Sidoarjo-SUARAKAWAN.COM: Pemerintah Desa (Pemdes) Damarsi, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, dilaporkan ke Komisi Informasi Propinsi (KIP) Jawa Timur. Pasalnya, Pemdes tersebut diduga tak transparan atas menyusut atau berkurangnya luas tanah warga.
Diketahui, tanah ex gogol tetap milik Ir H Slamet, yang ‘hilang’ atau menyusut sekitar 3000 M². Pemdes (Pemerintah Desa) Damarsi yang seharusnya melindungi hak-hak warganya malah diduga tidak transparan terkait menyusutnya luas tanah warga tersebut. Akibatnya, kasus ini dilaporkan ke Komisi Informasi Propinsi (KIP) Jawa Timur.
Ir H Slamet didampingi kuasa hukumnya Muhammad Takim SH MH, Abdul Syakur SH dan Oktavina Ardhani SH MKn mengatakan, dirinya hanya menuntut keadilan atas berkurangnya luas tanah yang dia miliki. Pasalnya, tanah dengan luas sekitar 17.400 M² itu dibelinya secara sah pada tahun 1990. Apalagi, peralihan atau jual beli telah mengetahui Kepala Desa (Kades) Damarsi, yang saat itu dijabat oleh Syafaat Sulaiman.
“Terus tanah saya sekarang berkurang sekitar 3000 M² setelah dugaan rekayasa pemasangan patok dan buldozer untuk jalan tangkis oleh pihak Desa pada 17 Desember 2006,” ujar Slamet kepada awak media, Senin (18/11/2024) malam.
Bahkan ketika proses pengajuan sertifikasi massal melalui PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) ditolak oleh pihak desa dengan dalih luas tanah (yang tercatat di desa) tidak sesuai perolehan, Slamet pun sudah melakukan klarifikasi berikut bukti-bukti yang dia miliki. Namun ironisnya, pihak desa seolah tak menggubris ketika Slamet minta jawaban resmi dari Pemdes Damarsi terkait hal tersebut.
Hal itu juga dibenarkan kuasa hukum Slamet, Abdul Syakur SH. Menurut Syakur, pihaknya sudah mengirim surat beberapa kali terkait hal itu ke Pemdes Damarsi. Namun lagi-lagi permohonan klarifikasi terkait menyusutnya luas tanah milik klien-nya itu tak pernah dibalas oleh Pemdes Damarsi.
“Sampai detik ini pun belum ada jawaban. Sehingga kami ajukan masalah ini ke KIP (Komisi Informasi Publik), sebagaimana Undang-undang Nomor 14 Tahun 2018,” terang Syakur.
Sementara, menurut Muhammad Takim SH MH, pengajuan ke KIP tersebut berkaitan dengan adanya pengurangan luas tanah yang diduga dilakukan oleh Pemdes Damarsi. “Dan tentunya tidak sesuai dengan ketentuan dan azas-azas hukum pemerintahan yang baik,” tegas praktisi hukum alumnus Universitas Airlangga (Unair) ini.
Pasalnya, kata Takim, klien-nya telah membeli tanah ex Gogol Tetap tersebut dengan luasan sesuai yang tertera di IJB (Ikatan Jual Beli), Letter C Desa, serta di stempel oleh Desa dan ditandatangani oleh Kepala Desa (Kades). “Dengan luasan yang sudah ditentukan. Namun demikian, ada dugaan pihak Desa melakukan pengurangan dengan dalil atau ketentuan yang disamarkan dan tidak terbuka. Dan ini sangat bertentangan dengan azas-azas hukum pemerintahan yang baik,” tambah Takim.
Untuk itu, lanjut Takim, pihaknya akan menunggu hasil proses sidang di KIP pada Kamis (21/11/2024) mendatang, untuk menentukan langkah hukum atas kasus tersebut. “Kalau itu semua melanggar Undang-undang, maka kami akan melakukan proses lebih lanjut yang disediakan oleh negeri ini. Kami sebagai warga negara yang taat hukum dan patuh pada peraturan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Republik Indonesia,” pungkasnya. (Hr)