Mendengar perintah khusus dari Adipati Pajang membuat Kidang Tlangkas berpikir tentang tanggung jawab baru. Sebuah kepercayaan yang mungkin baru diemban di masa mendatang tetapi segala sesuatunya harus dimulai secepatnya. Pangeran Parikesit tersenyum melihat perubahan wajah Kidang Tlangkas. Kemudian atas permintaan Adipati Hadiwjaya, Kidang Tlangkas meninggalkan ruangan.
Untuk sesaat mereka tenggelam dalam renungan. Selain Pangeran Parikesit, tidak ada seorang pun yang menduga bahwa rencana Pangeran Parikesit benar-benar mampu memancing keluar seseorang yang selama ini tidak menunjukkan permusuhan tetapi sangat berbahaya.
“Waktuku akan segera tiba,” kata Adipati Hadiwjaya kepada dirinya sendiri. Kemudian ia berpaling pada Pangeran Parikesit, ”Saya harus berterima kasih sekali lagi pada Paman. Sebuah siasat yang cemerlang dan itu mendorong saya agar lebih banyak lagi membaca perubahan-perubahan yang berkembang di Pajang.”
“Demak,” potong Ki Getas Pendawa.
“Dan Demak,” kata Adipati Pajang sambil mengangguk.
Pangeran Parikesit lurus menatap wajah Adipati Hadiwijaya. Kedua tangan Pangeran tertangkup dibawah ujung dagunya. Sementara ia menimbang-nimbang untuk menjelaskan tujuan dari rencananya, tiba-tiba Ki Buyut bertanya padanya, ”Kakang, bagaimana Kakang menyebarkan berita itu di luar kota Demak?”
“Apabila rencana itu aku sebarkan di dalam kota, maka kemungkinan kecil akan dapat mencapai tepi jurang Merbabu dan lereng Merapi.” Pangeran Parikesit kemudian bangkit dan bergeser setapak lebih dekat pada Adipati Hadiwjaya.
“Paman Pangeran, saya belum dapat mengerti alasan Paman dengan menyebarkan berita itu. Bahwa akan ada seorang pangeran Majapahit yang akan mengambil alih Demak pada saat ayahanda menyeberangi perbatasan. Siapakah pangeran yang dimaksud Paman?” Adipati Pajang bertanya dengan kening berkerut. Lantas ia berkata lagi, ”Karena setiap orang akan tahu bahwa memang ada dua pangeran yang berada dalam poros kekuatan Demak.” Adipati Hadiwijaya lantas memandang ayahnya, Ki Buyut Mimbasara, lalu sorot matanya beralih pada Pangeran Parikesit.
Pangeran Parikesit tersenyum sambil manggut-manggut. Katanya, ”Tentu saja akan terjadi kehebohan yang luar biasa di kota Demak dan sudah pasti berita itu akan mengganggu persiapan Raden Trenggana. Kau tentu tahu tentang kemungkinan itu.”
Adipati Hadiwijaya mengangguk.
Pangeran Parikesit lantas meneruskan, ”Karena aku tidak ingin mengguncang Demak dengan berita bohong, maka rencana itu aku susupkan melalui Kidang Tlangkas. Ia mem-beritahu pada orang-orang yang berdiam di daerah-daerah yang jarang dilewati oleh orang-orang saat menuju Demak. Aku mempunyai keinginan untuk membawa keluar sekelompok orang yang masih menyimpan kemauan untuk melanjutkan Majapahit. Tetapi mereka bukan dari kalangan kita.”
Ki Buyut Mimbasara merenungi penjelasan Pangeran Parkesit. Ia berkata lirih, ”Paman berkata jika mereka bukan dari kalangan kita, lalu siapakah mereka?”
“Para tumenggung yang ingin meraih kedudukan puncak. Mereka berbalik arah dengan melawan Majapahit, sedangkan perintah ramanda Brawijaya telah jelas bahwa setiap orang dari keturunannya tidak diizinkan mengangkat senjata melawan Raden Fatah.” Pangeran Parikesit diam sejenak. Kemudian ia melanjutkan, ”Matahari tetap datang berkunjung dalam waktu-waktu yang kita telah melihatnya sendiri, dan ia akan melangkah surut saat berada di balik punggung bukit. Begitu pula para tumenggung itu. Lambat laun usaha mereka memburu keturunan Ramanda menjadi padam. Dan hanya menyisakan satu atau dua kelompok yang tetap dapat bertahan hingga sekarang. Mereka hidup terpisah dalam banyak pedukuhan yang tersebar di kaki Merbabu dan Merapi. Dan agar mereka keluar untuk memulai perburuan, maka aku perintahkan Kidang Tlangkas menyebar kabar tentang pangeran Majapahit yang akan memberontak.”
“Lalu Paman Parikesit menyebut nama tentang pangeran yang akan memberontak itu?” Ki Buyut Mimbasara masih belum dapat menduga tentang nama yang digunakan Pangeran Parikesit untuk memancing keluar para penentang.
Sambil menganggukkan kepala, Pangeran Parikesit tersenyum dan jawabnya, ”Kakang Jaka Daplang.”
Orang-orang pun menahan rasa kaget. Kata Ki Buyut Mimbasara kemudian, ”Saya mendengar ramai pembicaraan di kalangan sendiri. Paman Jaka Daplang adalah orang yang keras menentang Raden Fatah untuk menyatukan Majapahit di bawah panji Demak. Namun kemudian setelah eyang Brawijaya berbicara dengannya, Kakang Jaka Daplang lalu memilih untuk mengasingkan diri. Ia dapat menerima penjelasan eyang Brawijaya, tetapi ia tidak mampu melihat sebuah kenyataan yang menurutnya tidak perlu terjadi pemaksaan kehendak.”