SuaraKawan.com
Bab 6 Lembah Merbabu

Lembah Merbabu 29

Dalam keadaan yang demikian, Pangeran Benawa tidak menyadari bahwa sepasang mata yang telah mengintainya untuk sekian lama perlahan berjalan mengendap tanpa suara. Rimbun dedaunan perdu telah melindungi tubuhnya yang besar dari terpa sinar matahari. Lantas berhenti dalam jarak belasan langkah dari Pangeran Benawa yang masih berupaya keras mencapai puncak dalam menyatukan cipta dan karsanya.

Memang sulit dipercaya bahwa dalam usia yang belia itu, Pangeran Benawa mampu melakukan olah rasa yang biasanya hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang berusia lebih banyak darinya. Tetapi sikap gurunya yang tidak membedakan pengajaran sepertinya telah memaksa Pangeran Benawa untuk selalu melakukan lompatan lebih tinggi. Oleh karena itu, pendengaran Pangeran Benawa akhirnya mampu mendengar suara halus yang berasal dari sisi kanannya. Meski begitu, sudut matanya belum dapat menangkap bayangan yang sedang berdiam diri di balik rerimbun daun.

Derap kaki yang dilapisi oleh bulu yang tebal, membuat kedatangan harimau berwarna kuning keemasan dengan beberapa garis hitam memanjang pada bulunya tidak diketahui oleh Pangeran Benawa. Dalam waktu kurang dari sekejap mata, sudut mata Pangeran Benawa baru dapat melihat bahaya yang menerjangnya dari samping kanan. Lompatan panjang yang berasal dari pijakan kuat kaki harimau benar-benar mengejutkan Pangeran Benawa. Ia tidak lagi mempunyai waktu untuk mengelak.

Dalam keadaan tubuh yang lemah, pewaris tahta Kadipaten Pajang itu bangkit berdiri dengan menyilangkan dua tangannya di depan wajah. Sekalipun ia telah memperkuat kedudukan kakinya yang sedikit gemetar karena lapar, tetapi hantaman harimau yang setara dengan tenaga seekor kerbau tidak dapat dibendungnya. Tubuh Pangeran Benawa terlempar surut lalu  jatuh bergulingan. Tetapi harimau loreng itu tidak berhenti mengejar, seperti halnya saat berburu kelinci maka seperti itu pula yang dilakukannya pada Pangeran Benawa. Kedua kaki depan harimau loreng itu berulang kali mencoba meraih bahkan memukul bagian wajah sang Pangeran.

Serangan yang datang dengan cara mengejutkan itu tidak lantas dapat menjadikan hati Pangeran Benawa menjadi gentar. Sekalipun ia terlempar dan jatuh terguling, namun ia masih mampu mempertahankan diri dari jangkauan kaki depan harimau loreng yang datang beruntun.

Pangeran Benawa yang bertarung dengan punggung melekat pada hamparan rumput masih mencari celah untuk dapat bangkit berdiri tetapi agaknya harimau itu tidak mau melepaskan tubuh kecil yang nyaris tak berdaya itu dari hadapannya. Dua kaki kecilnya sekali-kali menyusup masuk di antara kibasan kedua kaki kucing besar itu. Namun binatang itu seperti tidak merasakan sakit tatkala kaki lawannya mampu menggedor lambung. Justru raja rimba itu semakin kuat menggandakan serangan setiap kali bagian tubuhnya terkena hantaman Pangeran Benawa.

Harimau dewasa yang berukuran besar itu semakin cepat menggerakkan tubuh, dan pada saat itu, Pangeran Benawa terkesima melihat gerakan yang terangkai dengan cara yang luar biasa. Tubuh harimau itu mencelat tak beraturan saat mengurung Pangeran Benawa dengan kegesitan yang tidak sebanding dengan ukuran tubuhnya. Bahkan seringkali terlihat jika ia seperti melayang di atas permukaan tanah karena begitu cepat ia berpindah dan menebas tubuh pangeran yang masih terbaring di atas tanah.

Harimau itu ternyata memang luar biasa, rangkaian gerak dan loncatan yang dilakukannya seperti gerak tari para penari di istana Pajang. Empat kakinya bergerak bergantian dan seperti mempunyai mata yang terpisah maka kemudian serangan yang dilancarkannya semakin berbahaya.

“Apakah aku akan menjadi mangsa seekor harimau? Tidak!” geram Pangeran Benawa dalam hatinya. Diawali dengan suaranya yang melengking tinggi, tiba-tiba Pangeran Benawa mencelat ke atas dengan cara memukulkan telapak tangannya pada tanah. Lengking suara yang dilambari dengan tenaga inti yang bersumber dari ilmu Jendra Bhirawa membuat kucing besar itu meloncat mundur. Raja rimba itu seperti kesakitan ketika pendengarannya seperti mendapat tusukan yang mampu menembus tulang kepalanya.

Dada Pangeran Benawa terlihat turun naik dengan cepat. Ia harus segera mengatur pernapasan agar tubuhnya tidak menjadi semakin lemah, sementara harimau yang berada dua tiga langkah di depannya telah merunduk dengan sorot mata mengerikan.

Related posts

Panarukan 9

Ki Banjar Asman

Kiai Plered – 83 Randulanang

Ki Banjar Asman

Menuju Kotaraja 10

Ki Banjar Asman