Gerbang Demak 10

oleh

Adipati Hadiwijaya tidak mengucap sepatah atau dua patah kata. Ia berkedudukan diam. Meski mem-punyai pendapat yang berbeda tetapi keputusan seorang pemimpin merupakan kewajiban yang harus ia tunaikan. Untuk itulah, dalam beberapa saat, ia menilai kembali pendapatnya dan mencoba mencari jalan tengah untuk menyelesaikan persoalan yang mungkin akan berkembang setelah kepergian Raden Trenggana ke wilayah timur.  Tidak ada lagi yang suara yang beredar di dalam ruangan itu.

Tak lama kemudian dua pemimpin itu keluar dari ruang rahasia. Raden Trenggana bergegas memerin-tahkan beberapa pembantunya untuk melakukan pemeriksaan terakhir kali. Sejumlah perintah telah dikeluarkan bagi para pembantunya oleh Raden Trenggana sebelum berangkat menuju pusat pengendalian pasukan yang berada di pelabuhan.

Senja telah menapak garis pantai ketika matahari menyembunyikan sebagian wajahnya.

Raden Trenggana telah berada di dalam kapal yang berisi lima ratus orang. Sebuah kapal yang telah lengkap dengan senjata yang dapat mencapai jarak cukup jauh. Kemegahan Demak sangat kentara dalam setiap piranti yang dikenakan oleh para prajuritnya. Kerapian barisan kapal yang berderet memanjang telah menjadi gambaran terang mengenai kekuatan dahsyat angkatan perang Demak. Kemauan bulat dibalut semangat yang membara dalam hati Raden Trenggana seperti menjalar pada prajurit yang terpilih dalam rencananya. Betapa mereka sangat percaya dan mempunyai keyakinan yang tinggi bahwa Raden Trenggana akan memberi mereka kemenangan yang mungkin tidak pernah terlupakan. Kehadiran Raden Trenggana di  tengah mereka pun sepertinya telah menjadi sumber tenaga yang tidak akan dapat habis.

Ketika terompet besar yang berada dari kapal Raden Trenggana berkumandang, maka segera saja udara pesisir menjadi penuh dengan gema suara bersahutan. Gemuruh suara yang berasal dari  kulit yang ditabuh semakin menggelorakan semangat prajurit Demak. Perlahan kapal Raden Trenggana bergerak meninggalkan garis pantai diikuti puluhan kapal yang berkuran lebih kecil. Pada malam itu Raden Trenggana membawa Demak untuk mewujudkan mimpinya : menyatukan tanah Jawa.

Adipati Hadiwijaya serta beberapa anggota keluarga Raden Trenggana berdiri di sebuah panggungan kecil melepas keberangkatan angkatan perang Demak. Tidak ada kata-kata yang diucapkan oleh ayah Pangeran Benawa. Sekalipun mempunyai panggraita yang tajam namun ia tidak ingin menaruh perhatian pada bisik hatinya itu. Sedikit banyak Adipati Hadiwijaya mempunyai harapan yang sama dengan Raden Trenggana meskipun cara yang ditempuh sangat berbeda. Sejenak kemudian ia menoleh ke belakang ketika seseorang mengeluarkan desir langkah mendekat padanya.

“Ki Tumenggung,” kata Adipati Hadiwjaya.

“Saya, Tuan Adipati,” sahut Ki Tumenggung Gajah Dampit. Lalu katanya, ”Sejumlah pemimpin sedang menunggu Anda untuk mengatakan sesuatu yang dianggap perlu.”

Adipati Hadiwijaya merenung sejenak, lantas ujarnya, ”Bukankah itu dapat dilakukan esok pagi?”

“Ki Tumenggung Adiwangsa berkeras untuk pembicaraan itu.”

“Sejauh mana urusan itu harus dibicarakan pada tengah malam?”

Ki Gajah Dampit kemudian berhenti berkata. Sesuatu tampak sedang berada dalam kepalanya, lalu beruara, ”Baiklah, saya sampaikan pada mereka untuk kembali esok pagi.”

“Kalian akan mendapat pemberitahuan dariku. Tetapi malam ini tidak ada yang perlu dibicarakan di antara kita semua,” kata Adipati Hadiwijaya lantas pergi meninggalkan Ki Tumenggung Gajah Dampit dan diikuti oleh anggota keluarganya. Sejak malam itu Adipati Hadiwijaya akan tinggal untuk sementara waktu di dalam istana Demak. Ia akan mengambil alih tugas keseharian yang telah ditetapkan untuknya oleh Raden Trenggana.

 

Klik : Bab Lanjutan

No More Posts Available.

No more pages to load.