SuaraKawan.com
Bab 6 Lembah Merbabu

Lembah Merbabu 28

“ Ki Jenar, kau dapat tinggal di padepokan selagi aku belum membawa Pangeran Benawa kembali ke Pajang. Kau dapat katakan itu pada Kanjeng Adipati bila ia datang mendahuluiku,” kata Ki Buyut lalu sekejap kemudian menghentak lambung kuda, dan derap kuda segera menjauhi Ki Jenar yang berdiri mematung menatap punggung Ki Buyut.

Derap dua ekor kuda yang tidak terlalu kencang  cukup membawa suasana berbeda sepanjang perjalanan Ki Kebo Kenanga menuju celah di antara Merapi dan Merbabu. Berulang kali Ki Buyut harus berjalan lambat dan sekali-kali ia menghentikan laju kuda. Dalam waktu demikian itu, Ki Buyut mencoba memusatkan nalar, menelusuri getar-getar tenaga yang mungkin dapat ia rasakan. Ia memang harus melakukannya karena Pangeran Benawa berada dalam bimbingannya semenjak kecil. Sering terjadi setiap Pangeran Benawa memperdalam pengerahan tenaga inti, maka Ki Buyut akan mengenali. Latihan-latihan yang demikian menjadi jalan bagi Ki Kebo Kenanga sewaktu mencari getaran tenaga yang bergelombang datang bersama angin.

Udara basah,  yang melingkupi segenap dataran yang berada di sekitar dua gunung yang menjulang gagah, serasa menyusup di balik kulit. Langit yang bersih tanpa penghalang menjadikan malam begitu gemerlap dengan bintang. Walaupun keping mendung sesekali terlihat melintasi garis langit, namun ia tidak mempunyai keinginan untuk berhenti. Langit kembali bersih dan mendung yang semula begitu tebal pun  lenyap tersapu angin yang berembus demikian deras. Bayangan hitam dengan berbagai bentuk menjadi pandangan mata sejauh ia memandang.

Dalam suasana demikian, pendengaran Ki Buyut seperti mempunyai kemampuan yang nyaris tiada batas. Betapa ia mampu mendengar kepak sayap burung malam yang sebenarnya masih berjarak ratusan tombak dari jalan yang dilewatinya. Tetapi sekalipun Ki Buyut telah mengerahkan segenap kemampuannya, tetapi sepanjang perjalanan itu Ki Buyut Mimbasara sangat sedikit bersentuhan dengan getar tenaga inti Pangeran Benawa. Itu adalah keadaan yang wajar karena Pangeran Benawa sendiri tidak dapat melakukan perlawanan ketika masih berada dalam kuasa Kiai Rontek.

Upaya keras Ki Buyut untuk menelusuri jejak yang berasal dari getar tenaga inti Pangeran Benawa terus dilakukan tanpa henti. Ketika fajar hampir menjelang, kala bintang mulai bergeser menapak jalan untuk kembali, Ki Buyut menghentikan pencarian. Ia berdiri mematung di tepi aliran sungai kecil yang melintas di bawah pohon beringin. Dua ekor kuda telah tertambat dan keduanya juga didera kelelahan setelah sepanjang malam terus bergerak tanpa henti. Sekalipun Ki Buyut berada dalam keadaan berdiri, sebenarnya yang terjadi adalah Ki Buyut dalam keadaan paripurna untuk beristirahat. Ia merenggangkan seluruh urat saraf dan ototnya, namun tetap membuka simpul-simpul tenaga inti agar dapat merasakan getar yang mungkin saja dapat mencapai kedudukannya.

Nun jauh di seberang arah yang berbeda dengan Ki Buyut, tanpa disadari oleh Pangeran Benawa bahwa keputusannya untuk mengisi perutnya dengan dedaunan dan buah-buahan lambat laun membuat tenaga intinya semakin memancar kuat. Diawali oleh rasa iba ketika terbayang darah yang keluar dari leher seekor kelinci, Pangeran Benawa mencari dan mengumpulkan dedaunan serta buah yang sekiranya dapat dijadikan makanan.

Kecerdasan Pangeran Benawa menuntunnya untuk mengulang banyak unsur gerakan setiap kali ia berpindah tempat. Ia melakukan semua itu dengan hati gembira dan membayangkan dirinya sedang berada di dalam padepokan. Kadang-kadang ia mengejar kelinci sambil bergulingan. Memburu rusa dengan berloncatan. Tak jarang ia memadukan semua unsur gerak dalam usahanya memenuhi kebutuhan perutnya.

Pada dasarnya ia tidak berniat menempa diri dengan latihan keras, tetapi yang ia lakukan sebenarnya adalah bagian ilmu yang diajarkan oleh Ki Buyut. Oleh karena keinginan mengalihkan perhatian dalam kesendirian dan kesunyian, Pangeran Benawa merasakan bahwa kekuatannya semakin lemah. Ia tidak dapat menduga bahwa keadaan itu adalah akibat kerja kerasnya yang melampaui batasan waktu. Ia lebih banyak menggunakan waktu dengan menyisir lembah Merbabu untuk mengobati rasa ingin tahu. Setiap pengamatan atas pencapaian ilmunya, maka oleh Pangeran Benawa kerap kali diuji sendiri. Dengan demikian, waktu untuk beristirahat kian berkurang.

“Aku tidak dapat menyerah dengan keadaan ini.” Pangeran Benawa menancapkan niat kuat untuk melewati masa sulit itu.

Related posts

Merebut Mataram 37

Redaksi Surabaya

Siasat Ken Arok 1

Ki Banjar Asman

Berhitung 11

Ki Banjar Asman