SuaraKawan.com
Bab 6 Lembah Merbabu

Lembah Merbabu 11

“Ayah, apakah ada kemungkinan Kiai Rontek membayangi perjalanan kita?” bertanya Adipati Hadiwijaya pada Ki Kebo Kenanga yang berkuda di sebelahnya.

“Kemungkinan itu selalu ada, namun aku kira ia tidak akan membayangi kita dari sekitar Pajang,” jawab Ki Kebo Kenanga sambil menatap lurus ke depan. Walalu sebenarnya ia masih memperkirakan tempat Kiai Rontek menyembunyikan Pangeran Benawa.

Adipati Hadiwijaya menarik napas panjang setelah melihat raut wajah ayahnya. Sejenak kemudian mereka berdiam diri, hanya sesekali saja Adipati Hadiwijaya melambaikan tangan pada para petani yang berada di sawah. Dan mereka pun membalas lambaian tangan itu karena mengira orang yang menyapanya adalah senapati Pajang.

Setelah dua bidang sawah mereka lalui, Adipati Hadiwijaya memberi aba-aba untuk mempercepat perjalanan. Debu mengepul tebal oleh derap kaki-kaki kuda yang menapak kokoh pada jalan yang telah dipadatkan. Di depan mereka telah tampak rerimbun pohon sebuah hutan kecil lalu Ki Getas Pendawa menganggukkan kepala pada Pangeran Parikesit yang berpaling padanya.

“Kita segera berpisah,” kata Pangeran Parikesit pada Adipati Hadiwijaya. Adipati menoleh ke belakang lalu mengangguk. Tangan Adipati Hadiwijaya terangkat lalu memberi pertanda khusus, dan tiba-tiba prajurit yang berada di barisan belakang segera memacu kuda lebih cepat menyusul barisan yang berada di depan. Yang terjadi kemudian adalah enam penuggang kuda telah melingkari empat orang lainnya ketika mereka hampir memasuki hutan. Sekejap kemudian Ki Getas Pendawa dan Ki Kebo Kenanga telah lenyap dari atas punggung kuda pada saat iring-iringan itu berada dalam jarak selemparan tombak dari hutan.

Ki Getas Pendawa dan Ki Kebo Kenanga melenting ke atas dengan kecepatan yang sulit diikuti mata biasa. Mereka berdua secara mengejutkan telah berpijak pada sebatang dahan pohon yang melintang di atas mereka.

“Kita tetap berada di sini hingga hari menjadi gelap, Ki Buyut.”

Kakek Pangeran Benawa itu lantas mengangguk. Ketika ia berpaling pada Ki Getas Pendawa, maka terlihat olehnya segurat kekhawatiran membayang. Seolah mengerti isi hati Ki Getas Pendawa, Ki Buyut kemudian bertanya padanya,”Apakah Kakang belum mempunyai perkiraan keberadaan wayah pangeran?”

“Belum, Kakang,” jawab Ki Getas Pendawa dengan napas panjang.

“Aku hanya mempunyai perhitungan kecepatan Kiai Rontek bergerak,” kata Ki Kebo Kenanga.

Ki Getas Pendawa mengerutkan kening.

Lalu Ki Kebo Kenanga meneruskan, ”Sebuah tempat yang memungkinkannya bergerak dan meninggalkan Jaka Wening dalam semalam adalah celah di antara Merbabu dan Merapi.”

Ki Getas Pendawa mendengarnya sambil manggut-manggut dengan mata bergerak-gerak ke kiri dan kanan. Tampak jelas Ki Getas Pendawa sedang berusaha memetakan daerah yang telah dikenalnya dengan baik.

“Ada beberapa goa yang terletak pada celah itu,” kata Ki Getas Pendawa kemudian.

“Akan menjadi sangat sulit apabila Kiai Rontek menempatkan Pangeran Benawa di dalam sebuah rumah,” sahut Ki Kebo Kenanga.

“Benar,” kata Ki Getas Pendawa.

Namun percakapan mereka terpotong ketika dari kejauhan tampak sejumlah bayangan berkelebat cepat menembus keremangan senja memasuki belantara.

Ki Getas Pendawa berkata lirih, ”Mereka berkepandaian tinggi.”

Ki Buyut mengangguk lalu lekat menatap pergerakan orang-orang yang bergerak secepat kuda terbang. Dan tak lama kemudian mereka melintas di bawahnya. Ki Kebo Kenanga memandang Ki Getas Pendawa lalu mengangguk, sekejap kemudian dua orang Pajang ini berpisah, melesat ke arah berlawanan. Ki Kebo Kenanga bergerak menuju padepokan dan dari sana ia akan memulai pencarian Pangeran Benawa, sementara Ki Getas Pendawa menyusul di belakang ornag-orang yang mengejar rombongan Adipati Hadiwijaya.

Sementara itu, pendengaran Pangeran Parikesit dan Adipati Hadiwijaya telah menangkap getar bunyi yang timbul dari orang-orang yang menyusul mereka dengan kecepatan luar biasa.

“Lanjutkan perjalananmu, Angger Adipati!” seru Pangeran Parikesit lalu memutar kuda diikuti oleh dua orang prajurit, sedangkan empat prajurit lainnya tetap berderap di belakang Adipati Hadiwijaya.

“Gandrik!” umpat Ki Gurasan saat dilihat olehnya tiga orang berkuda menyambut mereka dengan senjata teracung lurus ke arah mereka. Namun Ki Gurasan yang mengenal sosok Pangeran Parikesit berbelok arah dengan tajam untuk menghindari benturan keras. Ia lebih memilih bertarung dengan Adipati Hadwijaya semakin jauh berada di depan.

Related posts

Kiai Plered 11 – Pedukuhan Janti

Ki Banjar Asman

Jati Anom Obong 49

Ki Banjar Asman

Jati Anom Obong 40

Ki Banjar Asman