Asumsi kebanyakan orang bahwa antar elite itu saling bermusuhan secara personal di luar panggung politik. Ya seperti kadrun dan cebong. Kalau anda termasuk yang percaya, maka anda masuk jebakan retorika politik di atas drama antagonis. Pasti anda penggemar drama sabun. Itu sikap tidak dewasa. Mengapa?
Sederhana saja. Mereka itu berada dalam satu arena. Satu aturan. Sama sama dapat makan dari tempat yang sama. Punya wasit sama. Sama sama punya kesalahan. Sama sama saling melindungi. Tidak mungkin mereka akan berseteru secara personal.
Nah, di panggung politik. Mereka para elite itu tidak perang di fornt line. Mereka hanya tabuh gendang dan lantunkan lagu. Selanjutnya akar rumput joget ikuti irama gendang. Bagi partai nasionalis dan pragmatis, akar rumput ini dibina dengan prinsip idiologi. Mereka juga diprovokasi kebencian kepada lawanya, yang beraliran agama. Pihak agama juga memprovokasi akar rumputnya dengan kebencian kepada partai nasionalis dan pragmatis. Antar akar rumput saling serang dan saling bully. APalagi ada sosmed, tambah rameh dah.
Apa yang terjadi? di akar rumput terjadi polarisasi.
Mereka para elit itu tidak peduli kalau karena cara mereka bermain itu berdampak perang di akar rumput. Kalau ada yang masuk bui karena perang di sosmed atau demo, itu resiko sendiri. Para elite pura pura tidak tahu. Mereka bersuara namun ambigu. Serba samar samar, dan kebingungan ditebar di akar rumput. Kemudian, akan mudah dilupakan begitu saja. Akar rumput akan terus berseteru. Nanti pemilu usai. Para elite yang berseberangan itu secara personal mereka kembali ha hi hi ho ho dan rangkulan. Rakyat diakar rumput masih terpolarisasi.
Dari polarisasi ini , objektifitas sirna. Yang ada adalah emosional dan baper. Apalagi gerakan akar rumput itu ada ongkos dari boss.
Lantas apa objektifitas itu?
Apakah politik mensejahterakan anda? Apakah politik menjadikan kita negara industri berkelas dunia. Atau setidaknya seperti Thailand yang diakui dengan agro industri kelas dunia dan Malaysia yang mengatur harga CPO dunia. Kita? Entahlah.
Para akar rumput dari kaum nasionalis dan pragmatis tidak pernah mempertanyakan oligarki politik yang menghasilkan oligarki bisnis. Membuat para elit sangat kaya. Para akar rumput dari kaum agama, tidak pernah mempertanyakan para pimpinan agama yang kaya raya. Punya kendaraan yang harganya seumur hidup penghasilan mereka yang diakar rumput. Kalaulah agama tidak punya magnit mendapatkan askes uang dalam politik, tidak mungkin ada politisasi agama, Kalaulah murni karena agama, Politik itu harus dijauhi.
Nah saya berusaha membuka objetifitas itu. Bahwa politik hanya politik. Tidak ada kaitannya dengan personal. Kadang rakyat engga bisa bedakan hubungan personal dan politik. Para elit itu pemain, Mereka paham politik itu hanya the game. Usai game ( Pemilu ), ya rangkulan lagi. Mana ada mereka musuhan terus. Makanya seharusnya setelah pemilu engga usah lagi kita terpolarisasi. Justru akar rumput semua kubu harus bersatu untuk pastikan kebijakan itu untuk kepentingan rakyat dan keadilan. Kalau menyimpang ya rame rame kritik. Dengan begitu Demokrasi punya nilai untuk kebaikan bagi semua.
Baca sebelumnya : Zombie
Tapi kalau rakyat tidak bersatu, kalau ada yang kritik yang lain bela. Di akar rumput ribut terus. Elit pesta terus, Ya mau gimana lagi? sebegitunya pemahaman politik akar rumput. Dan yang paling bersalah adalah gagalnya pendidikan politik kepada rakyat. Partai seharusnya mendidik rakyat cerdas, bukan memperbodoh. Sehingga rakyat bisa cerdas memilih.
——-
Jadi alasan dan dogma bahwa partai politik bukan tempat mencari uang bisa dipahami berdasarkan alat dan fungsi. Pemilik suara berada di tingkat terendah piramida makanan. Di atasnya adalah segolongan orang yang memetik hasilnya. Di atasnya lagi ada orang yang dapat mengendalikan tingkat di bawahnya dan seterusnya.