Dalam amar putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang diketuai Erintuah Damanik menyatakan bahwa meninggalnya korban, Dini Sera Afriyanti bukan disebabkan karena perbuatan terdakwa Gregorius Ronald Tannur. Tapi meninggal karena minum alkohol.
“Pertanyaannya, majelis hakim mempunyai pendapat seperti itu dasarnya apa? Apakah memang ada ahli yang menerangkan untuk itu atau tidak. Atau paling tidak ada dokter yang barangkali pernah merawat si korban bahwa korban itu sebelumnya menderita penyakit tertentu sehingga kalau dia minum alkohol menyebabkan matinya si korban,” urai Prof Dr Nur Basuki Minarno, pakar hukum pidana Unair, Kamis 25 Juli 2024.
Ditabahkannya, kalau hal ini tidak pernah terungkap di persidangan, kemudian majelis hakim menyatakan bahwa matinya korban bukan karena atas perbuatan terdakwa tapi karena minuman keras, menurutnya hal itu tidak berdasar.
“Tidak berdasarkan pada fakta, karena majelis hakim tidak mengerti masalah kedokteran. Yang bisa menjelaskan ini adalah dokter yang ahli di bidang itu. Yaitu dokter forensik, dihadirkan atau tidak di persidangan? Yang saya dengar tidak. Kalau tidak, hakimnya berpendapat seperti itu dasarnya apa? Sehingga menurut pendapat saya tidak berdasar amar putusannya seperti itu,” urai Nur Basuki.
Hakim juga berasalan bahwa lam peristiwa tersebut dikatakan tidak cukup saksi. Karena itu, perlunya scientific crime investigation, pembuktian secara saintifik. Pembuktiannya dengan apa? Dengan CCTV, visum atau alat bukti yang lain yang mendukung bahwa terdakwa adalah pelakunya.
Di dalam perkara ini, JPU sudah mencoba dengan mengajukan alat bukti dan barang bukti yang memperkuat bahwa matinya korban itu karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak terdakwa, baik itu saksi, baik itu CCTV atau visum et refertum.
Hasil visum et revertum, dinyatakan bahwa matinya korban itu disebabkan karena hatinya si korban mengalami pendarahan yang disebabkan karena benda tumpul.
Memang, kalau di dalam visum, tidak menyebutkan pelakunya. Hanya visum itu menjelaskan mengapa korban meninggal dunia, atau penyebab korban meninggal dunia. Sehingga di dalam visum et refertum itu tidak bisa menunjuk orang.
“Nah, karena itu, siapa pelakunya, maka harus menggunakan alat bukti lain. Contohnya jaksa sudah mengajukan alat bukti CCTV. Sudah mengajukan saksi. Itulah yang akan membuktikan bahwa si terdakwa itu adalah pelakunya, sehingga si korban meninggal dunia,” urainya.
Dari hasil visum yang ia baca, korban banyak mengalami luka yang disebabkan karena benda tumpul. Sehingga pertanyaannya, siapa pelakunya yang menyebabkan korban mengalami seperti diterangkan di visum.
Meski visum tadi tidak bisa menunjuk siapa pelakunya, tapi dari CCTV kemudian kronologis perkara menunjukkan tidak ada pelaku lain selain si terdakwa. Karena di dalam keterangannya itu diterangkan, sebelumnya antara terdakwa dengan si korban telah mengalami cekcok.
“Sebetulnya dari sini sudah paling tidak ada gambaran yang sedikit terungkap bahwa korban meninggal karena ada penyebabnya. Yaitu adalah cekcok sebelumnya. Apa yang dilakukan terdakwa kepada korban, itu diterangkan di visum et refertum. Sebetulnya dari situ menurut pendapat saya sudah kuat pembuktian yang diajukan oleh pihak penuntut umum,” ujarnya.(*)