SuaraKawan.com
Bab 6 Wringin Anom

Wringin Anom 1

Di Kademangan Wringin Anom, Patraman adalah lelaki muda yang berhasil meraih tampuk pimpinan pasukan pengawal Majapahit selama bertugas di sana. Mempunyai kecakapan olah kanuragan dan bidang keprajuritan.  Walau telah mempunyai kedudukan tinggi di Kademangan Wringin Anom, namun dalam dirinya terbersit hasrat untuk meraih puncak kejayaan melebihi pencapaiannya sekarang ini.

Dalam banyak kesempatan, setiap kali ada kunjungan dari pejabat tinggi Majapahit, Patraman tidak menyembunyikan hasratnya. Ia sering bersaing dengan Ki Demang dalam berebut pengaruh agar dapat memasuki lingkaran dalam kotaraja maupun rakyat kademangan sendiri. Persaingan ini semakin mendekati puncak ketika orang-orang  di sekeliling Sri Jayanegara berpusar tajam saling bersaing. Agaknya persaingan untuk perebutan tahta kerajaan telah menjalar hingga ke sebuah kademangan di lembah Sungai Brantas.

Patraman memandang dirinya lebih tinggi, maka dari itu ia enggan untuk tunduk dalam perintah Ki Demang Wringin Anom. Sikap tinggi hati dan keinginan Patraman semakin memuncak setelah bertemu dengan seseorang dari kotaraja.

“Aku kemari untuk memberikan kepadamu sebuah tanggung jawab yang besar,” kata orang kotaraja itu suatu ketika, di barak prajurit yang terletak di sebelah selatan padukuhan induk.

“Aku belum melihat peningkatan kemampuan prajurit di kademangan ini. Apakah tidak akan membawa petaka jika aku memaksakan diri?” Patraman bertanya sambil memainkan belati kecil.

“Tidak!” kata orang itu. Ia diam sejenak, lalu melanjutkan, ”Yang aku maksudkan bukanlah satu peperangan. Tapi kawan kita menghendaki kau dapat membuat sebuah kemajuan yang akhirnya dapat membawa satu tingkat lebih tinggi.”

Patraman dengan alis mengerut pun bertanya, ”Kemajuan seperti apa yang Kakang maksudkan?”

“Aku mendengar Ki Demang mempunyai anak perempuan yang cantik. Dan aku kira kau pun tertarik pada anak perempuan itu.” Senyum orang kotaraja itu mengembang. Matanya mengerling ke arah Patraman yang masih mendengarkan dengan bibir terkatup rapat.

Lalu ia meneruskan, ”Patraman, untuk meraih suatu keberhasilan sudah barang tentu membutuhkan kerja keras dan pengorbanan. Tentu saja kau tahu yang aku maksudkan.” Ia berhenti sejenak. Dengan sepuluh jari yang terjalin di depan dadanya, ia mengatakan, ”Aku tahu kau adalah seorang lurah prajurit yang kuat dan itu adalah alasan bahwa engkau sebenarnya lebih pantas berada di tempat yang lebih tinggi.”

Orang dari kota raja itu bergeser lebih dekat. Dengan berbisik ia mengutarakan rencananya. Sesekali terlihat Patraman mengerutkan kening dan terkadang meminta untuk dijelaskan lebih mendalam.

“Baiklah, Kakang dapat kembali menemui kawan kita dengan kepala tegak. Aku akan mencari cara yang terbaik sehingga tujuan kita akan teraih,” berkata Patraman dengan suara yang cukup dalam. Orang dari kotaraja itu segera pergi setelah berbincang beberapa lama.

Siang itu, Patraman berbincang dengan Laksa Jaya. Berbagai hal telah mereka bincangkan hingga menyentuh maksud dan tujuan sebenarnya. Laksa Jaya yang mengetahui kecakapan Patraman seringkali hanya mengganggukkan kepala mendengar cita-cita Patraman. Ia memberi pengakuan bahwa berkat kecakapan dan kecerdikannya, secara cepat Patraman dapat meraih posisi penting dalam keprajuritan Majapahit.

Tetapi gelegak keinginan Patraman untuk dapat menjadi seorang pemimpin kademangan dan lebih tinggi lagi masih tersamar dalam kegiatan sehari-hari. Tentu saja Ki Demang mengetahui perihal ini namun ia tidak dapat berbuat banyak karena tiada orang yang bersedia menjadi saksi maupun bukti yang dapat diungkapkan. Bahkan sebaliknya, Patraman bisa saja menangkap Ki Demang dengan tuduhan pemberontakan. Sejumlah perangkap telah disiapkan apabila sewaktu-waktu Ki Demang menunjukkan keganjilan.

Di barak prajurit, pada siang itu, seolah mengetahui isi hati Patraman, Laksa Jaya meminta Patraman segera memerintahkan dua orang pengawal yang berada dalam ruangan untuk keluar. Tak lupa pula mereka  memerintahkan penjaga agar melarang setiap orang untuk memasukinya.

“Laksa Jaya, tentu sangat baik bila engkau bersedia melakukan satu perbuatan untukku.”

Kawan dekat Patraman ini menyungging senyum. “Ya, apakah itu?”

“Menculik Arum Sari lalu membebaskannya. Sementara itu, ketika kau tengah melakukannya dan menyembunyikan gadis itu, aku akan bicara dengan Ki Demang.”

Bagai disambar halilintar, raut wajah Laksa Jaya seketika pucat pasi mendengar perkataan temannya itu. Dua bola matanya memandang heran pada Patraman. Ia tidak mempercayai yang telah didengarnya.

Related posts

Membidik 31

Ki Banjar Asman

Kiai Plered 78 – Gondang Wates

Ki Banjar Asman

Gerbang Demak 7

Redaksi Surabaya