Sementara di sisi yang lain, Ken Banawa segera menghantam Ki Cendhala Geni dengan busurnya. Kecepatan perwira ini memang mengundang decak kagum. Betapa tubuhnya melesat seolah berlomba dengan anak panah yang dilontarkannya ke Ubandhana. Tiba-tiba ia membelok arah dan langsung menyerang Ki Cendhala Geni. Tak ingin membuang waktu, Ken Banawa segera menghunus pedang dan melakukan serangan gencar ke arah Ki Cendhala Geni.
Ki Cendhala Geni memutar-mutar kapak menghadapi perwira Majapahit mempunyai kemampuan tinggi ini. Selintas pertanyaan muncul dalam benaknya.
“Apakah orang ini yang bernama Ken Banawa? Ia mempunyai segala macam ciri yang dikatakan oleh banyak orang Aku belum pernah melihatnya namun menurut kabar angin agaknya benar jika orang ini adalah pembantu Mpu Nambi. Untuk ukuran sebagai orang kepercayaan, ia tidak mengecewakan,” desis Ki Cendhala Geni.
Dalam waktu singkat mereka telah larut dalam perkelahian sengit, pada masa yang cukup pendek, Ki Cendhala Geni dapat memperkirakan jika Ken Banawa mempunyai ilmu yang hampir berimbang dengannya.
Tetapi, dalam waktu itu, ia juga dapat mengamati keadaan yang sudah tidak menguntungkan karena bantuan dari kotaraja telah menebar bau kematian. Tiba-tiba Ki Cendhala Geni cepat melayang ringan mendekati sebuah gubuk dengan kobar api yang seperti bukit terbakar.
Ken Banawa tidak menduga jika lawannya bergerak menjauhinya, ia berpikir bahwa musuhnya itu tengah berusaha untuk kabur. Namun pada saat itu ia menolak pemikiran seperti itu. Seorang berilmu tinggi seperti yang dikatakan oleh banyak orang, sudah tentu tidak mungkin melarikan diri dari pertempuran, batin Ken Banawa.
Maka Ken Banawa dengan segala pemikiran yang timbul dalam benaknya tetap bersikap wajar. Ia tetap berupaya menjaga serangan, Ken Banawa menyusun langkah kaki sesuai perkembangan gerak musuhnya.
Namun Ki Cendhala Geni cerdik memanfaatkan api dan bara yang berserakan sebagai tameng baginya. Ia memutar kapak, maka muncul angin yang kemudian didorongnya dengan tenaga inti menuju Ken Banawa. Maka secepat lontaran anak panah, serpihan bara api melesat terbang berlomba-lomba mencapai Ken Banawa.
Tentu saja lontaran bara yang panas itu merepotkan senapati Majapahit yang kemudian, untuk beberapa saat lamanya, bertahan keras di bawah hujan api. Ia menggerakkan pedang hingga mampu menutup seluruh bagian tubuhnya. Gulungan pedang yang sangat rapat telah menjadi benteng Ken Banawa kini terlihat seperti sebuah bola cahaya kuning kemerahan karena pantulan api.
Namun pada saat yang sama, Ki Cendhala Geni memanfaatkan kesempatan untuk menyisih dari laga dan segera menghilang di balik api yang menjilat-jilat tak tentu arah.
“Sulit dipercaya!” Ken Banawa menahan gemas ketika lawannya melepaskan diri dari perkelahian
“Kita akan bertemu lagi, Tuan Senapati!” terdengar tawa Ki Cendhala Geni dari balik lidah api.