Namun hentak serangan dari Empu Wisanata belum berkurang. Walau Ki Malawi kerap kali mampu mengangkat beban tekanan, tetapi Empu Wisanata selalu dapat mengisi kembali ruang kosong dengan sambaran-sambaran udara panas. Benturan terjadi semakin kuat diiringi dentum menggelegar yang mampu menggetarkan isi dada.
Tidak ada celah yang terlihat di mata Ki Malawi tentang pergerakan Empu WIsanata. Satu jalan keluar baginya adalah meningkatkan kecepatan dengan mengerahkan segenap kemampuannya meringankan tubuh. Ki Malawi membenahi susunan olah geraknya, ia mengepung Empu Wisanata dengan rangkaian pukulan yang begitu rapat. Empu Wisanata mengimbanginya dengan putaran dan kibas kaki tangannya yang cepat menangkis, bahkan terkadang masih mampu menerobos lingkaran serang musuhnya walau pun masih berjarak dari sasaran.
Melalui penglihatan dari kedudukannya, Empu Wisanata dapat memperkirakan keadaan Sayoga. Kecemasan merayap pelan dan memancangkan tiang keraguan dalam hatinya, meskipun demikian, Empu Wisanata tetap harus menyelesaikan perkelahiannya Tentu saja tidak mudah karena Ki Malawi merupakan lawan yang sangat tangguh, tetapi Empu Wisanata tidak dapat lagi mengulur waktu.
Senja telah berlalu. Satu dua bintang telah berkedip menyapa penduduk bumi.
[penci_related_posts dis_pview=”no” dis_pdate=”no” title=”Disarankan” background=”” border=”” thumbright=”yes” number=”4″ style=”list” align=”none” withids=”” displayby=”tag” orderby=”rand”]
‘Sekuat-kuatnya anak muda itu, ia tidak akan mampu bertahan lebih lama. Perang tanding bukan sekadar beradu ketinggian ilmu, tetapi juga kematangan dan kemampuan membaca keadaan,” desis hati Empu Wisanata. Lantas ia mengerek seluruh kekuatan yang tersimpan, udara semakin panas, sekali-kali Empu Wisanata menjentikkan jarinya!
Tidak ada orang yang menyangka bahwa jentik jari itu mampu mengeluarkan lidah api, menjilat kain yang menutup tubuh Ki Malawi!
Tidak jarang lima kilat api melejit keluar, menyambar, lalu menerjang Ki Malawi secara bersamaan. Pertahanan Ki Malawi yang kokoh dengan selubung padat udara dingin dapat mencegah ujung lidah api untuk sampai pada kain atau kulitnya. Ia belum merasakan panas walau berulang kali kulitnya tergapai lidah api yang menyambar.
”Kobarkan semua, Ki Sanak!” tantang Ki Malawi. “Pencapaianmu telah menunjukkan padaku tingkat ilmu yang ada dalam dirimu. Tetapi aku adalah Ki Malawi. Tidak akan pernah mudah bagimu dapat keluar dari kegelapan yang segera aku tebar!” Usai mengatup bibirnya, Ki Malawi membuktikan ancamannya. Dengan kecepatan yang tidak dapat diukur nalar, tiba-tiba selubung udara dingin meledak, menyebar ke segala penjuru, rumput dan tanaman yang dilaluinya menjadi beku! Butiran es menjadi penghias ujung tanaman dan memantulkan corak cahaya yang luar biasa.
Para pengawal Menoreh terpental akibat dorongan tenaga dingin. Begitu cepat mereka menggigil dengan bibir kebiruan. Mereka berusaha secepatnya menjauh, lebih jauh lagi dari gelanggang perkelahian Ki Malawi dengan Empu Wisanata.
Udara dingin yang terhempas itu pun mencapai tempat pertarungan Sayoga.
Ia sadar jika tekanan semakin bertambah kuat dan dahsyat! Selain belitan Ki Sarjuma, Sayoga juga harus mengatasi keadaan yang kian rumit karena daya ledak ilmu Ki Malawi memerihkan kulitnya. Tidak dapat tidak, aku harus menjaga jarak. Namun ke mana aku menjauh? tanya Sayoga pada dirinya.
Ki Sarjuma beroleh satu tunggangan berupa udara segar. Napasnya terasa longgar, rasa malu yang akan datang padanya jika ia kalah dalam perang tanding cepat berlalu. Persiapan kilat segera ia lakukan.
“Anak jalang! Ternayata kematianmu tidak disebabkan olehku, dengan begitu, dendam ibu bapakmu tidak lagi dapat ditujukan padaku. Tetapi orang itu!” kata Ki Sarjuma sambil menunjuk orang yang ia maksudkan.
Sayoga tidak kehilangan kesiagaan, ia bersiap dengan segala kemungkinan, lalu katanya, “Seorang pengkhianat sepertimu tidak pernah ada dalam dendam karena itu adalah keburukan yang sama. Orang tua, kau akan mati dan terkubur dalam kubangan yang telah kau gali malam ini!”
Usaha pertama Sayoga telah dinyatakan dengan lantang dan itu memancing kemarahan Ki Sarjuma.