Lembah Merbabu 14

oleh

Pangeran Parikesit diam saja mendengar Ki Getas Pendawa mengungkap perasaan. Meski begitu, dua mata Pangeran Parikesit tidak dapat menyembunyikan kemarahan yang tersimpan dalam dadanya. Ia berdiri tegak lekat menatap Batara Keling beserta pengikutnya.

Orang yang berikat kepala merah itu kemudian bertanya pada Batara Keling, ”Apakah kita mempunyai pesaing, Batara?”

“Tentu saja, Rambesaji. Kita tidak sendirian dalam memburu emas lantakan,” jawab Batara Keling yang  memicingkan mata saat bertemu pandang dengan Pangeran Parikesit. Dalam waktu itu, Batara Keling merasa dadanya seperti dihunjam sebongkah batu berujung tajam dan tepat mengenai jantungnya. Betapa sorot mata Pangeran Parikesit mempunyai kekuatan yang seolah dapat meledakkan tebing batu pada lereng Merapi.

“Siapakah yang berani memberi harga untuk kepala kami berdua?” bertanya Ki Getas Pendawa.

Rambesaji menggeleng lalu jawabnya, ”Kau tidak perlu tahu.  Yang perlu kau ketahui hanyalah hadiah besar telah menanti kami semua.” Rambesaji tergelak lalu tiba-tiba ia menggerakkan tangannya dan dorongan tenaga inti keluar darinya melabrak Ki Getas Pendawa.

Tanpa bersusah payah, Ki Getas Pendawa setapak melangkah ke samping menghindari tenaga inti Rambesaji, kemudian katanya, ”Jangan terburu, Rambesaji. Aku mempunyai waktu yang sangat lama untukmu dan tentu menjadi kehormatan bagiku dapat menjadi hadiah.” Rambesaji merasakan nada hinaan dari kata-kata Ki Getas Pendawa. Ia bersiap untuk meningkatkan tenaga namun tiba-tiba niatnya seolah terhenti ketika suara Pangeran Parikesit datang membentur jantungnya.

“Kami tidak pernah menginginkan perang, kami hanya menginginkan sebuah kekuatan yang dapat membuat wilayah ini berjaya,” berkata Pangeran Parikesit tiba-tiba. “Tentu saja kalian tidak akan dapat menjadi bagian dari kekuatan yang aku harapkan. Karena justru awal kehancuran negeri ini disebabkan oleh sikap serta perbuatan kalian.” Suara Pangeran Parikesit terdengar seperti gelegar bebatuan yang runtuh dari puncak gunung.

[penci_related_posts dis_pview=”no” dis_pdate=”no” title=”Penaklukan Panarukan” background=”” border=”” thumbright=”yes” number=”4″ style=”grid” align=”none” withids=”” displayby=”cat” orderby=”rand”]

Batara Keling mendengus marah. Dan tidak dinyana sama sekali, Batara Keling kemudian menghantamkan kakinya pada tanah lalu aliran tenaga inti merambat cepat menuju Pangeran Parikesit. Getar yang ditimbulkan oleh hantaman itu dapat menyesakkan napas orang yang berkepandaian rendah, maka dengan begitu Pangeran Parikesit menyambut serangan dengan cara yang sama. Pangeran Parikesit pun menghentak kakinya dan melambarinya dengan lapisan tenaga inti untuk membendung serangan Batara Keling.

Tidak ada suara yang terdengar ketika dua kekuatan raksasa itu bertumbuk di dalam tanah. Namun tanah tempat orang-orang itu berpijak menjadi bergetar begitu hebat. Beberapa pohon besar bergoyang sangat keras, dan pada satu bagian lain menjadi merekah serta menumbangkan dua batang pohon.

Orang-orang di sekitar mereka terbelalak dan berdiri mematung dengan pandang mata tidak percaya. Bahkan Ki Getas Pendawa terkejut bukan kepalang. Sepanjang hidupnya ia hanya mendengar penuturan orang tentang ketinggian ilmu Pangeran Parikesit dan Ki Kebo Kenanga. Hingga pada malam itu, ia menjadi saksi mata kehebatan saudara dari ayahnya itu ketika mengubah alur tenaga inti Batara Keling dan meleburnya di dalam tanah.

Jantung Batara Keling berdegup kencang saat mengetahui bahwa tenaga inti yang dilepaskannya ternyata mampu diubah arahnya dan dilebur oleh orang yang disebutnya sebagai Pangeran Yang Terbuang. Pada bagian lain dari dirinya, tumbuh rasa enggan untuk melanjutkan pertarungan beradu dada menghadapi Pangeran Parikesit. Sementara akar keangkuhan yang telah sangat dalam menancap erat dan berkembang dalam hatinya terus memaksa Batara Keling untuk melanjutkan perkelahian.

Batara Keling dengan kecepatan gerak yang melebihi burung sikatan datang menyambar Pangeran Parikesit. Gerak ayun tangan dan kakinya masih mengeluarkan udara panas yang mampu membakar kain pakaian orang yang berada dalam jarak sepuluh langkah darinya. Untuk kedua kalinya, kedua orang  berilmu sangat tinggi ini kembali saling membelit dan melibat. Pertarungan jarak dekat itu sangat menggetarkan. Mereka bergerak di luar batas wajar penglihatan dan tidak terdengar seruan-seruan tertahan dari bibir mereka. Pertarungan yang hanya dipenuhi dengan suara benturan-benturan dua kekuatan ilmu.

No More Posts Available.

No more pages to load.