Sebenarnyalah para pemimpin yang berkumpul di Panarukan menginginkan perundingan tetapi mereka kesulitan untuk menunjuk orang yang dapat mewakili Blambangan. Pada malam mereka — dan dihadiri Hyang Menak Gudra — berkumpul untuk membicarakan siasat, kemudian Mpu Badandan menyatakan pendapat yang diterima banyak orang. Dari pendapat itulah mereka pun bersepakat bahwa Gagak Panji adalah orang yang tepat untuk menjadi duta Blambangan. Meski Gagak Panji sendiri adalah prajurit Jipang yang berkedudukan sebagai rangga, tetapi senapati itu mempunyai bukti yang tidak dapat dibantah bahwa ia adalah kerabat dari keluarga Demak. Maka semenjak penunjukkan Gagak Panji sebagai duta, Hyang Menak Gudra menaruh harapan besar padanya agar dapat menemui Raden Trenggana, lalu menawarkan jalan selain peperangan.
Demikianlah setelah Mpu Badandan berkata-kata, Gagak Panji pun menuruni anak tangga dan meninggalkan panggungan. Sambil sekali-kali menatap kapal yang diduga menjadi tempat pemimpin tertinggi Demak memimpin armada perangnya, Gagak Panji berjalan tenang menuju perahu kecil yang telah disiapkan untuknya. Gelombang air laut berulang menggoyang badan perahu yang masih terikat oleh tali yang diikatkan pada sebatang kayu di tepi pantai. Seorang prajurit terlihat berdiri di samping perahu kecil itu. Sebelum kaki Gagak Panji menyentuh air laut, pengiringnya mengulurkan dayung, kemudian ia menerima dayung itu, melompati permukaan air, lantas menjejak ringan di atas badan perahu.
Kecerdasan nalar yang ada dalam diri Pangeran Benawa membuatnya segera melambari ranting kayu itu dengan ilmu Jendra Bhirawa yang tak lagi memancarkan kekuatan yang sangat hebat.
“Apakah Ki Rangga tidak akan mendayung?” bertanya prajurit yang memegangi perahu dengan kagum.
Ki Rangga Gagak Panji melihat padanya lalu berkata, ”Tentu saja aku akan menggunakan dayung ini. Marilah!” Ia menggerakkan tangan memberi perintah agar prajurit itu melepas tali pengikat kemudian mendorongnya ke tengah laut.
Perahu itu kerap kali berguncang keras, sekali-kali seolah terbang sehasta dari permukaan setiap ombak datang menabrak badan perahu, tetapi Gagak Panji kokoh berdiri di atasnya. Dan ketika tubuh prajurit yang mendorong perahu telah terendam setengah badan, Gagak Panji mengayunkan dayung dalam keadaan tubuh setengah berjongkok. Seketika itu pula laju perahu seperti didodong oleh kekuatan yang sangat besar. Perahu melaju sangat cepat dengan sedikit kecipak air yang timbul saat Gagak Panji menyentuhkannya pada permukaan air. Dalam waktu cukup singkat, perahu itu telah berada di samping lambung kapal. Gagak Panji meraba dinding kapal bagian luar lalu merayap dengan cara yang tidak masuk akal. Bagaikan seekor cicak yang bersayap, tubuh Gagak Panji menempel pada lambung kapal, lalu dengan ringan dan cepat tiba-tiba telah berada di atas geladak. Sekilas ia mengedarkan pandangan. “Sunyi,” kata Gagak Panji dalam hatinya.
Keadaan yang sangat sunyi di bagian geladak dan sama sekali tidak mengesankan bahwa mereka sedang dalam keadaan bersiap untuk perang. Hanya ada seorang prajurit sedang berjaga di buritan dan haluan kapal. Namun pada bagian geladak tidak ada seorang pun yang terlihat.
“Datanglah, kau ikuti seorang prajurit yang segera aku kirimkan untuk menjemputmu!” Terdengar suara yang seolah-olah ada orang di sampingnya.
“Paman Trenggana!” desis Gagak Panji. Dalam hati, ia mengagumi kehebatan Raden Trenggana yang telah mengetahui kedatangannya. Sebenarnya Gagak Panji sama sekali tidak menimbulkan suara yang cukup keras untuk didengar. Gerakannya saat berada di sisi kapal pun tidak mengeluarkan bunyi sama sekali, tetapi orang yang dikunjunginya adalah Raden Trenggana — yang dikabarkan menyimpan kemampuan sangat tinggi.
Tak lama kemudian, seorang prajurit muncul dari lorong yang berada di sisi bilik juru mudi. Gagak Panji yang mengetahui kedatangan prajurit itu segera menghampiri, mengikuti prajurit yang diperintahkan Raden Trenggana untuk menjemputnya. Lalu dua orang itu berjalan menyusur lorong kemudian menuruni anak tangga yang pendek. Pemandu itu memberi petunjuk pada Gagak Panji mengenai bilik tempat pertemuannya dengan Raden Trenggana. Ia juga mengatakan bahwa pemimpin Demak itu sedang menunggu kedatangannya. Setelah melewati dua bilik yang tertutup rapat, Gagak Panji berdiri di depan pintu bilik pertemuan.