Lembah Merbabu 9

oleh

Pangeran Parikesit lalu menambahkan, ”Mengingat kerasnya hati kakang Jaka Daplang kala itu, apalagi berita sudah tersebar ke seluruh penjuru, aku berpikir bahwa nama Jaka Daplang adalah alasan yang dapat diterima oleh para penentang untuk mengembalikan kejayaan pada Majapahit. Dan rencanaku diuntungkan oleh satu sebab, bahwa tidak ada orang yang tahu kepergian kakang Jaka Daplang dari istana selain keluarganya sendiri.”

Ia diam sejenak. Lanjutnya, ”Aku telah pergi menemuinya di sisi timur lereng Lawu dan ia menyetujui rencana itu.”

Uraian Pangeran Parikesit tuntas didengarkan oleh kerabatnya yang berusia lebih muda, lalu mereka bertukar pandang sambil menebar senyum lebar.

“Saya mendengar kabar pemberontakan itu dari beberapa petugas sandi Demak. Di samping itu, saya juga mengetahui tempat pelarian para senapati ketika mereka gagal menggunakan dua sisi senjata, tetapi sebagian mereka memilih untuk berdiri di bawah panji Demak. Dan itu sangat berbahaya! Mereka yang mampu melepaskan diri dari padang Bubrah masih menyimpan kemungkinan untuk mengulang perbuatan yang sama, meski sasarannya berbeda.” Adipati Hadiwijaya merawang langit-langit ruangan. Sejenak ia mengambil napas untuk mengolah ketahanan batinnya, lalu katanya, “Yang mengganjal hatiku adalah ayahanda Raden Trenggana tidak melakukan apapun terhadap rencana pemberontakan itu. Tetapi aku tidak menyangka jika ini semua adalah rencana Paman Pangeran.”

Kemudian ia menarik napas panjang, dan dengan tatap mata yang tajam ia bertanya pada Pangeran Parikesit, ”Lalu, apakah  kelompok yang dapat bertahan itu mempunyai hubungan dengan Jaka Wening, Eyang?”

[penci_related_posts dis_pview=”no” dis_pdate=”no” title=”Terkini” background=”” border=”” thumbright=”yes” number=”4″ style=”grid” align=”none” withids=”” displayby=”recent_posts” orderby=”rand”]

“Angger Trenggana tidak akan melakukan apapun karena berita itu tidak pernah terdengar olehnya.” Senyum Pangeran Parikesit masih belum lepas dari wajahnya. ”Aku tidak dapat menentukan sifat hubungan itu dengan Pangeran Benawa, Ngger,” jawab Pangeran Parikesit sambil menarik napas panjang. Lalu ia menoleh pada Ki Buyut Mimbasara seolah meminta persetujuan dan katanya, ”Tetapi aku dapat memastikan jika Hadiwijaya akan mengalami gangguan dalam perjalanan menuju Demak.”

Meskipun Pangeran Parikesit tidak melihat padanya, namun Adipati Pajang terhenyak mendengar ucapan Pangeran Parikesit karena ia tahu bahwa ucapan itu ditujukan padanya. Meskipun ia tidak mempunyai rasa gentar dalam dadanya, tetapi ucapan lelaki yang masih terhitung sebagai kakeknya itu menarik perhatiannya. Adipati Hadiwijaya mengangguk-angguk mengerti maksud Pangeran Parikesit, ia berkata kemudian, ”Tentu saja orang yang akan melakukannya telah memperhitungkan segala akibatnya. Dan mungkin karena alasan keamanan bagi dirinya itulah akhirnya ia mengambil Jaka Wening sebagai jaminan.”

“Tidak sesederhana itu, Ngger,” sahut Ki Kebo Kenanga. Adipati Hadiwijaya berpaling pada ayahnya dengan sorot mata bertanya.

Ki Kebo Kenanga lantas mengangguk. Katanya, ”Aku tidak mendengar berita dari petugas sandi maupun para peronda tentang kehadiran sekelompok atau orang yang mencurigakan. Artinya di sini adalah para penentang itu bergerak dalam jumlah kecil, dan tentu saja mungkin kemampuan mereka seimbang dengan kita semua.”

“Bagaimana mungkin? Seluruh orang di wilayah Demak telah mengetahui ketinggian ilmu eyang Parikesit dan paman Getas Pendawa. Maksudku adalah mereka mempunyai peluang yang sangat kecil, Ayah,” kata Adipati Hadiwijaya.

Ki Kebo Kenanga menggeleng lalu katanya, “Peluang kecil  dapat meraih hasil besar apabila mereka telah menempatkan orang-orang yang tepat dalam keadaan yang mereka inginkan. Mungkin mereka akan menghadangmu dan menebas para pengawal seperti ilalang, dan mungkin juga mereka akan menyerangmu kala Raden Trenggana jauh dari Demak.”

“Kiai Rontek. Apakah Angger Adipati telah mengenal nama itu?” bertanya Ki Getas Pendawa kemudian.

Seruan tertahan keluar dari bibir Adipati Hadiwijaya, kemudian, ”Jika nama itu kembali muncul di tlatah Pajang atau Demak, maka Kiai Rontek menjadi berita buruk bagi orang-orang. Saya tidak menduga jika akhirnya nama itu kembali diucapkan.”

“Aku telah mendorongmu untuk mengingat sebuah nama, tetapi kau tidak beranjak dari tempatmu saat ini,” sahut Ki Getas Pendawa.

“Karena saya telah melupakannya, Paman,” kata Adipati Hadiwijaya.

“Sebenarnya aku ingin mengatakan bahwa Kiai Rontek mempunyai kaitan erat dengan wayah Pangeran Benawa, tetapi kemudian kita semua terbawa oleh Kidang Tlangkas dengan rencana paman Parikesit,” berkata Ki Kebo Kenanga. Sepintas ia mengerling pada Adipati Hadiwijaya lantas bertanya, “Lalu, apa rencanamu?”

No More Posts Available.

No more pages to load.