SuaraKawan.com
Bab 6 Wringin Anom

Wringin Anom 2

“Engkau suruh aku menculik Arum Sari lalu membebaskannya? Patraman, dadarkah kamu dengan perkataan itu? Engkau seorang prajurit!”

Sebenarnya Laksa Jaya sangat memahami watak temannya, tetapi menculik Arum Sari merupakan persoalan yang berbeda. Ki Demang dengan kekuasaannya dapat saja menuduh para prajurit gagal mengemban kewajiban, dan ia juga dapat meminta pergantian orang yang ada di barak prajurit. Namun Patraman telah menimbang kemungkinan itu ditambah kepercayaannya yang tinggi pada Pang Randu. Bahwa Pang Randu akan membereskan persoalan yang timbul akibat penculikan itu.

Kemudian sedikit beringsut untuk mengubah letak duduknya, Patraman menghadap dengan tatap mata yang tajam ke arah  Laksa Jaya. “Laksa Jaya. Apabila kau mengikuti dengan cermat segala perkembangan di kotaraja tentang keadaan Sri Jayanegara, maka kau dapat berpikir jika saat ini adalah waktu yang tepat untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat.”

“Maksudmu penculikan itu adalah pekerjaan yang bermanfaat? Lalu memancing di kolam keruh akan menjadi jalan keluar?”

“Mengapa tidak? Penculikan adlaah jalan lain untuk membuktikan kesungguhanku, Kawan. Bukankah engkau juga tahu bahwa aku mempunyai perasaan pada Arum Sari? Lantas bukankah juga dapat menjadi keuntungan bagiku jika ada sedikit kerusuhan. Kamu tahu?  Aku akan padamkan api dan tindakan itu akan membawa namaku menjulang di kotaraja. Setidaknya kehadiranku mulai dipertimbangkan oleh Sri Jayanegara dan Patih Arya Tadah. Dan bila itu terjadi, kademangan ini dapat menjadi pijakan menuju kotaraja.”

Rasa penasaran datang menancap pelan dalam hati Laksa Jaya. Meski ia pernah membahas kemungkinan Patraman untuk menjadi orang tertinggi di kademangan, namun menjadikan Wringin Anom sebagai langkah awal menuju kotaraja itu sangat mengejutkannya.

Tetapi tidak ada kata mustahil dalam bangsal pemikiran Patraman. Dalam rencananya, ia berpikir untuk menjadikan Kademangan Wringin Anom ini sebagai landasan berikutnya bagi perjuangan yang akan memberinya kehormatan serta kejayaan.

“Patraman, menculik bukanlah jalan terbaik untuk meraih perhatian dari seorang gadis. Engkau bukanlah seorang penyamun.” Desah panjang Laksa Jaya menyertai ucapannya.

Ia meneruskan kata-katanya, “Sebenarnya kita tidak perlu membicarakan masalah ini. Lagipula kita juga telah mengetahui bahwa rasa cinta itu tidak timbul begitu saja karena tunduknya para prajurit dan kekuasaanmu yang besar. Kalau Arum Sari menyukaimu, tanpa seorang prajurit pun Ia akan mengangguk pada dirimu.”

“Apakah arti cinta itu, Kawan? Setiap orang akan memberi jawaban yang berbeda tentang cinta. Kau sentuh ujungnya, lalu kau akan berkata cinta itu seperti ekor gajah. Orang lain mengatakan cinta itu lebar seperti telinga gajah. Dan sebenarnya cinta adalah omong kosong! Aku tak peduli dengan cinta!

“Aku tidak membutuhkan cinta Arum Sari!

“Sekalipun Arum Sari tak mencintaiku, namun dengan memilikinya, aku akan limpahi dirinya dengan cinta yang aku mengerti. Sudahlah, pikirkan rencana untukku. Karena aku yakin seseorang sepertimu yang bernama Laksa Jaya tidak akan mengecewakan seorang sahabatnya.” Patraman bangkit dan melangkah mendekati jendela. Terik matahari yang begitu panas makin membakar gejolaknya untuk bergegas melakukan setiap hal yang telah ia rencanakan.

“Ada satu keadaan yang perlu kamu ketahui, Teman. Kelemahan satu-satunya Ki Demang adalah keluarganya. Sedikit gangguan pada keluarganya akan merusak segala sesuatu yang telah dibangunnya. Dan aku akan mendapatkan keuntungan ketika ia sudah mengacaukan jalan hidupnya sendiri.” Ia membalikkan tubuh dan menghadap lurus Laksa Jaya yang duduk di depannya.

Kata Patraman kemudian, ”Ada dua keuntungan yang aku peroleh apabila rencana ini berhasil. Hanya saja aku tidak dapat berpikir jernih untuk pelaksanaan rencana ini.”

“Seperti yang engkau inginkan bahwa engkau berencana menculik lalu membebaskan Arum Sari. Sementara itu dapatkah engkau katakan padaku seperti apa gerak yang kau tempuh?” tanya Laksa Jaya dengan nada datar.

“Belum. Rencana itu belumlah mantap. Apakah kau mempunyai usulan?” Patraman balik bertanya .

“Sebenarnya banyak perhitungan yang harus dibuat. Karena engkau akan menggunakan tangan orang lain untuk menculik Arum Sari. Namun keadaan akan menjadi buruk bagimu jika mereka tertangkap dan membocorkan rahasia,” jawab Laksa Jaya. Ia telah menyerah. Laksa Jaya tidak melihat pentingya berbantahan mengenai Arum Sari atau cinta. Itu sama saja, sama seperti bicara dengan batu hitam, pikir Laksa Jaya.

Related posts

Menuju Kotaraja 7

Ki Banjar Asman

Untold Love

Redaksi Surabaya

Kiai Plered 87 – Randulanang

Ki Banjar Asman