SuaraKawan.com
Bab 6 Lembah Merbabu

Lembah Merbabu 20

Pada satu kesempatan terjadi benturan yang membuat lubang besar sedalam mata kaki yang melingkar dibawah kaki mereka. Ketika itu Batara Keling menyerang Pangeran Parikesit dengan sangat hebat dan begitu kuatnya hingga lawannya terdorong mundur beberapa langkah jauhnya. Kaki tangan Batara Keling bergantian melakukan sabetan mendatar, kadang-kadang menusuk bagian lambung hingga Pangeran Parikesit seperti terangkat ke udara saat menahan semua serangan Batara Keling yang membadai.

Berulang kali dari telapak tangan mereka melesat sinar yang terlontar saat salah satu dari mereka saling menahan tekanan dari yang lain. Walaupun begitu, berkas-berkas sinar itu belum dapat menyentuh bagian tubuh mereka masing-masing.

Pada sebuah kesempatan terjadi benturan yang membuat lubang besar sedalam mata kaki yang melingkar di bawah kaki mereka. Ketika itu Batara Keling menyerang Pangeran Parikesit dengan sangat hebat dan begitu kuat hingga lawannya terdorong mundur beberapa langkah. Kaki dan tangan Batara Keling bergantian melakukan sabetan mendatar, kadang-kadang menusuk bagian lambung hingga Pangeran Parikesit seperti terangkat ke udara saat menahan semua serangan Batara Keling yang membadai.

Kedalaman hati dan keluasan wawasan seorang Pangeran Parikesit membuatnya dapat menilai perkembangan unsur gerakan lawan. Tanpa mengurangi kewaspadaan, Pangeran Parikesit memanfaatkan setiap sentuhan dan tangkisan untuk mengangkat tubuhnya agar dapat melayang. Sehingga pada saat itu, kaki dan tangan Batara Keling serasa anak tangga bagi Pangeran Parikesit. Ketika ia telah memperkirakan kemungkinan yang akan terjadi, tubuh sang pangeran tiba-tiba berputar lebih cepat dari gasing melesat beberapa tombak lurus di atas kepala Batara Keling.

Batara Keling seperti terhisap oleh pusaran angin topan yang sanggup menerbangkan seekor  lembu. Ia kemudian membagi tenaga inti pada bagian bawah agar bobot tubuhnya menjadi berlipat ganda dan semakin berat. Akibatnya adalah kakinya perlahan-lahan terbenam ke tanah dan kedua kakinya terlihat seperti akar pohon yang tertancap kuat di bawah tanah.

Daun-daun kering dan ranting beterbangan di sekeliling tubuh Pangeran Parikesit. Debu mengepul tebal membungkus rapat tubuh sang pangeran. Dan sekejap kemudian, tubuh pangeran yang berputar lebih cepat dari gasing dan dan semakin lama semakin cepat mendadak menukik deras seperti seekor rajawali yang menyambar mangsa. Suara menggelegar terdengar memukul pendengaran dan merontokkan isi dada ketika Pangeran Parikesit meluncur ke bawah begitu deras. Lebih deras dari gelontoran lahar panas dari puncak Merapi. Perubahan yang begitu cepat menggaungkan dengung yang keras, tiba-tiba daun dan ranting serta debu yang membungkus tubuh sang pangeran terlontar ke segala penjuru. Beberapa daun layu bahkan menancap cukup dalam pada beberapa batang pohon yang masih tegak berdiri!

Olah gerak yang sangat dahsyat dari Pangeran Parikesit mampu menghentikan laju serangan Batara Keling yang sebelumnya sangat deras mengalir. Meskipun mereka terpisah beberapa tombak, namun  Batara Keling merasakan bahaya datang dari sebelah atas sedang menuju urat lehernya. Udara yang terdorong oleh hempasan tenaga inti Pangeran Parikesit sanggup melabrak tembok pertahanan Batara Keling, orang yang menunjukkan jalan pengasingan Prabu Brawijaya yang melewati Padang Bubrah.

Pada saat itu, pendengaran Pangeran Parikesit menangkap suara Ki Getas Pendawa yang dilambari tenaga inti, “Kau akan berada di tempat ini hingga Pangeran Parikesit memutuskan yang berbeda.”

Batara Keling yang hendak melompat menjauhi serangan tajam sang pangeran merasa tubuhnya seolah terkunci. Kedua kakinya tidak lagi dapat digerakkan sekalipun ia telah menarik semua tenaga inti yang sebelumnya disalurkannya pada bagian kaki. Bahkan ia tetap terpaku di tempatnya sekalipun telah mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang sudah menjulang tinggi.

“Gandrik!” Batara Keling mengumpat seraya memutar kedua tangannya. Menghimpun seluruh tenaga inti yang ia miliki. Dalam waktu yang kurang dari sekejap mata itu, Batara Keling berada dalam keadaan tersudut namun ia tidak menyerukan kata untuk menyerah. Bahkan Batara Keling seolah membiarkan dirinya menjadi mangsa yang mudah dilahap. Kecepatan berpikirnya memang luar biasa, ia bahkan memutuskan untuk membuat perangkap bagi lawannya.

Related posts

Jati Anom Obong 33

Ki Banjar Asman

Kiai Plered 86 – Randulanang

Ki Banjar Asman

Penculikan 26

Ki Banjar Asman