SuaraKawan.com
Bab 6 Lembah Merbabu

Lembah Merbabu 15

“Ternyata kau tidak terlena dalam pembuanganmu, Pangeran,” kata Batara Keling di sela perkelahian yang sangat dahsyat itu. “Seharusnya kau mengundurkan diri dari pusaran yang terjadi di Demak. Tetapi yang aku saksikan justru kau semakin sombong dengan mengambil kedudukan di sebelah Mas Karebet sebagai penasehat. Aku jadi berpikir, apakah kau memang telah merasa bahwa Mas Karebet dapat dikalahkan?”

“Batara Keling!” sahut Pangeran Parikesit, ”Angger Adipati dapat dikalahkan oleh siapa saja. Dan aku selalu berada di sisinya untuk memastikan bahwa Angger Adipati tidak akan menyimpang dari paugeran seorang pemimpin.”

“Kau selalu menyuruhnya untuk berpegang pada harapan palsu, Pangeran!” sergah Batara Keling sembari mengibaskan punggung telapak tangannya.

Pangeran Parikesit menatapnya tajam. Ia pun meningkatkan lapis pertarungan. Dalam waktu kurang dari sekejap, keduanya nyaris berada dalam tingkat puncak kemampuan masing-masing. Udara panas yang selalu mengiringi pergerakan Batara Keling semakin meningkat tajam. Terkadang benturan tangan kosong yang terjadi pada keduanya mampu menimbulkan percikan cahaya merah. Tak jarang lidah api keluar pada saat mereka berpapasan saling menerjang.

Sementara itu, empat orang penentang kawanan Batara Keling telah berloncatan mengurung Ki Getas Pendawa dengan serangan yang hebat.

“Ki Getas!” seru Rambesaji. “Menyerahlah! Jangan kau berkata kosong esok hari bila akhirnya seluruh keluargamu tidak lagi dapat berjalan di atas bumi.” Gerak Rambesaji yang ringan dan cekatan memainkan tongkat berwarna kuning yang menderu-deru menerbangkan debu ke arah Ki Getas Pendawa.

“Kau masih saja bermain-main dengan tongkat yang kau rampas dari gurumu, Rambesaji,” berkata Ki Getas Pendawa.

Tenggorokan Rambesaji tercekat. Ia tidak mengira jika Ki Getas Pendawa dapat mengenali tombak kuningan dengan ujung seekor kepala naga milik gurunya. “Ini milikku,” sahut Rambesaji. “Guruku sudah tak dapat lagi memainkan senjata ini.”

“Senjata itu pernah aku gunakan untuk berlatih di masa hidup Mpu Sangginang. Untuk masa yang singkat, ia membe-riku pengajaran tentang tombak,” kata Ki Getas Pendawa sambil menghindari serangan-serangan dari tiga orang kawan Rambesaji.

“Itu tidak berarti kau adalah saudara seperguruanku, cucu raja kecil!” Rambesaji tergelak dan ia belum mengurangi tekanan pada lawannya yang bertempur seorang diri.

“Aku masih menghormati gurumu dengan memperingatkanmu. Menyingkirlah, Rambesaji! Aku tidak akan segan bersembahyang di depan Mpu Sangginang dengan berlumur darahmu.”

Raut wajah Rambesaji menjadi merah. Ia merasa dianggap ringan oleh Ki Getas Pendawa sementara nama seorang Rambesaji telah jauh dikenal orang melebihi puncak Merapi. Ia memberi perintah pada kawan-kawannya untuk meningkatkan serangan. Rambesaji berkata kemudian, ”Pangkal tombak ini akan menghisap darahmu hingga kering, setan keketan!”

Sejenak kemudian lima orang itu bertarung dalam lapisan yang lebih tinggi dan lebih cepat. Ki Getas Pendawa sama sekali tidak membuat penilaian untuk masing-masing lawannya karena ia telah mendapatkan gambaran tentang kedalaman ilmu para pengeroyoknya. Senjata milik empat orang pengikut Batara Keling itu menghujani Ki Getas Pendawa tiada henti seperti air hujan yang turun sangat deras. Namun tidak ada seujung kain pakaian Ki Getas Pendawa yang menjadi sobek karena ujung senjata lawan-lawannya.

Namun Ki Getas Pendawa agaknya masih berhitung dalam melepaskan bola-bola cahaya untuk mengakhiri perlawanan para penentang. Dan sebagai gantinya adalah sepasang ranting yang berada dalam genggamannya berputar semakin cepat. Tiba-tiba Ki Getas Pendawa melompat surut dan sepasang ranting telah tergenggam di kedua tangannya. Dengan cepat  ia kemudian membalas serangan, Terdengar letupan kecil berulang kali tatkala sepasang ranting Ki Getas Pendawa berbenturan dengan senjata dari empat orang lawannya.

Related posts

Kiai Plered 6 – Pedukuhan Janti

Ki Banjar Asman

Lembah Merbabu 8

Ki Banjar Asman

Merebut Mataram 31

Ki Banjar Asman