SIDOARJOterkini – Pendemo di Pendopo Delta Wibawa Kabupaten Sidoarjo bukan petugas kebersihan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Pemkab Sidoarjo. Aksi demo disertai menumpahkan sampah depan pendopo tersebut tidak mewakili suara dari ratusan petugas kebersihan DLHK.
Mereka yang menggelar aksi demo berasal dari sebagian kecil pengelola TPS dan sebagian kecil penggerobak sampah dengan mengatasnamakan Gapeksi (Gabungan pekerja kebersihan Indonesia).
Kepala UPT TPA Griyo Mulyo Jabon, Hajid Arif Hidayat mengatakan, puluhan pendemo kemarin bukan petugas kebersihan DLHK. Mereka demo mengatasnamakan Gapeksi. Petugas pengumpul atau penggrobak sampah tersebut, sebagian adalah pekerja dari TPS3R Desa. Sebagian lain adalah jasa pengumpulan sampah mandiri yang tidak terikat dengan TPS3R Desa.
“Meskipun bukan bagian dari DLHK secara langsung, para pengumpul sampah merupakan mitra bagi Pemkab Sidoarjo. Kebijakan yang disusun tidak pernah punya tujuan untuk merugikan siapapun. Namun, seluruh praktik pengelolaan sampah harus berjalan sesuai regulasi yang ada,” ucap Hajid, Jumat (22/12/2023)
Hajid membeberkan, dari sebanyak 197 TPS (Tempat Pengelolaan Sampah) di Kabupaten Sidoarjo hanya 17 TPS yang protes. Mereka menuntut biaya ritasi di TPA Griyo Mulyo Jabon digratiskan. Padahal menurut Hajid, selama ini mereka mengambil sampah rumah tangga tidak gratis, mereka menarik retribusi sampah rumah tangga.
“Aksi mereka yang menuntut penggratisan biaya ritasi di TPA Griyo Mulyo Jabon bertentangan dengan Permendagri tentang retribusi sampah rumah tangga dan permendagri tentang BLUD. Tidak mungkin DLHK menggratiskan karena itu melanggar aturan. Dalam memungut sampah rumah tangga mereka kan menarik retribusi sampah rumah tangga,” ungkap Hajid.
Hajid juga menambahkan, kebijakan yang dilakukan DLHK sudah melalui FGD (Forum Discussion Group) dengan para pengelola TPS. Selain itu, aturan baru retribusi ritasi tujuannya sangat baik agar bisa memaksimalkan pemilahan sampahnya di tiap-tiap TPS. Bila pemilahan sampah dilakukan optimal akan mengurangi prosentase jumlah sampah yang dibuang ke TPA Griyo Mulyo Jabon.
Kebijakan itu menurut Hajid sebenarnya untuk mendorong pengelola TPS lebih memaksimalkan 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle). Mereka bisa mengelola lebih maksimal lagi sampahnya. Sehingga sampah yang dibuang di TPA Griyo Mulyo Jabon jauh berkurang.
“Semakin sedikit sampah yang dikirim ke TPA Griyo Mulyo Jabon maka semakin kecil biaya operasional yang dikeluarkan pengelola TPS,” jelasnya.
Upaya yang dilakukan DLHK Sidoarjo itu sebenarnya sebagai langkah solusi bersama untuk mengurangi jumlah sampah yang masuk ke TPA Griyo Mulyo Jabon. Dengan begitu umur TPA bisa lebih lama. Jangan sampai umur TPA Jabon berkurang karena pengurangan sampah di TPS tidak optimal.
“Kita ikhtiar bersama menjaga TPA Jabon itu agar umurnya panjang. Jangan sampai Sidoarjo darurat sampah karena salah dalam penanganan di hulunya, yaitu di TPS-TPS3R. Makanya kami mendorong pemilahan sampah di TPS bisa berkurang 70 hingga 80 persen,”kata Hajid.
Saat ini TPA Griyo Mulyo Jabon memberlakukan ketentuan “bayarlah sesuai yang dibuang”. “Artinya jika TPS bisa mengelola sampah dengan baik, maka dapat meminimalisir pengeluaran untuk operasional sampah yang dibuang ke TPA,” jelas Hajid.
Hajid menambahkan, TPS ini dapat mengambil solusi dengan cara menerapkan program Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, dan Recycle (TPS-3R).
“Yaitu dengan cara melibatkan masyarakat diharapkan tidak hanya mengurangi kuantitas sampah dari sumbernya, tetapi juga memberikan pembelajaran serta praktik langsung kepada masyarakat dalam pengelolaan sampah,” tutupnya. (cles)