SuaraKawan.com
Bab 6 Pengepungan

Pengepungan 1

Demikianlah ketika Toh Kuning telah menilai cukup untuk masa istirahat bagi pasukannya, ia kemudian menentukan waktu untuk menyerang kelompok Ki Arumpaka yang berada di pedukuhan. Sementara orang-orang Ki Arumpaka yang berada dalam lingkungan istana Tumapel telah ia serahkan sepenuhnya pada Tunggul Ametung untuk memegang kendali penangkapan.

Pasukan khusus di bawah pimpinan Toh Kuning merayap cepat keluar kota. Mereka berjalan kaki melintasi lorong-lorong kota, menyusuri pematang dan menyeberangi sungai kecil. Orang-orang pilihan ini telah berlatih dan mempunyai pengalaman tempur yang cukup sehingga mereka sangat cekatan saat mengambil kedudukan yang telah ditentukan Toh Kuning.

Tiba-tiba desing panah sendaren mengoyak keheningan yang menyelubungi pedukuhan. Suara itu mengejutkan orang-orang Ki Arumpaka yang sama sekali tidak mempunyai dugaan secuil pun. Namun mereka adalah orang-orang yang lama berkecimpung dalam dunia kekerasan bahkan sebagian dari mereka merupakan prajurit Kediri yang melarikan diri dari tugas. Dalam waktu singkat, orang-orang Ki Arumpaka telah bersiap menunggu serangan yang akan muncul tiba-tiba.

“Agaknya Kediri telah mengetahui keberadaan kita,” desis geram Ki Arumpaka pada orang yang berdiri di sampingnya. Kemudian orang itu berkata, ”Apakah Ken Arok berkhianat?”

“Kita tidak tahu pasti, Singayuda. Bila kita selamat pada malam ini, esok kita akan mengerti siapa di antara kita yang menjadi pengkhianat,” geram Ki Arumpaka. Ia menyalakan api dan melepaskan panah api ke udara. Ketika sinar terang mendaki langit yang gelap maka cahayan memancar ke berbagai sudut. Namun Ki Arumpaka dan Singayuda tidak melihat seorang pun berdiri di halaman dan sekitarnya. Oleh karena itu, mereka berdua sadar bahwa suara sendaren itu dilepaskan oleh orang-orang yang mempunyai kelebihan khusus dalam pertempuran.

Toh Kuning mengambil kesempatan untuk memberi perintah bagi pasukannya untuk menyerang.  Teriakannya mendapat jawaban bersahutan dari pasukannya.

Mereka berteriak dalam kata-kata sandi yang hanya dimengerti oleh pasukan khusus Toh Kuning. “Kita sambut mereka, Singayuda. Mereka akan mendapat penguburan yang layak di halaman ini,” kata Ki Arumpaka.

Satuan khusus Toh Kuning yang terbagi dalam kelompok-kelompok kecil kemudian menyerbu rumah dengan senjata terhunus. Mereka masih memberi kesempatan untuk menyerah namun agaknya kesempatan itu tidak akan digunakan oleh anak buah Ki Arumpaka.

Sejenak kemudian hiruk pikuk melanda rumah itu. Satuan khusus dari pasukan khusus Selakurung menumpahkan amarah pada pengikut Ki Arumpaka. Setiap orang dari mereka berkelahi dengan sengit dan garang namun mereka tidak menanggalkan jiwa keprajuritan. Sebaliknya, para pengikut Ki Arumpaka memberi perlawanan dahsyat karena mereka sadar jika tidak ada jalan untuk meloloskan diri selain menumpas habis pasukan Toh Kuning.

Toh Kuning berdiri tegak mengawasi pertempuran itu dari atas dinding halaman. Ia masih menilai pertempuran yang baru saja terjadi. Sementara Ki Arumpaka telah memegang senjatanya dengan kedua tangannya. Ia mengawasi Toh Kuning dari jarak yang cukup untuk menghadang lurah prajurit itu memasuki gelanggang pertempuran.

Pada waktu itu perkelahian yang melibatkan puluhan orang di halaman semakin seru. Orang-orang Ki Arumpaka mengayunkan senjatanya dengan nafsu membunuh.

Sedangkan pasukan khusus yang menjadi lawan mereka justru seringkali terlihat menahan diri untuk tidak menewaskan lawan-lawannya. Justru sikap pasukan khusus itulah yang membuat pengikut Ki Arumpaka menjadi makin marah. Siasat tempur yang digunakan pasukan khusus memang luar biasa. Lawan-lawan mereka merasakan lumpuh pada sendi-sendi tulang mereka sehingga semakin lama pasukan khusus semakin membuat mereka makin terkurung. Kebanggaan atas keberhasilan mereka di Bukit Katu karena pernah mengalahkan prajurit seketika lenyap dalam gelap.

Related posts

Merebut Mataram 44

Redaksi Surabaya

Membidik 38

Ki Banjar Asman

Jati Anom Obong 63

Ki Banjar Asman