Ki Prayoga tak lagi dapat menekan Agung Sedayu melalui sorot matanya. Ia telah berada di puncak kekuatannya. Maka ia kemudian bergerak. Berloncatan tidak terarah dengan pandang mata tetap terpusat pada Agung Sedayu. Ternyata ia mendekati Agung Sedayu yang masih tegak mematung.
Dalam hatinya, Ki Prayoga benar-benar merasa kesal dengan perlawanan Agung Sedayu. Sekalipun ia bertarung dengan sengit dan telah mengeluarkan titik puncak kemampuannya, ia masih belum dapat memukul mundur senapati asukan khusus Mataram itu. Tetapi Ki Prayoga adalah orang yang selalu mampu menumbuhkan harapan besar dalam hatinya. Ia masih mempunyai keyakinan akan dapat mengalahkan Agung Sedayu.
Terbersit dalam benaknya mengenai isi Kitab Kiai Gringsing.“Sudah jelas Kiai Gringsing mempunyai perbedaan dengan kedua muridnya. Agung Sedayu pun bukan anak yang hanya dapat duduk termenung di sudut rumahnya. Ia bergaul dengan Panembahan Senapati dan Pangeran Benawa, maka ketinggian ilmunya bukan keadaan yang dikagumi. Guru Agung Sedayu mungkin belum berada dalam bagian ilmu yang sama dengan muridnya. Tentu saja kitab itu akan memberi banyak keuntungan pada tiga orang yang telah berada di Sangkal Putung,” kilas pikiran Ki Prayoga membayang.
Dalam waktu itu, pikiran Ki Prayoga mulai tergoda. Ia terbayang tiga rekannya yang berada di Sangkal Putung dan ia mempunyai dugaan kuat. “Aku akan tertinggal dari mereka,” desisnya dalam hati, ”mereka tentu berhasil mendapatkan kitab itu. Dan tak lama lagi mereka akan membuat salinan sebelum menyerahkannya pada Panembahan Tanpa Bayangan. Tetapi, mungkin mereka juga sedang terlibat perkelahian hidup mati untuk menguasai isi kitab. Mereka akan saling membunuh adalah kemungkinan yang dapat terjadi. Ki Garu Wesi dan Ki Tunggul Pitu tidak mempunyai hubungan dekat dengan Ki Hariman. Mereka berdua dapat bekerja sama untuk menyingkirkannya. Dan sepertinya bila itu terjadi, aku akan lebih sulit melihat isi kitab Kiai Gringsing.”
“Gandrik!” Ki Prayoga mengumpat. “Aku melupakan Agung Sedayu!”Ki Prayoga tersadar dari pikirannya yang tergoda bayangan buruk saat melihat kedua tangan Agung Sedayu mengepal.
“Aku harus lebih cepat mendekatinya lalu menghancurkan senapati kebanggaan Mataram ini!” katanya di dalam hati.
Sementara itu, Agung Sedayu mulai membagi kekuatannya setelah membangkitkan ilmu Tapak Karang. Ia tengah beradu cepat dengan lawannya yang berloncatan sangat gesit dan kian dekat.
“Gila!”geram lawan Agung Sedayu. “Ini harus menjadi pertarungan terakhir baginya.” Maka Ki Prayoga pun semakin merapatkan selubung pertahanan dengan segenap ilmu yang ada dalam dirinya. Gelombang angin panas datang menderu-deru menghantam Agung Sedayu yang berancang-ancang untuk melepaskan serangan.
Dengan dilepaskannya ilmu kebal, kini Agung Sdayu tidak lagi diselimuti udara panas. Sangat berbeda keadaannya jika dibandingkan dengan perkelahiannya melawan Ki Ajar Tal Pitu. Tetapi di sisi yang lain, kekuatan Agung Sedayu menjadi berlipat ganda. Kepercayaan diri yang tinggi membuat Agung Sedayu tidak lagi berusaha mengelak dari serangan Ki Prayoga. Ia membuat keputusan berani!
Tiba-tiba tubuh Agung Sedayu meluncur deras menyambut kedatangan Ki Prayoga. Melihat lawannya yang jelas mempunyai ilmu yang sangat tinggi dan keinginan membenturkan kekuatan terpancar dari raut wajah Agung Sedayu, Ki Prayoga pun tiba-tiba merubah arah gerakan. Ia tidak ingin segera membenturkan tenaga. Ia mempunyai rencana lain.Tetapi Agung Sedayu yang kemudian meningkatkan kecepatannya dengan dashyat memotong pergerakan Ki Prayoga. Saat itu tidak ada lagi yang dapat dilakukan oleh Ki Prayoga. Ia tidak berada dalam kedudukan yang mapan untuk menerima serangan lelaki muda kebanggaan Ki Gede Menoreh. Tetapi ia pun tidak dalam keadaan yang sulit.
Kecepatan Agung Sedayu dan gelombang angin panas yang tiba-tiba berbalik arah menyerang Ki Prayoga telah menggeser perkelahian semakin menggetarkan.