SuaraKawan.com
Bab 9 Pertempuran Panarukan

Panarukan 13

Sementara itu, Raden Trenggana sedang berada dalam bilik kemudi kapal yang menjadi pusat kendali serangan ketika seorang tumenggung melangkah masuk, lalu berdiri selangkah di belakangnya.

“Blambangan telah membuat kesalahan kali ini,” kata orang yang bertubuh sama besarnya dengan Raden Trenggana.

“Kau jangan salah melihat, Pulung Pikatan,” Raden Trenggana berkata tanpa menoleh pada Ki Tumenggung Pulung Pikatan.

“Saya pikir, gelar itu merupakan kelemahan. Mereka menempatkan ratusan orang untuk menghadapi ribuan orang yang secara tiba-tiba akan berada tepat di depan hidung mereka,” Pulung Pikatan berkata dengan percaya diri.

“Jika kau telah mengenal Gagak Panji dan Mpu Badandan, aku yakin kau akan mengatakan hal yang berbeda. Bila kau mengenal Menak Gudra, kau akan berpikir dua kali.” Raden Trenggana memutar tubuh dan sinar matanya memancarkan kesungguhan yang belum pernah dilihat oleh Pulung Pikatan. Sambil memegang dua pundak senopatinya, Raden Trenggana berkata, ”Blambangan bukanlah segolongan orang yang mudah ditundukkan. Mungkin kita akan membutuhkan waktu beberapa pekan untuk merebut Panarukan. Orang-orang yang telah aku sebut namanya mungkin akan menjadi mimpi buruk bagimu.” Kembali Raden Trenggana mengawasi dengan tajam perkembangan yang terjadi di pantai Panarukan. Ia melihat Gagak Panji berdiri di atas panggung dan membelakangi samudera luas. Dengan sebuah ilmu yang mirip dengan Cakra Pandulu, Raden Trenggana dapat melihat dengan jelas setiap gerak gerik Gagak Panji.

“Tetapi mereka hanya berkisar sekitar ratusan orang, Raden,” Pulung Pikatan mencoba membantah, ”dengan beberapa dentuman, pertahanan mereka akan bercampur dengan pasir pantai.”

“Kau berada di tempat ini untuk berkata tentang sesuatu atau memang kau belum siap bertempur?” bertanya Raden Trenggana.

“Menunggu perintah Raden.” Wajah Pulung Pikatan memerah dan ia menjawabnya dengan tatap mata menghadap lantai kapal.

Raden Trenggana pun memberikan sejumlah perintah terkait gelar yang akan mereka kembangkan pada hari itu. Setelah memahami arahan dan penjelasan mengenai siasat, Pulung Pikatan tidak mempunyai keberatan dalam hatinya tentang gelar yang akan digunakan oleh Raden Trenggana. Dia malah merasa bersyukur karena Raden Trenggana tidak mengajak para senapatinya untuk berembug. Pulung Pikatan tahu bahwa Raden Trenggana tentu telah mendapat laporan tentang sejumlah orang yang dicurigai telah memihak Blambangan. Namun Demak belum dapat menemukan orang yang dicurigai sebagai penyusup. Pulung Pikatan bergegas turun lalu memerintah prajurit penghubung agar meneruskan pada yang lain.

Genderang perang dengan irama tertentu telah dipukul berulang-ulang lalu diikuti dengan irama yang sama dari kapal-kapal yang bersebelahan. Cukup lama gema perang memenuhi udara dari kapal yang berada di sisi timur hingga barat dari angkatan perang Demak.

Raden Mas Said pantang menyerah dan terus-menerus melakukan perlawanan. Sepak-terjangnya yang mengerikan ini membuat Nicolaas Hartingh, Gubernur VOC untuk wilayah pesisir utara Jawa, menjulukinya sebagai Pangeran Sambernyawa.

Pangeran Sambernyawa Dalam Kepungan

Tiba-tiba lontaran besi melesat dari barisan pemukul prajurit Blambangan. Puluhan bedil menyalak dan ketapel berukuran besar gencar melepaskan besi yang tersundut dan dapat meledak. Beberapa  buah batu turut melayang menggapai kapal-kapal yang semakin dekat dengan bibir pantai. Gagak Panji menjatuhkan perintah menyerang ketika melihat barisan kedua kapal perang Demak melintasi tempurung kelapa — yang telah dipasang terapung oleh Ra Kayumas pada malam-malam sebelumnya.

Kekacauan melanda angkatan perang Demak.

Sebuah gelar mirip Supit Urang tengah dijalankan oleh Raden Trenggana. Barisan kedua dari kapalnya berada sedikit lebih jauh dari tetenger yang diletakkan oleh Ra Kayumas. Sementara dari kedua ujung gelar, kapal-kapal Demak mendapat halangan untuk bergerak sedikit lebih maju. Prajurit Blambangan tanpa henti membidik dua sisi gelar Supit Urang. Air laut terus-menerus bermuncratan saat sebagian besi-besi panas meledakkan dinding kapal angkatan perang Demak. Namun kapal-kapal itu terbuat dari kayu pilihan dan beberapa bagian telah dilapisi lembaran logam. Sedikit sekali bagian kapal yang berlubang dan hancur, sehingga upaya Blambangan masih belum sepenuhnya mampu menghentikan laju kapal-kapal prajurit Demak.

Aba-aba dari Raden Trenggana untuk membalas serangan telah diluncurkan ke udara dengan tiga panah api yang melesat ke arah timur. Dentum senjata menggelegar keluar dari balik kulit kapal Demak. Ratusan bola besi yang tersundut melesat keluar meluncur cepat menuju daratan. Gagak Panji memberi perintah pada para pemimpin kelompok agar mengubah kedudukan pasukan.

Dan genderang perang pun berubah nada.

Dan sekejap kemudian pergerakan prajurit Blambangan mengalir sedemikian gesit dan cepat. Sebagian dari mereka berlindung di balik kubangan tanah yang telah digali sebelumnya. Papan-papan yang tebal dan berlapis berdiri kokoh menjadi pelapis pertama benteng-benteng kecil yang bertebaran di sepanjang garis pantai dengan warna yang serupa dengan keadaan sekitarnya.

Raden Trenggana menggeleng-geleng ketika mendadak hamparan pasir yang sebelumnya penuh dengan prajurit kini semua seperti hilang. Pasukan Blambangan dengan cerdik telah menyamarkan benteng kecil mereka dalam warna yang tidak mencolok. Kini seolah-olah ratusan orang itu menjadi hilang dari pandangan sementara dentum senjata sekali-kali melontarkan besi panas keluar dari sela-sela papan. Pulung Pikatan hanya memandang heran tentang siasat bertahan prajurit Blambangan. Dalam hatinya, ia  mengakui kecerdikan dan kegesitan pasukan Blambangan akan dapat berubah menjadi penghalang terbesar bagi Demak.

Related posts

Bulan Telanjang 12

Ki Banjar Asman

Bulan Telanjang 16

Ki Banjar Asman

Sabuk Inten 18

Ki Banjar Asman