Pusaran angin yang menghempas ke segala penjuru menjadi tanda kekuatan Sayoga sebenarnya. Daya hisap dan udara yang kuat mendorong saling menutup celah. Keduanya seperti dua sisi tajam sebilah pedang, Sama-sama berbahaya. Tetapi Ki Sarjuma telah berada di puncak kemampuan. Ia dapat merasakan segala sesuatu yang terjadi di balik perkembangan Sayoga.Ki Sarjuma telah menetapkan jarak yang cukup aman baginya dari gempuran lawannya yang tangguh lagi berusia muda.
“Anak iblis! Ia sama sekali tidak mempunyai rasa takut. Bahkan terhadap kematian yang hanya seujung hidungnya, ia benar-benar tidak peduli,’ batin Ki Sarjuma mendesis. Di balik rasa kagumnya, orang kepercayaan Panembahan Tanpa Bayangan ini menyimpan kegembiraan. Tetapi ia mampu menahan diri, ia tahu kekalahan akan melibas apabila kedudukan hatinya bergeser setapak.
Sewaktu Ki Malawi berjalan ke arah Ki Sarjuma, Empu Wisanata tidak melepaskan pandang matanya. Ia tetap bersiaga atas kemungkinan yang dapat terjadi namun, meski demikian, lelaki yang berusia kurang lebih sepantaran dengan Ki Jayaraga tidak dapat menuang perhatian penuh. Keadaan pengawal Menoreh yang terluka di bagian dalam masih membutuhkan sentuhannya.
Penguasaan ilmu yang belum sempurna menjadikan Sayoga kurang peka terhadap serangan yang mungkin akan datang melanda pertahanannya. Ia menganggap udara dingin yang menyentuh kulitnya berasal dari gerakan Ki Sarjuma. Pada mulanya hawa dingin itu tidak mempengaruhi Sayoga yang kokoh dalam bentengnya, dan ia masih berloncatan menyerang, menyambar Ki Sarjuma dengan kekuatan yang sama sekali belum berkurang. Tetapi semakin lama ia merasakan ada tekanan dari udara dingin yang bahkan mulai membentuk kepulan kabut.
‘Orang ini tidak terlihat sedang mengerahkan satu serangan diam-diam. Lalu dari mana udara dingin ini memancar?’ Sayoga tidak dapat meneliti keadaan sekelilingnya meski hatinya diliputi rasa penasaran. Sedikit ia memalingkan mata, jemari musuhnya akan mudah memisahkan bagian tubuhnya.
Perubahan yang terjadi pada perkelahian Sayoga ternyata lepas dari pengamatan Empu Wisanata. Ia memang sesekali memperhatikan Ki Malawi tetapi jarak mereka cukup jauh. Satu bentangan yang tidak memungkinkan bagi Empu Wisanata untuk melihat gerak gerik kecil Ki Malawi. Ia melihat kumpulan kabut tipis terlihat melayang sejengkal di atas tanah. Dugaannya itu berasal dari gesekan hawa tenaga antara Sayoga dan Ki Sarjuma yang benar-benar beradu sangat dahsyat!
Sekejap ia melihat kubang tanah yang cukup besar. Dalam hatinya, ia masih sulit mengerti alasan Sayoga melepaskan tenaga cadangan yang sangat besar hanya untuk membendung serangan Ki Sarjuma. ‘Aku harap ia mengerti betul arah pukulannya,’ pikir Empu Wisanata.
Sebenarnya Sayoga memang sengaja melepaskan inti tenaga cadangan untuk menyambut angin tajam Ki Sarjuma. Dari letak kedudukannya, Sayoga dapat merasakan kulitnya mengeluarkan darah karena hawa tenaga Ki Sarjuma yang berayun di antara udara malam. Hanya angin pukulan yang menyentuh Sayoga tetapi darah menitik keluar. Oleh sebab itu, Sayoga segera mendorong lebar telapak tangannya sambil menghentak tanah yang dipijaknya, menyalurkan serangan melalui tanah dan udara secara bersamaan!
‘Mungkin ini satu-satunya cara mengatasi angin yang sangat mengerikan ini!’ pikir Sayoga sewaktu melepas serangan jarak jauh.
Dalam waktu itu, di tengah kesibukannya merawat para pengawal, Empu Wisanata berkata sambil bangkit berdiri, “Kalian dapat menjaga diri, aku kira begitu. Ramuan dan jalan darah kalian telah berangsur kembali menjadi wajar. Tetapi, aku minta kalian benar-benar menjauh dari tempat ini. Oh, tidak! Kalian laporkan kejadian ini pada Ki Gede. Katakan semuanya dengan singkat lalu kembalilah kemari.” Ia lekat memandang Ki Malawi dengan sikap berdiri yang kokoh.