“Pangeran Parikesit!” desis Kiai Rontek dengan dada bergemuruh. Keningnya berekerut dengan tatap mata mengiris kulit. Ia mengenal orang yang bernama Pangeran Parikesit, ingatan Kiai Rontek pun terlempar kembali ke masa puluhan tahun silam.
“Seharusnya ia berada di Demak dan mengambil alih tahta Raden Trenggana,” desis Kiai Rontek dalam hatinya. Sebenarnyalah Kiai Rontek mendengar berita bahwa ada rencana menyingkirkan Raden Trenggana ketika penguasa Demak itu telah keluar untuk menaklukan Panarukan.
“Lalu, mengapa Raden Trenggana berani mempertaruhkan tahta jika anak Brawijaya itu masih di dalam kota Pajang?” desah tanya Kiai Rontek.
Mendadak Kiai Rontek mengusap keningnya, ia berseru pelan dan mengumpat dalam hatinya,”Gandrik! Tentu saja berita itu adalah rencana yang telah disusun laki-laki tua itu. Parikesit sendiri pun bukan nama yang sebenarnya. Bodoh! Bodoh!”
Memaki kedangkalannya berpikir, Kiai Rontek membangun ulang kabar yang didengarnya. Bahwa kedatangannya di Pajang bertujuan untuk menghabisi Mas Karebet. Pertimbangan matang, menurutnya, setelah memperkirakan Pangeran Parikesit berada di Demak untuk menggantikan kedudukan Raden Trenggana sementara waktu. Dan berdasarkan berita yang didengar dari seorang senapati Demak, Pangeran Parikesit akan mengumumkan peralihan tahta ketika Raden Trenggana telah berjarak tiga hari perjalanan dari Demak.
Belum reda rasa terkejut melanda Kiai Rontek, ia mendengar derap kaki kuda yang sepertinya dipacu kencang dari arah belakang. Bentakan para penunggang kuda menjadi peringatan bagi para pejalan kaki untuk menepi. Debu mengepul tinggi ketika benturan-benturan tapak kuda memukul tanah dengan kuat.
Kiai Rontek seketika memalingkan wajah ketika mengenali dua penunggang kuda yang melewatinya. Sesaat lagi dua orang itu segera tiba di regol halaman istana Pajang.
“Sudah pasti sangat sulit bagiku untuk melewati Pangeran Parikesit,” gumam Kiai Rontek. Kemudian ia berjalan mendekati lingkungan istana Pajang. Dalam waktu itu, Kiai Rontek berkata sendiri dalam hatinya, ”Kedatangan Ki Kebo Kenanga dan Ki Getas Pendawa akan membuat keadaan menjadi mustahil untuk mendekati Mas Karebet.”
Kiai Rontek lantas berbalik badan menjauhi istana. Keresahan setelah meninjau keadaan memaksanya untuk berpikir tentang kemungkinan lain. Penghadangan. Ya, ia berpikir untuk menyerang Adipati Pajang di tengah perjalanan menuju Demak.
Sementara itu, Pangeran Parikesit bersama Kidang Tlangkas telah berada di ruang berukuran besar yang terletak di bagian dalam istana sebelah kanan. Namun sejenak kemudian ia terkejut dengan kedatangan Ki Buyut Mimbasara dan Ki Getas Pendawa yang memasuki ruangan yang sama dengannya. Untuk sesaat ketiga orang itu saling berpandangan. Mereka telah bertemu pada malam sebelumnya, lalu pada waktu itu, ketiga menyadari bawah ada sebab yang membuat mereka bertemu tanpa sengaja.
[penci_related_posts dis_pview=”no” dis_pdate=”no” title=”Pangeran Benawa” background=”” border=”” thumbright=”yes” number=”4″ style=”grid” align=”none” withids=”” displayby=”cat” orderby=”rand”]
Tiga sesepuh itu pun terlibat dalam pembicaraan yang sama-sama mengejutkan. Betapa mereka sama sekali tidak menduga arah perkembangan yang sebenarnya merupakan akibat dari keputusan Raden Trenggana.
“Ia akan membayar dengan segala yang ia miliki,” geram Pangeran Parikesit. Sementara dari sela-sela jarinya mengepul asap putih, terlihat jelas bahwa Pangeran Parikesit berusaha keras menahan gejolak hatinya saat mendengar Pangeran Benawa telah diculik oleh Kiai Rontek. Peristiwa yang sangat memukul hatinya itu bahkan terjadi pada malam mereka bertemu di kediamannya. Kidang Tlangkas menatap lurus wajah Pangeran Parikesit dengan mulut ternganga. Ia masih belum dapat menerima kenyataan bahwa anak lelaki yang sering bermain dengannya itu telah hilang dari padepokan Ki Buyut Mimbasara.
“Jaka Wening adalah cucuku, dan aku masih belum mampu memahami alasan Kiai Rontek merenggutnya dariku,” desis Ki Buyut Mimbasara dengan sorot mata yang seolah dapat meruntuhkan tebing Merbabu. Ki Buyut menarik napas dalam-dalam, ia berkata lagi, ”Selain dari sebab yang dikatakan oleh Tanur, tentu ia mempunyai rencana lain dengan membawa Jaka Wening.”