Toh Kuning mengerutkan kening. Ia belum mengerti arah pembicaraan antara gurunya dan Gubah Baleman, apalagi ketika terbayang olehnya wajah Mahesa Wunelang. Namun begitu ia berusaha menguasai diri lalu berkata,”Saya tidak mengerti alasan untuk bertemu dengan Mahesa Wunelang.” Ia menoleh pada gurunya, lalu lanjutnya ,”Saya juga tidak mengerti maksud guru saat menunjuk padaku.”
Begawan Bidaran kemudian tersenyum dan berkata,”Untuk mencabut rasa dendam yang mungkin saja masih membekas dalam hatimu, aku sarankan agar kau mengubah rasa dendam itu dengan sebuah penyelesaian yang baik.”
Gubah Baleman tertawa lirih, ia berkata,”Penyelesaian itu adalah bertemu dengan Ki Tumenggung Mahesa Wunelang dan berbicara dengannya.”
Toh Kuning menggelengkan kepala. Sekilas ia membayangkan pertempuran yang akan terjadi. Ia menduga kekuatan Mahesa Wunelang akan berada di tingkatan yang mungkin hampir menyamai gurunya. Kemudian terbayang olehnya jika mereka berdua akan berkelahi dengan sengit dan dikelilingi oleh para prajurit.
“Betapa malang nasibku,” berkata Toh Kuning di dalam hatinya.
“Kau akan berjalan bersama Ki Rangga dan para prajurit ke kotaraja, Ngger. Kau akan turut serta dalam pelaksanaan penerimaan prajurit baru yang akan digelar oleh kerajaan sekitar dua pekan lagi,” berkata Begawan sambil menepuk bahu Toh Kuning.
“Oh,” Toh Kuning berseru pelan sambil menutup wajahnya. Ia merasa malu pada dirinya dan orang-orang di sekitarnya, namun ia lega ketika mengetahui rencana gurunya bagi masa depannya.
Gubah Baleman mengangguk, kemudian berkata, ”Aku mendukung rencana gurumu, Toh Kuning. Kami bukanlah prajurit yang masih menyimpan dendam. Bentrokan yang terjadi di antara kita di masa lalu adalah bagian hidup yang harus dilalui. Namun gurumu telah percaya dan yakin kau akan berubah apabila kau bergabung bersama kami sebagai prajurit Kediri. Tentu saja ilmu dan ketajaman daya pikirmu akan sangat membantu banyak pekerjaan sebagai seorang prajurit.”
Begawan Bidaran kemudian memandang Gubah Baleman dan para prajurit, wajahnya yang selalu memancarkan kelembutan dan ketegasan yang keluar dari sorot matanya membuat mereka yang melihatnya menjadi segan. Begawan berkata, ”Aku ingin bicara berdua dengan muridku sebelum ia pergi meninggalkan padepokan.”
Gubah Baleman menganggukkan kepala lalu memberi perintah pada anak buahnya supaya keluar dari ruangan bersamanya.
Begawan Bidaran cukup lama terdiam sepeninggal Gubah Baleman dan prajuritnya. Ia berkata pada Toh Kuning, ”Menjadi prajurit adalah pekerjaan yang berat untuk dilakukan, terutama bagimu. Kau harus menghilangkan permusuhan dengan setiap prajurit yang kelak akan menjadi kawan karibmu, mereka akan menjadi saudaramu dalam satu ikatan sumpah setia. Kau harus mampu mencabut pemikiran bahwa orang hanya dapat menjadi kaya bila menindas orang lain. Kau akan menjumpai kehidupan dengan cara yang berbeda.
“Mungkin kau akan mendapat perlakuan yang kasar seperti kau memperlakukan mereka di masa lalu. Dan mungkin ketakutanmu pada karma akan mencengkeram benakmu.” Begawan Bidaran diam sejenak. Lalu ia melanjutkan ucapan, ”Tetapi aku mempunyai keyakinan kau akan melewati semuanya dengan baik. Aku percaya kau akan menjadi orang baik karena kau mempunyai kemampuan untuk melakukannya.”
Begawan Bidaran kemudian memejamkan kedua matanya. Ia mengatur pernapasannya, dadanya turun naik perlahan dan teratur. Tiba-tiba tubuhnya bergetar halus dan udara di dalam ruangan itu mendadak menjadi sangat dingin. Perubahan yang terjadi secara tiba-tiba itu membuat Toh Kuning merasa harus berbuat sesuatu. Namun ia tidak dapat menggerakkan tubuhnya. Ia berusaha berteriak memanggil Gubah Baleman namun suaranya tidak dapat melewati tenggorokan. Toh Kuning hanya dapat melihat tubuh gurunya yang bergetar cukup dahsyat namun masih dalam keadaan duduk bersila dengan tangan menyilang di depan dada.
Udara didalam ruangan kemudian berputar-putar seperti angin beliung dan menimbulkan suara menderu-deru. Toh Kuning kemudian mendengar pintu depan tiba-tiba tertutup rapat. Mereka yang berada di luar ruangan berusaha masuk namun pintu itu tidak terbuka sedikit juga! Meskipun para prajurit bersama-sama mendorong daun pintu, tetapi pintu tidak berderit! Suara Gubah Baleman yang berteriak memanggil gurunya dan namanya terdengar jelas olehnya, tetapi lambat laun suara Gubah Baleman larut dalam pusaran beliung dalam ruangan.