SuaraKawan.com
Opini - Politik

Pemerintah versus Mafia CPO

War is the begining.

Kalau mengamati kronologi kebijakan Sawit, tidak sulit menebak bahwa di dalam pemerintah sendiri terjadi perang bintang. Perhatikan, ketika Jokowi pada Jumat (22/4/2022) menyampaikan pernyataan terkait kebijakan minyak goreng. Kabar dari Istana Merdeka, Jakarta itu mengejutkan sejumlah pihak, karena Jokowi menyatakan akan melarang ekspor bahan baku minyak goreng.

Pada hari minggu ( hebat libur juga kerja, dibela belain ) tanggal 24/4, Airlangga menggelar rapat terbatas bersama Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang, Menterian Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, dan Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso. Apa hasilnya ? Ditermahkan sikap Jokowi itu bukan larangan ekspor CPO. ”Jadi, kalau menulis bukan pelarangan CPO ya, tetapi hanya bahan baku minyak goreng RBD palm oil,” ujar Febri juru bicara Menko.

Selesai ?

Belum, Pada hari Rabu 27/4, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartato mengumumkan perubahan kebijakan ekspor minyak goreng dan bahan baku minyak goreng. Kini, pemerintah melarang ekspor untuk semua produk crude palm oil, red palm oil (RPO), RBD palm olein, pome, dan use cooking oil. “Ini seluruhnya sudah tercakup dalam Peraturan Menteri Perdagangan yang akan berlaku mulai pukul 00.00 WIB malam ini,” kata Airlangga Hartarto, Rabu, 27 April 2022.

Ambyar, Jum! 

Kalau diperhatikan, para menteri beranggapan Jokowi hanya fokus kepada kelangkaan minyak goreng dan berharap harga minyak goreng turun. Padahal bukan itu esensinya. Esensinya adalah kekuasaan negara tidak lagi sepenuhnya mengendalikan komoditas ini. Apa pasal? Kekuatan Kartel atau oligarki sawit ini sudah terlalu mencengkram ekosistem. Belum ada keputusan resmi, baru akan dikeluarkan kebijakan. Petani sawit yang menguasai 6,94 juta ha sudah kena injek lehernya. Petani langsung tekor Rp. 11,7 triliun. Sadis banget.Raja tega mereka.

Padahal 12 pengusaha besar sawit itu selama ini sudah terlalu banyak mendapatkan fasilitas dari negara. Dari insentif sampai kredit bank. Bahkan banyak kasus perusakan lingkungan dan pembakaran hutan tidak semua tuntas dan mereka aman saja.

Apakah mereka tega? Mungkin mereka juga tidak tega. Tetapi mereka itu di bawah tekanan investor dari Singapore dan Malaysia. Kebayangkan, selama ini mereka sesumbar “ Tenang aja, istana kita sudah kuasai. Republik ini kita punya” ternyata keok oleh sikap Jokowi.

Perang baru dimulai… mari pantau terus hari hari ke depan. Pasar taruhan pertarungan antara Jokowi dan Konglomerat Sawit semakin ramai. Sekarang sudah 7/2. Yang pegang konglomerat makin banyak, makin sedikit yang percaya Jokowi bakal menang.

Ini adalah nasionalisme. Ini adalah Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia yang harus diperjuangkan.

 

Merdeka!