SuaraKawan.com
Bab 4 Gunung Semar

Gunung Semar 1

Gunung Semar

 

Pada malam itu, Gumilang berkuda nyaris tanpa henti menuju padepokan Mpu Gandamanik di gunung Semar. Tempat ini sebenarnya bukan seperti gunung dalam arti sebenarnya. Tanah yang menjulang tinggi ini mempunyai lereng yang tidak begitu baik untuk bercocok tanam meski tidak dapat dikatakan tanah gersang. Gunung Semar merupakan nama yang diberikan oleh warga sekitarnya dengan alasan tertentu, gunung ini sebenarnya hanya bukit kecil di sebelah aliran sungai Brantas. Namun ia mempunyai letak yang sangat baik untuk menjadi benteng atau gardu pengawas. Walau tidak terlalu tinggi, tempat ini dapat mengawasi hilir mudik perahu yang melintasi sungai Brantas. Setiap iring-iringan akan mudah menjadi perhatian orang apabila ia berada di puncaknya.

Di bawah puncak bukit ini berdiam seorang yang mempunyai ilmu di atas rata-rata orang linuwih lainnya. Mpu Gandamanik, begitu ia menyebut dirinya, pada awalnya mempunyai nama besar sebagai satu-satunya orang yang pernah mengalahkan Ki Cendhala Geni ketika mereka berdua masih berusia muda. Ya, saat ini usia mereka kurang lebih sebaya atau tidak terpaut terlalu jauh. Pertarungan itu hanya terjadi sekali dalam sepak terjang mereka selama malang melintang dalam pengembaraan. Namun berita kemenangan Mpu Gandamanik tidak diketahui oleh banyak orang selain para pengikut Mpu Nambi dan Lembu Sora. Mereka inilah yang menjadi saksi perkelahian dahsyat yang terjadi di tepi sungai besar di bawah lereng Pegunungan Kendeng.

Ufuk timur mulai menampakkan semburat merah ketika Gumilang tiba di depan pintu padepokan.

“Bondan menderita luka yang cukup parah, Ngger. Bagus untuknya karena engkau telah menutup jalan darah yang menuju telinga kirinya,” sambut Mpu Gandamanik sambil menatap tubuh yang tergeletak lemas di pembaringan. Ia bergeser maju dan meraba pergelangan tangan Bondan, Mpu Gandamanik segera tahu bahwa Bondan menderita luka-luka dalam yang cukup parah. Beberapa pembuluh darah Bondan mengalami kerusakan hingga menyebabkan urat halus pendengarannya terganggu.

Dalam seukuran waktu yang cukup lama, Gumilang membantu Mpu Gandamanik menyiapkan segala kebutuhan pengobatan. Tungku telah menyala dengan api sedang, ketika Ken Banawa menginjak kaki di depan pintu tempat tinggal Mpu Gandamanik.

“Gumilang, aku hanya sesaat menemanimu, mungkin hingga fajar. Paman harus kembali ke kotaraja dan menyampaikan pada ibumu tentang keadaan Bondan,“ Ken Banawa berkata pelan sewaktu menuang air ke mangkuknya.

Gumilang menjawab dengan anggukkan kepala. Sekali-kali ia menghela napas panjang.

“Tentu keadaan Bondan akan membuatnya gelisah,” ucap lirih Gumilang. “Paman, apakah mungkin ibu akan mengirim orang untuk menjemput Bondan ke tempat ini?”

Ken Banawa menggoyang kepala lalu, ”Ibumu telah mengenal Mpu Gandamanik lebih baik dariku dan setiap orang di kotaraja, aku kira beliau akan percaya sepenuh hati padanya.” Sejenak Ken Banawa berhenti dengan mata yang lekat memandang pintu bilik rawat Mpu Gandamanik. Kemudian ia berkata lagi, “Keadaan Bondan memang cukup berat, tetapi kita tidak dapat berbuat lebih banyak dari yang telah kita lakukan.

“Untuk pertama kali, aku bertempur di sampingnya lalu aku menemukan bahwa banyak hal yang akan membuat perbedaan.

“Pada saat itu Bondan menanam benih keyakinan padaku, bahwa ia akan melewati segalanya dengan usaha yang terbaik. Mungkin kau akan menanggap Paman gegabah karena terlalu singkat memberi penilaian terhadap Bondan. Namun jika kau bersamanya pada malam kami berhadapan dengan Mpu Gemana dan Prana Sampar, boleh jadi, kau akan mempunyai kesi-mpulan yang sama denganku.”

Gumilang berulang menganggukkan kepala.

Kemudian, masih kata Ken Banawa, “Bondan benar-benar melakukan ini tanpa perhitungan yang mapan. Ia belum tahu siapa itu Ki Cendhala Geni. Tetapi, bagaimanapun, aku harus mengakui bahwa Bondan memang tangguh. Sedikit pertarungan yang ia jalani namun mampu mengimbangi Ki Cendhala Geni adalah sesuatu yang sangat berharga dan patut menjadi bahan renungan.”

Related posts

Jati Anom Obong 47

Ki Banjar Asman

Kiai Plered 52 – Gondang Wates

Ki Banjar Asman

Panarukan 27

Redaksi Surabaya