SuaraKawan.com
Bab 4 Perwira

Perwira 8

Seperti saat-saat di masa lalu, Ki Sunu masih menganggap Toh Kuning adalah anak kecil yang punya tanggung jawab besar kemudian katanya, ”Tambatkan di belakang dan anggaplah rumah ini sebagai rumahmu sendiri. Kau selalu disambut terbuka oleh kami berdua, Ngger.”

Ki Sunu tidak bertanya mengenai keperluan Toh Kuning dan kawannya. Ia percaya Toh Kuning selalu berbuat baik untuknya seperti masa yang telah lewat.

Pada permulaan malam itu, Ki Sunu berdua banyak bertanya tentang pengalaman Toh Kuning, dan tentu saja, Toh Kuning lebih banyak berkisah tentang kehidupannya semasa di perguruan Begawan Bidaran dan sebagai prajurit. Setelah merasa cukup berbagi kisah dengan kedua orang tua yang pernah merawatnya, Toh Kuning kemudian minta diri untuk beristirahat bersama Jerabang.

“Kau dapat berbaring di bilik yang… tentu masih kau ingat karena tidak ada yang berubah di dalamnya,” kata Ki Sunu kemudian mempersilahkan kedua tamunya memasuki bilik.

“Mereka berdua adalah orang baik, Toh Kuning,” kata Jerabang lirih, ”andai aku pernah dibesarkan oleh mereka.”

“Kita sudah sangat beruntung hanya dengan mengenalnya meski sesaat,” sahut Toh Kuning. ”Ah, sudahlah! Kita berbaring sejenak. Kita akan keluar kalau peronda sudah memukul kentongan malam.”

Demikianlah ketika para peronda pedukuhan membunyikan nada khusus tengah malam, dua prajurit Kediri itu menyelinap keluar melalui jendela yang berukuran cukup besar di bilik mereka. Malam tidak terlalu gelap karena cahaya bulan yang remang-remang cukup memadai memberi penerangan bagi keduanya.

Toh Kuning masih mengenal lingkungan dengan baik, maka dalam waktu singkat mereka telah mencapai rumah yang ditempati oleh orang-orang berpakaian biru hitam. Beberapa bayangan tampak berjalan di bawah obor kecil yang terpasang berjajar sepanjang jalan kecil yang mengitari rumah. Dan dari balik semak yang tidak begitu rapat, Toh Kuning dapat melihat sejumlah orang duduk melingkar.

“Kita harus mencari jalan untuk dapat mengawasi mereka,” bisik Toh Kuning.

Jerabang mengedarkan pandang. Ia menggelengkan kepala lalu berkata, ”Penjagaan mereka cukup rapat.”

Toh Kuning mengangguk-angguk dan mengerti bahwa jarak antar penjaga saat berkeliling memang berdekatan. Apabila ia salah membuat perhitungan tentu saja akan membawa akibat yang cukup berat.

“Kita tidak dapat menempel pada dinding rumah,” kata Toh Kuning. ”Aku akan mengambil tempat di sudut sebelah sana.” Ia menunjuk serumpun tanaman perdu yang berada di ujung kanan kemudian ia berpesan, ”Aku harap dapat mendengar percakapan mereka dari tempat itu. Dan kau tunggu aku. Jika keadaan menjadi tidak memungkinkan kau dapat membakar rumah itu dan jalankan rencana pelarian.”

Jerabang menggerakkan kepala dengan mantap.

Toh Kuning kemudian memusatkan budi dan rasa untuk mengetrapkan ilmu meringankan tubuh yang ia miliki. Bersamaan dengan itu, ia juga mengalirkan segenap kemampuannya untuk menyerap bunyi. Dalam waktu sekejap, Toh Kuning telah berada di puncak ilmunya untuk meringankan tubuh dan penyerapan bebunyian. Lalu melesat dengan kecepatan melebihi burung walet. Jerabang tiba-tiba saja merasa bingung karena Toh Kuning mendadak hilang dari pandangannya.

Toh Kuning meskipun berilmu tinggi namun ia tidak ingin berbuat gegabah untuk bergerak. Ia memperhitungkan jarak dan waktu antar peronda sebelum ia dapat sampai ke tempat yang ia inginkan, meskipun ia yakin bahwa para penjaga tidak akan mampu melihat kelebat bayangannya.

“Benar-benar pantas Toh Kuning menjadi lurah prajurit. Bahkan mungkin kemampuannya sekarang telah berada dalam jajaran ilmu seorang tumenggung,” desah lirih Jerabang tatkala telah mengenali bayangan gelap yang tersembunyi di balik rerimbun tanaman perdu.

Tenaga inti Toh Kuning telah mencapai batas puncak seseorang yang dapat dikatakan berkepandaian tinggi. Ia dapat mendengar dengan jelas percakapan orang-orang yang berada di dalam rumah meskipun pandangannya terhalang dinding bambu.

“Akuwu Tunggul Ametung tentu sadar bahwa ia tidak dapat menuduh Ken Arok sekalipun ucapannya benar,” kata seseorang di dalam rumah.

Related posts

Kiai Plered 32 – Pedukuhan Janti

Ki Banjar Asman

Pangeran Benawa 3

Ki Banjar Asman

Merebut Mataram 65

Redaksi Surabaya