Penculikan 13

oleh

Arus serangan Ki Cendhala Geni, yang dipenuhi corak baru yang berkembang dari tatanan dasar olah geraknya, telah menjadi tekanan berat.  Ken Banawa lambat laun terdesak karena perubahan gerak lawannya. Ancaman datang membayang seperti sambaran halilintar yang bersembunyi di balik awan. Meski begitu ia masih dapat memusatkan perhatian untuk mencari titik lemah Ki Cendhala Geni. Pedang tipis Ken Banawa masih berputar, ia memantulkan bagian datar, lalu memanfaatkan daya pantul seraya menempatkan sisi tajam pada bagian pinggang musuhnya. Senapati ini telah menemukan jalan keluar.

Perubahan lain adalah setiap kali ia menangkis serangan kapak, Ken Banawa justru merapatkan jarak dengan menempatkan senjatanya sejajar dengan garis lengan. Itu berarti ia semakin dekat dengan Ki Cendhala Geni.

Sedangkan di bagian lain, Gumilang berloncatan lincah dengan kecepatan seekor rajawali di tengah kepungan Laksa Jaya dan Patraman. Pertempuran ketiga lelaki muda ini sangat mendebarkan. Mereka seperti mempunyai tingkat kepandaian yang sama, selain itu, mereka juga berkedudukan yang tidak terpaut jauh dalam lingkungan prajurit Majapahit.  Ketangkasan Gumilang melepaskan panah sambil berloncatan  menghindari serangan menjadi kemampuan langka. Belasan anak panah yang dilepaskannya dapat mengimbangi Laksa Jaya serta Patraman. Sesekali busur Gumilang berputar-putar menyambar Laksa Jaya. Ketika anak panahnya telah habis,  sebatang pedang telah erat dalam genggam tangan kanannya.

Kemudian Gumilang meloncat ke atas dan mencoba melepaskan kedua tendangan pada dua sisi yang berbeda. Kedua lawannya mampu menangkis tendangan itu lalu tubuh Gumilang berjungkir-balik di udara, bagaikan seekor rajawali, kini tubuhnya meluncur menyerang Patraman dengan pedang di tangan kanan, sedangkan tangan kiri memutar gendewa menghantam Laksa Jaya.

Busur Gumilang tertahan pedang Laksa Jaya dan pedangnya juga gagal menemui sasaran karena tertangkis oleh senjata Patraman. Kedua orang ini merasakan sedikit jerih pada lengannya. Pedang dan gendewa yang dihantamkan oleh Gumilang telah teraliri tenaga inti, ditambah bobot tubuhnya saat meluncur ke bawah menimbulkan perih pada kedua lengan musuhnya.

Laksa Jaya dengan sedikit nekat,  ia mengayun pedang dengan meng-abaikan kesemutan yang menjalar sepanjang lengannya, menerjang Gumilang yang baru menginjakkan kaki di tanah. Ayunan pedang Laksa Jaya berhasil ditangkis Gumilang, lalu dengan cepat Gumilang melepaskan tendangan memutar dan mengenai bahu kiri Laksa Jaya. Patraman menyaksikan itu dengan decak kagum. Betapa seseorang yang menurut perkiraannya belum mampu memulihkan keseimbangan dengan baik ternyata mampu  melakukan tendangan memutar secara hebat.

Laksa Jaya terpental, roboh bergulingan dan Gumilang merangsek dengan garang.

Suara mendengung yang dihasilkan gendewa itu menimbulkan rasa jerih pada hati Laksa Jaya. Kini ia terdesak, melihat hal itu Patraman segera melompat ke arah Gumilang Prakoso sembari memutar pedang. Merasakan adanya angin serangan dari arah punggungnya, Gumilang segera memutar tubuhnya dan menyambut serangan Patraman dengan pedangnya yang berwarna merah dan berukir naga pada gagangnya.

Bondan melepaskan diri dari ikatan Ubandhana ketika ia melihat sejumlah orang bergerak mendekati Arum Sari. Bondan cepat merangsek maju sambil melakukan tendangan memutar untuk memecah barisan anak buah Laksa Jaya yang bergerak menuju Arum Sari.

Gerakan yang memukau seperti ujung selendang yang berayun-ayun, tangan Bondan mengepak, meliuk-liuk menghempaskan daun kering, ia berkelahi namun lebih terlihat sebagai seorang penari istana raja.

Tetapi pemandangan sungguh luar biasa!

Kecepatan keris lebih terlihat seperti gulungan sinar dengan warna hijau yang berkilauan. Tendangan memutar yang datang beruntun serta sabetan keris Bondan telah mengecilkan nyali kawanan Laksa Jaya. Mereka menghentikan gerakan lalu bersiap menyambut badai serangan Bondan dari arah kiri.

Rasa sangsi melanda hati mereka yang sebelumnya telah membayangkan upah besar. Rumah dan tanah harus terbang dari benak mereka  apabila gagal membawa Arum Sari menuju kapal di pesisir selatan rawa-rawa. Bayangan upah besar yang akan diterima segera musnah dalam benak mereka. Dari samping kanan kawanan ini, belasan prajurit Majapahit yang awalnya berpencar, kini telah bersatu dan segera menyusun gelar kecil untuk pertempuran ini.

Perintah telah bergema keluar dari bibir Ra Caksana.

Serangan demi serangan layaknya di medan pertempuran digencarkan prajurit yang memiliki kesetiaan tanpa batas kepada kerajaan. Dengan cepat mereka mendesak pengikut Laksa Jaya dan mulai menguasai keadaan. Anak buah Laksa Jaya pun tertahan dan kini mereka harus mampu menyelamatkan diri masing-masing.

No More Posts Available.

No more pages to load.