Ki Ramapati menata sikapnya. Muncul keyakinan bahwa keterangan yang disampaikan oleh petugasnya akan mempengaruhi pilihan Ki Patih Mandaraka, walau begitu Ki Ramapati tidak ingin terkesan jumawa di depan Agung Sedayu. “Petugas saya tidak membawa tanda aman apabila Ki Patih melewati jalur utama menuju Mataram.”
Ki Patih Mandaraka dan Agung Sedayu menghadapkan wajah sepenuhnya pada Ki Ramapati. Lalu Ki Patih bertanya, “Bagaimanakah itu?”
“Mereka terlihat menempatkan sejumlah orang pada sudut tertentu dan menyiapkan perangkap di sejumlah tikungan. Walau pun kita dapat melewatinya, tetapi hambatan tetaplah hambatan, Ki Patih. Saya tidak ingin melewati batasan, keselamatan Ki Patih adalah perhatian kami yang utama,” kata Ki Ramapati sungguh-sunguh.
Sang Maharani : Bab 1 Bulan Telanjang
“Agung Sedayu, bagaimana pendapatmu?”
“Saya pikir memang kita dapat mengabaikan mereka. Meski orang-orang itu belum diketahui ketinggian ilmunya, tetapi tanggung jawab Ki Ramapati begitu besar. Ki Patih, bila jalur utama kita kesampingkan, sedianya ada jalan lain menuju Mataram. Namun begitu, saya juga tidak dapat menjamin sepenuhnya bahwa jalur itu aman dari jangkauan Raden Atmandaru.”
“Ini adalah kehebatan orang itu. Ia membuat banyak ranjau lapuk yang sulit terlihat mata wadag. Bahkan, aku curiga bila orang-orang yang terlihat di beberapa sudut jsutru bertujuan agar aku memang benar-benar menghindari jalur utama. Ki Ramapati, alasan itu bukan berarti saya menolak masukan dari Ki Ramapati. Setidaknya itu dapat menjadi pertimbangan berikutnya dari Ki Rangga.” Ucapan Ki Patih Mandarakan ditujukan pada Ki Rangga Ramapati.
Sejenak Ki Ramapati termenung dengan kilatan-kilatan dugaan yang memenuhi ruang pikirannya. Ki Ramapati dapat menerima pendapat Ki Patih dengan legawa, tetapi bagaimana ia harus menjamin keselamatan Ki Patih Mandaraka? Itu persoalan yang berbeda. Maka Agung Sedayu menjadi satu-satunya orang yang harus diajaknya berunding demi Ki Patih Mandaraka.
“Ki Rangga, apakah mungkin bagi kita memutus garis yang menghubungkan pengintai Raden Atmandaru?” tanya Ki Ramapati pada Agung Sedayu.
Sejarah : Naskah Pegon Tertua di Jawa
“Meski kita telah mengetahui kedudukan mereka secara tepat, lalu memutuskan mata rantai, tetapi itu belum menjawab satu-satunya pertanyaan saya, Ki Rangga.”
Ki Patih Mandaraka tertarik dengan ucapan Agung Sedayu. Ia telah mengerti kecerdasan nalar senapati pasukan khusus itu, tetapi ketika Agung Sedayu tidak segera mengungkap isi pikiran, itu menjadi persoalan yang berbeda. “Apakah itu?” tanya Ki Patih dengan suara rendah.
“Di mana mereka akan menyergap Ki Patih?” Agung Sedayu merenung sejenak untuk membuka kemungkinan yang muncul dari pertanyaannya sendiri. Lantas ia berkata lagi, “Mereka dapat menyerang di perbatasan kotaraja. Dapat juga di sisi Kali Opak. Sejujurnya, kita tidak dapat mengetahui persis tempat yang telah disediakan perangkap.”
“Baiklah, katakan rencanamu dan aku kira Ki Ramapati tidak akan keberatan.”
Ki Ramapati mengangguk ketika disebut namanya oleh Ki Patih Mandaraka.
“Berapa jumlah orang yang dilaporkan oleh petugas Ki Rangga?” bertanya Agung Sedayu pada Ki Ramapati.
“Mereka tidak menyebutkan jumlah. Ya, mereka menyebar di antara pategalan, hutan-hutan kecil dan bedak-bedak yang tidak terpakai di sejumlah pasar tua. Bila mengurai keterangan mereka, maka kita dapat memaklumi bahwa orang-orang itu bersembunyi sangat rapi dan sulit didekati.”
“Saya dapat mengerti.” Agung Sedayu mematung sambil memijat dagunya. Mereka berlima telah memahami keadaan sebenarnya. Laporan tambahan dari petugas sandi yang dipimpin Ki Ramapati membuat Agung Sedayu berhati-hati dalam mendampingi Ki Patih beserta yang lainnya. Agung Sedayu masih memegang tanggung jawab penuh selama orang-orang tekemuka Mataram belum keluar dari kademangan.
Dalam waktu itu, Agung Sedayu memperhatikan orang-orang di dekatnya dengan seksama. Sementara jalan pikirannya terus bekerja dengan memperhitungkan bahwa ada beberapa jalur yang dapat digunakan untuk memasuki Mataram, tetapi semuanya berada di bawah pengawasan para petugas rahasia Raden Atmandaru. Bukan ia seorang yang berkerut alis, tetapi juga Ki Patih dan pengiringnya. Kecakapan Raden Atmandaru menyusun rencana tidak dapat dipandang sebelah mata. Bahkan, mereka telah menetapkan orang penting sebagai sasaran dengan hasil, hidup atau mati!
Seri Pangeran Benawa : Bab 7 Wedhus Gembel
“Apakah ada tanda-tanda walau secuil yang dapat digunakan sebagai perkiraan dari mana mereka menyerang?” tanya Ki Yudhamerti, seorang rangga yang bertugas di bagian dalam Kepatihan..
“Kita sama-sama tidak tahu, Ki Yudhamerti. Dan, saya mendapatkan sedikit ruang untuk meloloskan Ki Patih dari jarak terkam Raden Atmandaru,” kata Agung Sedayu.
Ki Patih Mandaraka segera memperhatikan paras wajah Agung Sedayu dengan seksama. Tampak lelaki sepuh itu berpikir keras, menduga isi pikiran dan rencana senapati tanggon Mataram. “Sedikit ruang? Celah sempit yang memungkinkan aku selamat hingga Kepatihan?”
Agung Sedayu mengangguk. “Benar, Ki Patih. Mereka akan terkejut. Sama seperti kita yang tidak menyangka bahwa mereka mempunyai ketajaman yang sulit dinalar.”
Ki Patih menarik lengan Agung Sedayu lalu mereka bergeser beberapa langkah.
“Aku ingin memberitahukan padamu.”
“Saya, Ki Patih.”