Dalam rangka melaksanakan penegakan hukum yang berorientasi pada konsep atau pendekatan Keadilan Restoratif, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur yang diwakili oleh Wakajati Jatim, Basuki Sukardjono, SH.MH. pada hari Rabu 15 Mei 2024, didampingi Aspidum, para Kasi pada Bidang Pidum Kejati Jatim bersama-sama dengan Kajari Surabaya, Kajari Sidoarjo, Kajari Jember, Kajari Kota Malang, Kajari Kota Pasuruan, Kajari Kabupaten Mojokerto, Kajari Situbondo dan Kajari Probolinggo telah melaksanakan expose di hadapan Bapak Jam Pidum melalui sarana virtual dengan mengajukan 9 perkara yang dimohonkan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif, yaitu :
8 PERKARA ORHARDA, yang terdiri dari :
– 2 (dua) Perkara Penganiayaan (Pasal 351 KUHP) dari Kejari Surabaya dan Kejari Sidoarjo
– 1 (satu) Perkara Pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP) dari Kejari Kota Pasuruan
– 1 (satu) Perkara Penipuan / Penggelapan (Pasal 378 / 372 / 376 KUHP) dari Kejari Situbondo
– 2 (dua) Perkara Kekerasan dalam Rumah Tangga (Pasal 44 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga) dari Kejari Jember dan Kejari Kota Malang
– 2 (dua) Perkara Penadahan (Pasal 480 KUHP) dari Kejari Kab Mojokerto
1 PERKARA KAMNEG DAN TPUL :
– 1 (satu) perkara tindak pidana Pertama Pasal 170 ayat (1) KUHP atau Kedua Pasal 351 ayat (1) Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman Pidana dari Kejaksaan Negeri Kab. Probolinggo
Penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif menjadi bukti bahwa negara melalui penegak hukumnya hadir memberikan humanisme dalam penegakan hukum dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat. Melalui kebijakan restorative justice, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan Meskipun demikian, perlu juga untuk digarisbawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa.