Siasat Ken Arok 1

oleh

“Ya. Bila Akuwu tidak dapat membuktikan Ken Arok berada di belakang peristiwa Bukit Katu, ia dapat diturunkan oleh raja. Tuduhan tanpa pembuktian maupun saksi mata akan membawa karma buruk bagi yang melakukannya,” sahut orang yang lain.

“Ken Arok,” berkata seseorang yang bersuara berat, ”kau tidak dapat menyeret kami dalam pergolakan yang mungkin akan berkobar. Segala sesuatu harus kau perhitungkan  termasuk bagaimana kehidupan kami apabila Mahesa Wunelang mengetahui jika kami adalah pelaku pembunuhan para prajurit itu.”

Dada Toh Kuning berdesir tajam. Darahnya seolah berhenti mengalir ketika mengetahui Ken Arok terlibat dalam kelompok orang yang membunuh prajurit Kediri di Bukit Katu. Sejenak ia tidak percaya yang baru saja didengar, tetapi ia harus menerima kenyataan ketika suara yang sangat dikenalnya dengan baik merambati udara.

“Ki Arumpaka, kita tidak mungkin meneruskan pekerjaan yang pasti akan membahayakan gerakan ini,” kata Ken Arok sambil memandang orang yang melekatkan golok pada bagian pahanya dengan sorot mata setajam pedang.

“Perbuatan itu cukup sekali saja kita lakukan. Tunggul Ametung akan menemui kegagalan jika ia berkeras menelusuri jejak. Tuduhan atau kecurigaannya padaku dapat dipastikan hilang dengan sendirinya. Namun kejayaan dapat diraihnya apabila kita begitu bodoh mengulang perbuatan yang sama!”  Ken Arok berhenti sesaat lalu menarik napas panjang.

Ia melanjutkan kemudian, “Aku adalah otak serangan. Aku adalah pengatur rencana dan pelaku utama penyerangan telah diyakini oleh orang-orang yang berada di dekat Tunggul Ametung. Oleh karena itu, aku dan kalian harus mempunyai siasat lebih maju daripada yang dimiliki oleh Tumapel.” Saudara seperguruan Toh Kuning ini berhenti sesaat lalu menarik napas panjang.

Kemudian, ”Tunggul Ametung tentu sudah  mempunyai dugaan jika aku adalah otak dari serangan itu. Namun sebelum ia dapat berpikir panjang, aku telah memberinya satu pekerjaan berat.”

Kawan-kawannya berpaling kepadanya, lalu bertanya Ki Arumpaka pada Ken Arok, ”Apakah engkau yang membebaskan jiwa seorang empu?”

“Pembebasan jiwa itu pilihan kata yang salah, Ki,” Ken Arok menatap Ki Arumpaka dengan tajam. ”Aku sengaja mengakhiri hidupnya agar Tunggul Ametung tidak lagi mempunyai orang yang sangat mengenal senjata.”

“Apapun itu yang pasti adalah ia telah terbunuh,” tukas Ki Arumpaka.

Toh Kuning berpikir keras untuk menghubungkan terbunuhnya beberapa prajurit Kediri dengan kematian seorang empu. Sebelum mendapatkan sebuah perkiraan, Toh Kuning harus memusatkan perhatiannya ketika mendengar suara kembali merambat di udara.

“Tunggul Ametung tentu sudah memperhitungkan kemungkinan adanya penyusup di dalam lingkungannya,” kata Ken Arok, ”dan Kediri tentu sudah memerintahkan para petugas sandi untuk menyelediki pembunuhan tersebut.”

[penci_related_posts dis_pview=”no” dis_pdate=”no” title=”TOh Kuning – Benteng Terakhir Kertajaya” background=”” border=”” thumbright=”yes” number=”4″ style=”grid” align=”none” withids=”” displayby=”tag” orderby=”rand”]

“Aku telah memikirkan,” masih berkata Ken Arok, ”aku telah melangkah sedikit jauh dari dugaan yang mungkin ada pada otak kalian. Aku telah memperhitungkan bahwa sebenarnya tidak ada lagi ruang bagi kelompok Ki Arumpaka untuk menonjolkan diri. Kalian harus bersembunyi!”

Dada Ken Arok sedikit terangkat. Ia menebar pandang berkeli-ling. Setiap pasang mata beradu pandang dengan dua bola matanya yang mampu membelah batu cadas.

“Persembunyian telah aku siapkan!”

Alis Toh Kuning bertaut, begitu pula orang-orang yang berada dalam pondok juga mengerutkan kening.

“Kalian akan berada di lingkungan Tunggul Ametung sebagai orang bekerja untuknya,” kata Ken Arok tegas.

No More Posts Available.

No more pages to load.