika harus mati di ujung tombak seorang Mpu Tandri,” kata Mpu Tandri tanpa menghentikan tombaknya yang masih berputar-putar dalam genggaman.

“Aku adalah Gumilang Prakoso. Marilah, Mpu Tandri. Kita bertarung hingga akhirnya ada yang mendapat hukuman,” seru Gumilang yang seketika melompat maju menerjang Mpu Tandri.

Dengan tangkas Gumilang mencabut belati ketika tubuhnya masih melayang. Tanpa menghentikan putaran tombaknya, Mpu Tandri memapas Gumilang dan dalam sekejap kedua orang ini terlibat dalam pertarungan hidup mati. Gumilang bertempur dengan cermat dan penuh perhitungan. Untuk itulah ia segera mencabut belati yang sewaktu-waktu dapat disusupkan ke celah pertahanan lawan secara tiba-tiba.

Mpu Tandri sesaat dikejutkan dengan kemampuan Gumilang dalam bertempur. Sebenarnya Mpu Tandri diliputi rasa kagum, bahwa dalam usia semuda itu Gumilang mampu memimpin pasukan berkuda dan ternyata juga berhasil mendesak pasukan yang dipimpinnya. Sedangkan Gumilang juga tak kalah kagum dengan kelincahan lawannya yang berusia dua kali lipat darinya.

Sekilas bayangan belati terlihat menyusup ke lambung Mpu Tandri, namun dengan cepat pula Mpu Tandri berhasil menggeser kedudukan untuk menghindari belati lawannya. Menyadari kemampuan Gumilang yang tidak dapat diremehkan, Mpu Tandri selekasnya menekan Gumilang dengan dahsyat.

Putaran tombak Mpu Tandri berayun-ayun sangat deras, menghujani Gumilang dari berbagai penjuru. Kecepatan Mpu Tandri menjadikan dua ujung runcing tombaknya seolah-olah berjumlah puluhan. Dalam beberapa jurus kemudian Gumilang mulai mendapat tekanan yang hebat. Meski begitu Gumilang masih dapat mengimbangi gelombang serangan Mpu Tandri dengan kecepatan yang mengagumkan.

Di bagian lain.

Tubuh besar dan berotot Ki Cendhala Geni seperti tidak mempunyai bobot. Begitu ringan berlompatan mengimbangi kecepatan Bondan. Rambutnya yang putih dan tidak terikat tampak berkibar-kibar setiap kali dirinya melayang cepat di udara. Kapak yang digenggamnya terus mendengungkan suara yang menggetarkan jantung. Setiap prajurit yang berada di dekatnya segera menjauh terlebih lagi ketika mereka melihat seorang anak muda tegak menghadapi Ki Cendhala Geni.

Putaran kapak itu pada mulanya berayun lambat namun angin tenaga begitu kuat dan seolah membentuk dinding yang tak nyata, tetapi keris Bondan mampu menerobos dengan cepat. Maka kapak berputar semakin cepat. Dalam keadaan itu, angin yang berasal dari putaran kapak terasa menyakiti kulit sehingga prajurit yang bertempur di sekitar mereka kian menjauh.

Lingkaran pertarungan Ki Cendhala Geni dengan Bondan pun semakin membesar.  Sekali-sekali keris Bondan menyengat memasuki celah putaran kapak.

Ketika Bondan bergerak cepat mengurung Ki Cendhala Geni tiba-tiba musuhnya mengubah langkah sehingga berbalik memburu Bondan. Kadang sebaliknya, ketika Ki Cendhala Geni mengitari Bondan maka secara mendadak Bondan menggeliat dengan tata gerak yang aneh lalu mengejar lawannya. Sehingga keduanya terlibat saling mengejar, saling mengitari dan terkadang keduanya harus bertumbukan hingga terdorong ke belakang.

“Bersiaplah untuk mati, Bondan. Aku sudah katakan padamu bahwa aku akan menumpasmu dan semua orang yang berada di belakangmu. Aku adalah Ki Cendhala Geni. Aku adalah orang yang akan mencabut nyawa setiap orang dari kalian.”

“Ki Cendhala Geni,” sahut Bondan, ”kenapa kau bersusah payah akan menggantikan dewa maut? Sedangkan engkau tahu bahwa aku sendiri yang akan menghisap nyawamu.”

“Cobalah menangkapku hidup-hidup!”

Related posts

Kiai Plered 27 – Pedukuhan Janti

Ki Banjar Asman

Membidik 35

Ki Banjar Asman

Ini Kemauanku

Ki Banjar Asman