Malam pun datang semakin dalam ketika iring-iringan yang dipimpin Ken Banawa memasuki halaman pendapa Kademangan Wringin Anom. Seorang penjaga regol bergegas mengabarkan kedatangan rombongan ini kepada Ki Demang. Perasaan penjaga regol dipenuhi suka cita karena ia melihat Arum Sari berada di antara prajurit Majapahit.
Isak tangis antara haru dan bahagia pun memecah malam. Arum Sari berbinar mata dalam peluk ibunya. Ia mengnankat wajah dan manatap mata ibunya. Di dalam hatinya pecah perasaan haru dan terbitnya kembali cahaya cinta. Menyala dan menerangi seisi ruangan. Untuk waktu yang tidak dapat dikatakan sebentar bersama Ubandhana, Arum Sari telah merasa kehilangan harga diri dan kehormatan. Sampai batas tertentu ia masih dapat menjaga semangat dan harapan untuk hari esok, tetapi ketika ia melihat Patraman ternyata ia harus mengubur segalanya. Ia hanya dapat mengumpat dirinya yang bodoh, marah dengan keadaan, kelemahan penjagaan dan sebagainya. Namun segala perasaan itu akhirnya ditumpahkannya pada satu orang, Patraman. Patraman adalah lelaki perenggut kehormatan yang telah menggadaikan harga diri, setidaknya itu yang dipikirkan Arum Sari ketika Patraman berada di tengah-tengah mereka.
Malam itu terasa menjadi waktu yang sangat berharga baginya. Ia telah kembali hadir di tengah orang-orang yang mencintainya sepenuh hati. Bahkan Arum Sari seolah merasakan dirinya terlahir kembali.
Sewaktu melihat kebahagiaan keluarga Ki Demang, Ken Banawa tampaknya harus menunda pembicaraan yang telah direncanakan. Ia tidak ingin menganggu luap perasaan mereka dengan setitik noda.
“Kami harus banyak berterima kasih pada Tuan beserta pasukan yang membawa Arum Sari kembali pulang dengan selamat,” kata Ki Demang dengan terisak. Mendengar itu, Nyi Demang semakin erat memeluk putri semata wayangnya.
“Ini adalah sebuah kewajiban kami, Ki Demang,” Ken Banawa berkata kemudian, ”aku harapkan bantuan Anda menyiapkan dan mengawasi sejumlah orang yang menjadi tawanan. Mereka akan segera kami kirim ke kotaraja.”
“Kami akan membantu apa yang bisa kami lakukan untuk Anda,” sambil berkata itu Ki Demang berpaling pada Ki Jagabaya. Sepatah kata ia ucapkan agar Ki Jayabaya bergegas melakukan yang dianggap perlu untuk mengurusi tawanan.
Para pengikut Patraman lantas didorong kasar berjalan menuju bangunan yang memanjang dengan beberapa bilik menghadap tanah lapang. Dibantu para pengawal kademangan, anak buah Ken Banawa memasukkan satu demi satu tawanan dan menjaga mereka dengan ketat.
Setelah semua pekerjaan yang berhubungan dengan tahanan telah di-kerjakan, seorang pengawal kademangan berkata, “Ki Sanak sekalian dapat segera beristirahat. Silahkan mengambil jamuan yang telah kami siapkan. Kami akan mengambil alih kewajiban Ki Sanak untuk sementara waktu. Percayakan pada kami, dan kami tidak akan membiarkan mereka dapat melepaskan diri karena hanya itu cara kami berterima kasih.”
Pemimpin prajruit membukukkan badan, ia senang mendengar kata-kata pengawal yang rendah hati dan benar-benar dapat mengerti arti menghargai.
Di dalam bangunan induk.
“Silahkan Ki Banawa istirahat di tempat yang telah kami persiapkan. Begitu pula para pengawal untuk segera menempati ruangan untuk istirahat. Dan sebelumnya saya persilahkan untuk makan malam,” kata Ki Demang lalu mempersilahkan para tetamunya memasuki ruangan tengah di belakang pendapa.
Tidak lama setelah itu, Ken Banawa mengatakan kepada Ki Demang untuk berbicara beberapa hal sambil menunggu kehadiran Ki Demang Sumur Welut. Ki Demang pun menyadari karena menurutnya memang tidak pantas untuk melanjutkan pembicaraan di larut malam sedangkan tamu-tamu itu membutuhkan istirahat. Kedua orang ini lantas berpisah, dan Ken Banawa berjalan menghampiri prajuritnya untuk mengatur penjagaan pada malam itu. Beberapa waktu berselang lalu Ken Banawa pun memasuki bilik yang telah disiapkan untuknya.