“Oh, engkau rupanya. Masih hidup ternyata,” desis Ubandhana ketika wajah Bondan sedikit terlihat jelas oleh cahaya obor.
“Ya, aku di sini sekarang. Aku harus menuntut balas kematian Ranggawesi dan Ki Lurah Guritna,” sahut Bondan dingin.
“Bukankah justru kedatanganmu adalah untuk menyusul kematian mereka berdua?” derai tawa Ubandhana nyaring menghina Bondan.
“Keadaannya berbeda, Ki Sanak. Tidak ada yang akan mengusik kesenanganku sekarang ini. Tidak pula begundal buruk yang menjadi temanmu!” Kalimat Bondan ditujukan pada Ki Cendhala Geni yang terikat perkelahian satu lawan satu dengan Ken Banawa.
Satu serangan telah disiapkan Bondan, ia kembali menerjang Ubandhana dengan gerakan-gerakan dari ikat kepalanya. Bunyi ledakan berulang menggema dahsyat. Menyakitkan telinga setiap kali suara berdentum memasuki rongga pendengaran. Bondan mengerahkan sebagian besar kekuatannya.
Di sebelah kedua lingkar pertarungan terlihat Laksa Jaya dan Patraman terperangah dengan serangan mendadak dari kelompok yang belum dikenal. Dalam waktu sekejap, Ken Banawa mendapatkan sorot cahaya obor dan wajahnya terlihat jelas oleh Laksa Jaya. Kawan dekat Patraman ini sangat terkejut melihat Ken Banawa turun tangan dalam pencarian Arum Sari. Sebelumnya ia telah mendapatkan berita bahwa pengejaran akan dilakukan oleh Pragola, senapati yang berusia sama dengannya.
Tetapi kenyataannya pada malam itu yang mendatangi mereka adalah senapati yang disebut para penyamun sebagai bayangan dedemit, Ken Banawa.
“Bagaimana terjadinya perubahan ini?” Ia ternganga dengan kehadiran Ken Banawa , tetapi segera disadarkan oleh serangan sangat dahsyat dari Gumilang. Bertubi-tubi anak panah membidik mereka bergantian, Laksa Jaya dan Patraman segera menggerakkan senjata mereka, memutar pedang untuk menangkis hujan anak panah yang dilepaskan Gumilang.
Sebelumnya.
Pragola berubah pikiran sehari setelah bertemu dengan Pang Randu. Jika pada awalnya ia diperintahkan Pang Randu untuk mengejar kelompok Laksa Jaya lalu menutup jejak penculikan, tetapi di tengah jalan, Pragola beralih pikiran. Ia mempunyai kecenderungan untuk menempuh jalan lain. Satu kesimpulan yang kemudian melahirkan keyakinan kuat dalam hatinya. Pragola membawa puluhan pengikutnya yang setia mengambil jalan menuju utara.
Dan pada akhir malam di tepi rawa-rawa, Ki Cendhala Geni yang mempunyai julukan Banaspati Gunung Kidul, Ubandhana, Laksa Jaya dan Patraman kini menghadapi serangan nyata dari pengawal setia Majapahit, sekelompok orang yang belum merasa lelah untuk mengejar setiap orang menganggu ketenangan. Di samping itu, para prajurit Majapahit juga bangga hati karena bertempur bersama Ken Banawa, seorang perwira paripurna yang disegani kawan maupun lawan.
Dengan kecepatan seekor elang yang menukik tajam, Bondan me-ngurung lawannya dari setiap penjuru angin. Bondan tampak mulai mampu mengendapkan gejolak hatinya yang sempat meluap ketika melihat Ubandhana, sedangkan Gumilang Prakoso dengan gagah mulai menyerang Laksa Jaya dan Patraman.
Sementara itu di tempat yang tidak jauh dari dua lingkaran pertarungan yang berlangsung sengit, dari tempat yang lain, Ki Cendhala Geni melirik sekilas ke Laksa Jaya. Dengan penuh keheranan ia berpikir betapa Ken Banawa bisa mengetahui posisi mereka. Namun perasaan itu berakhir karena Ken Banawa menerjang dengan bentakan nyaring, menyusul kemudian sabetan pedang yang terlihat seperti cahaya putih yang hendak menelan tubuh Ki Cendhala Geni. Tak mau dirinya menjadi sasaran empuk Ken Banawa, maka ia membalas serangan dengan kapak bergagang panjang miliknya.
Kedua orang ini segera terlibat dalam saling serang dengan dahsyat dan cepat. Mereka bertarung dalam jarak dekat dan saling memburu ketika salah satu di antara mereka melompat ke belakang atau ke samping.
Bagi Ken Banawa, pertarungan ini adalah kesempatan terakhir yang ia miliki. Seperti itulah ia memandang satu peperangan. Ia tidak mempunyai pilihan selain memberikan hadiah terbaik selama pengabdiannya. Kepercayaan penuh yang ia dapat sejak padamnya pemberontakan Ranggalawe membuatnya semakin yakin pada nilai kebenaran yang dianut selama ini.
Setia mengawal kerajaan dan memberikan rasa aman pada rakyat yang diayomi. Kesetiaan dan keteguhan hatinya membela kerajaan inilah yang menjadikan Ken Banawa sangat dihormati kawan dan lawan. Mpu Nambi pun memberinya kewenangan penuh dalam memutuskan setiap tindakan, meski begitu Ken Banawa tetap menempatkan Mpu Sawajnyana sebagai atasan yang wajib dihormati.