Ki Gurasan hanya berdiam diri mendengar kata-kata tegas penuh arti Kang Tanur. Ia hanya berdiri seraya menghadap lurus Kang Tanur. Sejenak kemudian ia berkata, ”Aku tidak me-nampakkan diri karena memang ada sebuah persoalan yang hanya selesai apabila gurumu tidak berada di padepokan. Lihatlah, malam masih panjang sementara kau dapat mengatakan padaku tentang apa-apa yang mungkin dapat aku lakukan untukmu.”
“Kau terlihat asing bagiku, Ki Sanak!” tiba-tiba terdengar orang ketiga berbicara pada mereka.
Ki Gurasan dan Kang Tanur tersentak!
Betapa tiba-tiba Pangeran Benawa telah berada di dekat mereka dengan penyerapan bunyi yang luar biasa.
“Luar biasa!” Kagum Ki Gurasan dalam hatinya memuji Pangeran Benawa yang belum genap berusia sepuluh tahun. Ia menduga-duga dalam hatinya mengenai anak kecil yang sepertinya membuat Kang Tanur merasa segan. “Agaknya ia berada dalam pengawasan orang yang benar-benar hebat.” Ki Gurasan menggeleng. Lalu katanya, ”Tentu saja Angger tidak pernah melihat paman. Paman telah pergi dari padepokan Ki Buyut saat Angger belum dilahirkan.”
Usia Pangeran Benawa yang masih belia tidak mampu membendung bakat besar yang tersimpan dalam dirinya. Sebagai anak yang tumbuh dan berkembang dalam bimbingan orang-orang berkepandaian tinggi, Pangeran Benawa serba sedikit telah belajar dengan cara melihat ayahnya dan Ki Buyut menghadapi orang-orang asing. Ia menatap curiga Ki Gurasan. Kemudian ia berpaling pada Kang Tanur lalu berkata, ”Paman, lebih baik Anda beritahukan kehadiran orang asing ini pada yang lain. Paman juga dapat meminta mereka bersiaga menghadapi semua kemungkinan.”
“Baik, Jaka Wening,” Kang Tanur mengangguk lantas menatap tajam Ki Gurasan, ”kau telah mendengarkan anak ini.” Kang Tanur melirik Pangeran Benawa yang berdiri tegap di sebelahnya.
“Dia hanya seorang anak kecil,” geram Ki Gurasan. Ia memandang tajam Pangeran Benawa yang terlihat tenang berdiri di samping Kang Tanur. Sebatang tongkat dengan panjang yang sesuai dengan tinggi badannya kokoh dalam genggaman tangan Pangeran Benawa. Tiba-tiba Ki Gurasan bersuit nyaring lalu beberapa orang berhamburan mendatanginya dan membentuk lingkaran mengelilingi mereka bertiga.
“Sebenarnya masih ada jalan damai bagi kalian, sehingga kalian tetap dapat berbakti tanpa merusak keadaan,” berkata Ki Gurasan sambil menyapukan pandang memperhatikan para cantrik padepokan yang berhamburan datang lalu mengepungnya dan kelompoknya. Mereka membentuk lingkaran lebih besar agar dapat mengurung Ki Gurasan dan pengikutnya. Pemandangan yang luar biasa karena Pangenan Benawa, Kang Tanur dan Ki Gurasan berada dalam kepungan kelompok kecil, sementara kelompok itu sendiri sekarang terkurung dalam lingkaran lebih besar yang terdiri dari para cantrik padepokan.
Meski demikian, Ki Gurasan tetap melanjutkan ucapannya, ”Kalian dapat menyerahkan anak lelaki Jaka Tingkir, lalu kami akan tinggalkan tempat ini.”
Mereka terkejut. Darah para cantrik seperti berhenti mengalir karena Pangeran Benawa berdiri di depan Ki Gurasan. Namun ketika mereka melihat ketenangan Kang Tanur dan Pangeran Benawa, maka para cantrik bernapas lega. Mereka mempunyai waktu untuk mempersiapkan diri lebih tenang.
[penci_related_posts dis_pview=”no” dis_pdate=”no” title=”Saran Bacaan” background=”” border=”” thumbright=”yes” number=”6″ style=”grid” align=”right” withids=”” displayby=”recent_posts” orderby=”rand”]
Para cantrik mengerti bahwa keselamatan Pangeran Benawa akan menjadi pertaruhan hidup mati mereka. Mereka mengenal cucu Ki Buyut Mimbasara itu seperti mengenal saudara sendiri. Pangeran Benawa banyak berhubungan dengan mereka dalam keseharian dan kerendahan hatinya telah memukau hati para cantrik padepokan. Pangeran Benawa selalu menempatkan diri berada dalam kedudukan yang sama dengan cantrik Ki Buyut Mimbasara. Dengan begitu kesenjangan kedudukan pun menghilang, Pangeran Benawa mendapat tempat tersendiri dalam hati setiap orang yang berguru pada Ki Buyut Mimbasara.
Keselamatan Pangeran Benawa menjadi pokok perhatian yang ada di dalam benak dan hati cantrik padepokan. Mereka tidak melihat Jaka Wening sebagai seorang pangeran, pada saat itu, bagi mereka, Jaka Wening adalah mereka!
Ketenangan yang diperlihatkan Pangeran Benawa mampu menjangkau hati cantrik padepokan, sehingga mereka tidak terkejut ketika Ki Gurasan berkata,”Kita telah berhasil memasuki padepokan ini. Dan berikutnya adalah kita harus dapat membawa anak lelaki Adipati Pajang keluar dari tempat ini!”